AUTHOR POV
Pagi harinya kyungsoo terbangun dengan lelah ditubuh yang sudah tidak ia rasakan, dia melihat layar ponselnya lagi. tidak ada pesan dari jongin, dia mulai kahwatir.
Kyungsoo menekan klayar ponselnya untuk menghubungi jongin—tidak tersambung.
“Ada apa dengan jongin?” gumam kyungsoo. Dia beranjak dari tempat tidur untuk mandi dan berangkat kerja, “Nanti aku temui jongin disekolah saja.”“Kyung, nanti setelah pulang kerja. Segeralah pulang, ayah dan ibu mau pergi kerumah nenek” kata ibu pada kyungsoo.
“Memangnya kenapa kyung harus pulang cepat?.”
“Bantu ibu berkemas, mungkin ibu akan lama disana.”
“Ayah juga?.”
“Iya kyung, ayah mengambil cuti satu minggu. Nenek kondisinya sedang tidak baik. Ayah takut terjadi sesuatu pada nenek.”
“Baik yah.”
“Jaga adikmu, jangan bertengkar.”
“Iya yah.”Selama bekerja kyungsoo selalu menatap layar ponselnya, menunggu balasan dari jongin atau pesan dari jongin. Entah mengapa hatinya tidak tenang, “Aku coba hubungi jongin saja.” Gumamnya, dia menekan-nekan layar ponselnya untuk menghubungi jongin. “Tidak tersambung? Apa dia lupa mengcharge ponselnya? Nanti coba kutemui sepulang sekolah.” Kyungsoo menyimpan ponselnya lagi.
“Chan, nanti tidak ada jadwal meeting sore dan semua berkas untuk meeting minggu depan sudah aku selesaikan. Boleh aku pulang lebih awal?” Tanya kyungsoo pada chanyeol yang sedang menikmati secangkir kopi hangatnya yang dibuatkan oleh kyungsoo.
“Apa ada sesuatu yang penting?” Tanya chanyeol setelah menyeruput sedikit kopinya dan memandang kyungsoo, tidak biasanya dia meminta ijin pulang cepat jika tidak begitu penting.
“Ehm, tidak juga. Aku hanya lelah dan ingin segera pulang.” Bohong kyungsoo, dia tidak mungkin mengatakan jika akan menemui jongin saat pulang sekolah, bukan?. Tentu tidak! Apa yang akan chanyeol pikirkan tentang kyungsoo jika memberitahunya.
“Baiklah. Kau harus beristirahat karena mulai pekan depan akan banyak kegiatan. Oh iya ada meeting dichina pekan depan dan presdir kim memintamu menemaninya.”
“Tidak bisakah yang lain?.”
“Tidak!.”
“Mengapa presdir tidak mengatakan sendiri padaku?.”
“Entahlah. Presdir sedang sibuk mungkin.”.
.
.
Benar saja, kini kyungsoo sudah berdiri didepan gerbang sekolah jongin. Lebih tepatnya dia bersembunyi dibalik dinding pagar gerbang sekolah disisi kanan. Sudah banyak siswa berhamburan dan berebut jalan untuk segera pulang atau sekedar meninggalkan sekolah yang penuh dengan kepenatan tugas belajar, kyungsoo memperhatikan satu-persatu siswa yang lewat. Dia mencari sosok jongin.
Lama
Lama
Cukup lama kyungsoo mencari, hingga kini mungkin sekolahan sudah mulai tidak ada siswa disana. Hanya beberapa yang terlihat masih setia mondar-mandir disekolahan.
“Jongin!” seru kyungsoo ketika sosok jongin berjalan cepat melewatinya ketika dia sedang tidak fokus. Kyungsoo berlari kecil menyusul jongin yang berhenti karena merasa dirinya dipanggil, “Jongin! Kau baik-baik sajakan? Kenapa pes—“
“Untuk apa nuna kesini” potong jongin dingin, bahkan dirinya tak berbalik untuk menghadap kyungsoo yang berdiri dibelakangnya.
“Ah, aku—kenapa kau tidak membalas pesanku dan—“
“Apa itu penting?.”
“Aku kahwatir terjadi sesuatu padamu jongin” lirih kyungsoo, dia merasa nyalinya menciut karena tidak biasanya jongin bersikap dingin padanya.
“Hh?” jongin berbalik, kali ini manik matanya menatap kyungsoo tajam. “Kahwatir?” jongin tertawa remeh.
“Yah, aku takut terjadi sesuatu padamu. Ah tapi syukurlah, kau tidak apa-apa.”
“Nuna mengkahwatirkanku? Untuk apa? memangnya nuna ini siapa?” Tanya jongin dengan menahan amarah dihatinya mengingat perkataan kyungsoo kemarin.
“jongin?.”
“Bukankah aku ini hanya anak kecil yang tidak pantas untuk nuna.”
“Maksud—mu apa jongin?” kyungsoo bingung namun hatinya sedikit tersayat oleh perkataan jongin.
“Bukankah, nuna memang tidak memiliki perasaan padaku? Nuna tahu bukan aku menyukai nuna? Jadi kumohon berhentilah mengkahwatirkanku, berhentilah bersikap baik padaku—jika nuna tidak menyukaiku.” Jongin menekankan pada kalimat terakhir agar kyungsoo benar-benar mendengarnya. Kyungsoo masih terdiam tidak bereaksi apapun. “Jadi mulai sekarang jangan temui aku, aku tidak ingin melihat nuna!.” Jongin berbalik dan berjalan begitu saja meninggalkan kyungsoo yang berdiri mematung.Kata-kata jongin barusan begitu tepat menusuk hati kyungsoo. Sakit — Pedih — airmata kyungsoo jatuh begitu saja, dadanya begitu sesak membutuhkan asuapan oksigen segera. Dia jatuh terduduk ditanah, kakinya lemas. Matanya masih memandangi punggung jongin yang pergi menjauh darinya, “Jongin.”
“Unnie!” seru luhan berlari menghampiri kyungsoo yang terduduk lemah ditanah, “Unnie? Kenapa disini? Unnie, baik-baik saja?” luhan memperhatikan wajah kyungsoo yang sudah berlinang airmata, kyungsoo menangis tanpa suara. Luhan membantu kyungsoo berdiri, “Sehun bantu aku” pinta luhan pada sehun yang sejak tadi bersama luhan, walaupun badan kyungsoo kecil namun tetap saja luhan tidak kuat menopang tubuh kyungsoo yang lemas.
“Lu~” lirih kyungsoo.
“Apa terjadi sesuatu, unnie?” Tanya luhan, namun hanya mendapat gelengan kepala dari kyungsoo.
“Kita bawa nuna pulang dulu saja lu. Akan kupanggil supirku kemari.” Sehun mengeluarkan ponselnya dengan tangan yang masih menopang kyungsoo.Setelah butuh perjuangan yang cukup berat membawa tubuh kyungsoo pulang, dan pada akhirnya memang sehun harus membopong kakaknya luhan itu. Mengenaskan — kyungsoo terlihat mengenaskan, kini dia sudah berbaring ditempat tidurnya.
“Unnie?” Tanya luhan lagi karena dia kahwatir melihat kyungsoo menangis tanpa mengeluarkan suara dengan atatapan kosong.
“Lu—“ tangis kyungsoo pecah, dia memeluk luhan. Luhan membalas pelukan kyungsoo, mengusap lembut punggung kyungsoo, “Apa aku salah?.”
“Salah?.”
Kyungsoo mengangguk samar, “Jongin—“
“Ada apa dengan jongin? Apa dia melakukan sesuatu pada unnie?.”
“Tidak” kyungsoo menggeleng.
“Lalu?.”
“Jongin membenciku.”
“Apa unnie melakukan sesuatu pada jongin?.”
“Mungkin, tapi dia marah dan tidak ingin melihatku lagi.”
“Lalu?.”
Tidak ada jawaban dari kyungsoo, hanya sebatas itu cerita yang diterima luhan dan sehun tentunya yang sejak tadi menemani luhan untuk menenangkan kakaknya. Setelah lelah menangis, kyungsoo tertidur. Sehun berpamit untuk pulang, “Lu, aku pulang dulu ya. Jika butuh sesuatu hubungi aku.”
“Baik hun.”
“Tidak usah kahwatir pada nuna. Nanti kutanyakan pada jongin yang sebenarnya terjadi” kata sehun untuk menenangkan kekasihnya itu karena terlihat sekali kahwatir dengan keadaan kakaknya. Sehun mengusap lembut rambut gadis yang menjadi kekasihnya selama satu bulan itu. Luhan mengangguk dan tersenyum, “Terima kasih.”Setelah sehun pulang, luhan kembali kedalam rumah. Berganti pakaian dan melihat kakaknya yang tertidur dikamar, dia duduk disamping kakaknya menatap wajah sedih kakaknya itu. “Unnie menyukai jongin, bukan?” lirih luhan sambil terus mengusap lembut surai rambut kakaknya. “Tapi unnie gengsi.” Luhan tersenyum, dia ingin menertawakan kakaknya itu tapi dia takut terkena karma karena telah durhaka pada kakaknya.
“Huh” luhan menghela nafas, dia merasa iba pada kakaknya yang memang ia rasa menyukai jongin. Keduanya terlihat dekat, sesekali luhan melihat kakaknya itu sedang bersama jongin. Awalnya luhan tidak begitu suka karena usia keduanya yang terpaut sangat jauh. Tapi melihat perubahan pada kakaknya luhan berangsur tak mempermasalahkan kedekatan keduanya, “Jika sudah begini, unnie tahukan bagaimana rasanya kehilangan. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan unnie dan jongin. Tapi aku tahu jika kalian sama-sama saling menyukai tapi entahlah siapa disini yang tidak peka. Atau mungkin jongin juga terlalu takut jika perasaannya tidak terbalas jika mengatakannya pada unnie.”
"Atau memang unnie yang terlalu gengsi untuk mengakui perasaan unnie?." gumam luhan tersenyum kecil menatap wajah kakaknya yang terlelap tidur. "Kuharap unnie tidak terlambat untuk menyadari ini semua. Semoga jongin bersabar untuk unnie." luhan mengecup singkat kening kyungsoo dan meninggalkan kamar kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bronies (Brondong Manies)
Romance"Iya kyung, mau sampai kapan kau akan terus seperti ini? Ibu sudah ingin menggendong cucu seperti Bibi Kang tetangga kita" itu ibuku yang berucap. Entahlah, ibu selalu mengatakan ingin memiliki cucu dengan memaksaku segera me-ni-kah. Huh, kenapa ibu...