Belum sepenuhnya utuh

1.1K 115 2
                                    

masih menjadi hamba dunia

Pagi ini aku bangun sebelum cahaya matahari menembus butir awan pekat yang menyelimutiku semalam.

Bayangan Anna kembali muncul dalam sekat jendela yang kubuka lebar-lebar. Baru saja dia mengirim sebuah artikel yang kubaca semalaman. Artikel dimana, kenapa seseorang harus beragama islam.

And well, aku sangat terpesona dengan setiap tulisan di artikel itu yang menyinggung islam. Kubiasakan setiap hari mengganti musik-musik yang terdaftar di ponselku menjadi murrotal Al Quran yang senantiasa menyejukkan telingaku.

Sudah dua bulan lebih, semenjak kejadian selisih paham antara perasaanku dengan Anna. Dan kini kami berteman baik. Semakin membaik setelah aku mendengar dia telah resmi menyandang jabatan dokter di salah satu rumah sakit ternama seoul.

Sungguh, aku bangga dengan Anna.
Namun sampai saat ini, aku masih terlalu rapuh untuk mengucap dua kalimat syahadat dari mulutku. Farhan dan Anna sangat baik. Mereka tidak memaksaku untuk masuk islam, meskipun mereka bilang syahadat boleh dilakukan siapapun baik kafir yang tidak mengerti islam sama sekali.

Aku memandang sekilas poster wajahku yang terpampang jelas dimuka umum, aku bisa melihatnya lewat jendela apartemen. Itu iklan sebuah produk kosmetik yang aku lakukan tiga bulan yang lalu.

“kenapa hatiku bimbang?” gerutu pada diriku sendiri.

Jujur, jika aku menjadi islam. Aku harus meninggalkan aktingku, hobiku menjadi seorang model, dan yang lebih berdampak adalah aku tidak akan dikenal lagi.

Sungguh beberapa pikiran itu yang sebenarnya membuatku terlalu rapuh untuk mengucap kalimat syahadat.

Aku memandang sekilas langit, menemukan kembali kilatan samar bayangan Anna dan Farhan.
Bagaimana bisa mereka hidup tanpa gemerlap dunia yang begitu menggiurkan. Jujur aku masih terlalu berat meninggalkannya, terlebih penghasilanku, sumber pendapatanku kudapat dari dunia akting dan model.

Drrtt...

Kulihat ponselku bergetar, tertera nama managerku disana.

“ada apa?” ucapku malas.

‘kau gila? Hari ini adalah jadwalmu untuk syuting film bodoh!’

Aku mendengus kesal, bagaimana bisa dia mengataiku bodoh?

‘sekarang bersiaplah dan aku akan menjemputmu, pihak produser hampir marah!’

“terserah”

Aku memasang ekspresi tidak percaya, lelaki tua itu hampir mengumpatku.

“dasar tidak tahu diri!”

Ya terkadang dia memang menjengkelkan namun ada sisi baik dalam dirinya. Aku segera bersiap untuk proses syuting hari ini.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku bisa menatap wanita lain seperti aku menatap Anna, takkan bisa.

Singkat saja aku telah sampai di lokasi syuting, perjalanan tadi penuh dengan debat dan aku terlalu malas.

“Jongsuk?” panggil seseorang yang dari sekilas kau melihatnya kau akan tahu siapa dia, dengan penampilan yang berbeda dari orang lain, ya dia Anna.

Tunggu, kenapa Anna ada disini?

“kau sedang apa disini?”

Anna tertawa renyah dibalik cadarnya, aku diam-diam menikmati tawanya.

“ini tempatku kerja Jongsuk.” Ucapnya sembari membanggakan jas putih kesayangannya.

Beberapa detik kami mengobrol, namun tatapan aneh dari para cru maupun staff bahkan dari managerku membuat Anna tidak terlalu nyaman.

“jadi kamu dokter disini?” tanyaku antusias, dia hanya mengangguk.

“oh ya, kamu syuting drama apa?”

“judulnya terlalu panjang, tapi kamu harus melihatku nanti saat episode perdananya tayang.”

“Insya Allah.” Ucapnya sesekali mengambil jarak dariku.

Kami memang terbilang akrab untuk seukuran teman namun yang pasti, kepada siapapun yang bukan mahramnya Anna tetap menjaga jarak, kecuali pasiennya.

“Farhan akan datang makan siang kesini, kalau mau nanti kita bertigak makan siang bersama.” Tiba-tiba ia membuka percakapan.

“boleh saja. Oh ya bu dokter, aku butuh bantuanmu untuk mengajariku menjadi dokter sungguhan.”

Sekali lagi, aku suka tawanya.

“jadi kamu berperan sebagai dokter? Iya nanti aku ajarkan.”

Ucapnya santai. Berapa lama lagi aku harus terus menahan perasaan ini terhadap kamu Anna?

“jika tiba-tiba aku datang melamarmu apa boleh?”

Kakinya berhenti. Dengan tenangnya dia hanya bilang “silahkan saja, tidak ada yang melarang.”

Seketika membuat nyaliku ciut.

“tapi aku masih belum bisa meninggalkan dunia entertaiment-ku?”

Kulihat matanya yang telah membentuk sepasang bulan sabit, “semua itu kamu yang menentukan, apa kamu ingin hidup menjadi hamba dunia atau menjadi hamba Allah. Semua pilihan ada di kamu, hanya kamu yang bisa merubah diri kamu sendiri.”

Aku melihatnya sekilas, dia melirik jam tangannya sekilas, “aku kembali dulu, waktunya aku bertugas.”

Dia berlalu meninggalkan goresan pilu, kalimatnya mengingatkanku akan kebodohan yang selama ini menggerogotiku.

Selama ini aku terlalu sibuk menjadi hamba dunia, dan melupakan Tuhanku Sang Maha Pencipta.



Bojonegoro 02 Mei 2018

Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan.
#Nb. Sudut pandang dari cerita ini ada dua. Sudut pandang dari Lee Jong Suk dan Anna Fatimah kalau mungkin tidak mengerti mohon maaf.

Sudut pandang akan di pisah dengan tanda *** atau judulnya yang ber-font tebal terimakasih.

Syahadat di Langit KoreaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang