6

206 31 10
                                    


Park Jimin, dia membuatku sangat kesal,  mengapa pula diriku yang dijadikkan walinya? Bahkan  belum cukup satu hari mengenalnya. Jam tidurku berkurang anya karna ini, urusan yang sangat tak penting. Hawa Seoul malam hari mampu membekukanku.

"Permisi, aku adalah wali Park Jimin..." saat masuk aku 'menahan' salah satu petugas polisi, memberitahu jika wali Jimin adalah aku.

"Silahkan ikuti saya." 

Aku duduk di samping Jimin, ada beberapa hal yang harus ku urus karna mahluk di sampingku ini. 

"Baiklah Pak, terima kasih banyak." Ku bungkukkan diriku, Jimin? Ku paksa membungkuk, dia keliatan kesal. Kami berdua keluar dari kantor polisi,di depan kantor Jimin  memarahiku 
"Kau! Kenapa seenaknya membuatku bungkuk hah! Dia tadi tak pantas ku hormati karena  menangkap ku dan menuduhku sembarang." ucapnya berapi-api.

"Park Jimin ah ani, Pangeran Jimin, kau belum menyadari kau ada di mana?" Aku berjalan ke depannya kemudian menaruh tanganku di pundaknya, "Kau tak sedang berada di zamanmu, kau bukan seorang Pangeran di sini." Ku berikan tatapan  -Kau-tak-ada-apa-apanya- dan sebuah smirk.

Kulihat wajahnya memerah, bukan pertanda malu, tapi lebih tepatnya marah, sangat marah. "Sudahlah, kau tinggal di rumahku saja dulu." Kupanggil dia ke atas motor, menurut tapi seakan  terpaksa.

---

Setelah masuk ke rumah, Jimin terlihat memandang aneh barang-barang di disini. Meneliti satu persatu hal baru untuknya. Jimin mengambil handphone "Apa ini?" 

"Itu namanya handphone, teknoogi yang belum ada pada jamanmu, mungkin." Jimin mengangguk, dia melanjutkan kegiatan eksplorasi terhadap rumahku. Bagian lucunya adalah ketika Jimin berteriak kaget, reaksinya sungguh membuat terhibur.

Aku duduk di sofa, memerhatikannya kembali ,"Bagaimana? Kau sudah puas melihat barang-barangku?"  dia berdehem dan ikut duduk di sampingku, "sekarang ku percaya jika ini memang bukan zaman Joseon..." Dia menggantung ucapannya, tampak memerhatikan langit-langit, "Apa yang ku harus lakukan? Akan sangat susah menyusuaikan kebiasaan ku di sini." Andai dia tahu kenyataan bahwa bukan kebiasaan yang sulit, tapi mencari uanglah yang sulit.

"Jimin?"

"Iya?" Jimin berbalik ke arahku.

"Mencari uang lebih sulit ketimbang mengubah kebiasaan yang tak terlalu jauh."

Berbicara soal mencari uang, apakah akan kubiarkan Jimin hidup numpang secara gratis? Jawabannya tentu aja TIDAK. Tapi untuk sekarang aku belum  menemukan hal yang cocok untuknya.

"Kau tak bisa makan, minum, mandi bahkan buang air jika ak memiliki uang." 

Jimin sedikit dengan dua perkataan terakhir,

"Di tempatku, makan dan minum memang tak gratis..." Jedanya "tapi, untuk mandi dan buang air itu gratis." Aku tertawa melihat wajah terkejutnya. Diliat-liat dia imut juga. 

Imut, ganteng.. akhir-akhir ini para wanita mengincar laki-laki seperti Jimin.

"Bagaimana caraku kembali?" Jimin berguman pelan, meski begitu tetap dapat ku dengar. Wajahnya lesu, di mana Park Jimin yang mengesalkan, huh?

"Yak! Jangan memasang wajah seperti itu!" Aku tak tega, "Menjijikkan!

"APA? KAU MENGATAIKU "MENJIJIKKAN"?" Nah, ini sifat yang harusnya dia selalu tunjukkan.

---

Agak lama Jimin mengomeliku tapi tak ku dengar, percuma, masuk telinga kiri keluar telinga kanan. "Sudah puas ngomelnya, Jimin-ssi?" Dia menghentikan kemudian memandangku, "Sebaiknya kita pikirkan apa pekerjaan yang bagus untukmu." 

 Baju Jimin sangat khas seorang pangeran, baju seperti ini sering kulihat dalam drama-drama. Hahh sifat Jimin dan akutakutnya akan menyebabkan kegaduhan.

Ganteng...em, remaja dan wanita dewasa tampaknya akan dengan mudah ditarik perhatiannya jika memiliki wajah layaknya Jimin. 

"Jimin, mau jadi kasir di cafeku?"

TBC 

GCCITHTH IN YOUR AREAAAA INI PART FULL HERA POV YASH 

Prince Of Mochi ; Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang