12. A simple minded person

267 44 45
                                    

Suara riuh puluhan siswa memenuhi area kantin SMA Cendrawasih. Bisik-bisik dan gelak tawa berbaur menjadi satu dengan dentingan nyaring setiap sendok yang mengenai piring. Tak dapat dipungkiri jika suara cipratan ikan dan ayam yang dicelupkan ke dalam minyak panas juga terdengar di kantin sepagi ini.

Bina yang baru sampai di kantin segera mendekat ke salah satu meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Menepaki satu persatu kubik lantai dengan sepatu hitamnya.

"Lhah, udah pesen makan aja. Tumben," katanya setelah duduk di depan seseorang yang tengah asyik menyantap mie ayam di hadapannya.

"Hmm..."

Bina berdecih pelan. "Ngeselin."

"Lo nyuruh gue ke kantin karena mau ngomong apa?"

"Gue mau nanya sesuatu sama lo," ucap Bina tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi lebih serius.

"Apa?"

"Beberapa hari kemarin Ethan ke sini. Tanding basket sama sekolah kita. Tapi bukan itu yang mau gue bahas. Ini tentang hubungan lo sama dia." Bina menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Arsa. "Dia bilang kalau kalian berdua belum putus. Lo masih pacarnya."

Arsa berhenti mengunyah. Menyimak baik-baik apa yang akan ditanyakan Bina.

"Serius?! Kalian masih pacaran?! Jadi lo bohongin gue?!" tanyanya menggebu-nggebu.

Gadis di hadapan Bina itu hanya memutar kedua bola matanya. Malas.

"Bin, lo sahabat gue kan? Harusnya lo lebih tau lah siapa yang lagi bohong sekarang."

"M-maksud lo?"

"Ethan bohong. Kami udah putus. Nggak pacaran lagi. Gue nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia. Lo harus percaya itu."

"Hmm..." Bina menerawang langit. "Oke."

Arsa bernapas lega karena Bina yang semudah itu percaya ucapannya.

Thabina Nirwana adalah seseorang yang berpikiran sederhana. Ia menafsirkan sesuatu dengan cara yang terlalu sederhana dan tidak memikirkan betapa rumitnya hal-hal itu. Bina menangkap apa yang disampaikan orang secara mentah. Tidak membutuhkan waktu untuk menganalisis benar tidaknya penuturan orang tersebut. Dia hanya percaya bahwa yang orang lain katakan adalah benar adanya.

Katakanlah dia mudah dibohongi kalau memang itu kenyataannya.

Arsa mengetahui hal itu. Maka ia pun memahami mengapa Bina begitu percaya akan ucapan Ethan satu tahun yang lalu.

Bukan salah Bina yang mendekati Ethan saat laki-laki itu masih menjadi kekasihnya, dulu. Itu salah Ethan yang sialan karena telah membohongi Bina dan membuat Bina percaya akan kalimatnya.

Heran, ni anak kok bisa lolos seleksi OSIS? pikirnya saat pertama kali mengetahui Bina adalah orang yang berpikiran terlalu sederhana.

"Gimana kalo Ayden?"

"Apanya?" Arsa masih menanggapi santai. Beberapa kali ia meneguk air mineral di hadapannya.

"Kalian kelihatan deket."

"Cuma temen."

Bina menangkup dagu menggunakan kedua tangan yang ia letakkan di atas meja. "Nggak lebih kan?"

Arsa mengerutkan keningnya. "Lo suka sama Ayden, ya?" tanyanya tepat sasaran. Karena sedetik kemudian, Bina terlihat tersipu malu. Pipinya bahkan mengeluarkan semburat merah jambu.

"Ah, enggak. Siapa bilang?" jawab Bina salah tingkah. Tangan kanannya terlihat mengayun di udara—ingin menepuk pundak Arsa, namun tidak sampai.

Arsa, gadis berambut hitam kecokelatan itu, tersenyum miring. "Gue, barusan," katanya dan lantas kembali menguyah mie ayam yang tinggal beberapa suap.

Wish to be Saved Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang