Sebelum membaca kisahku, kuharap kalian jangan pernah berpikir bahwa ini kisah yang normal. Misalnya aku seorang anak juragan minyak, hidup sebagai playboy dan seterusnya. Intinya mungkin kalian akan menemukan beberapa keanehan disini tapi yah nikmati saja. Dan aku sudah memperingatkan bahwa ini bukan kisah normal.
Perkenalkan namaku Surya, remaja berumur 16 tahun yang hidup di Kebumen, suatu daerah di Jawa tengah, untuk menyambung hidup aku mencopet-sudah kuperingatkan ini bukan kisah yang normal-setiap hari aku mengitari pasar Sruni dan mencari kesempatan mencari handphone, dompet atau apapun yang dapat dijual ke pasar malam.
Siang itu aku berjalan sudah lebih dari lima belas menit aku mengintai targetku, seorang gadis yang rambutnya dikuncir kuda, ia mengenakan hoodie merah muda dipadu celana jeans dan sepatu vans. Sesaat sebelum aku mengambil dompetnya dari arah berlawanan seorang pria paruh baya mencopetnya terlebih dahulu.
"Wah gak boleh nih!," pikirku.
Saat pria tersebut melewatiku, tiga detik kemudian dompet sudah berpindah tangan.
Kalau kalian berpikir. "Aduh Surya apa yang orang tuamu akan lakukan ketika tau anaknya seorang pencopet?."
Kawan, ada detail penting yang perlu kuberitahukan pada kalian. Aku bahkan hingga kini masih belum tahu mengenai orang tuaku. Saat bayi aku ditemukan di got. Lantas ditemukan oleh gerombolan anak punk yang lantas menamaiku Surya.
"Hei lihat ada bayi di Got!." Ujar si A
"Wah kasian ia pasti belum punya nama." sahut si B. "Apa ya nama yang cocok untuk seorang bayi yang berlumuran lumpur dan tahi?."
"Bagaimana kalo Surya?." Usul si C
"Wah nama yang indah!," jawab A. "semoga ia akan bercahaya lumpur dan tahi saat dewasa."
Kembali ke inti cerita. Setelah dompet kupegang aku bisa saja berjalan dan menurutku uang didalamnya bisa untuk aku hidup selama tiga bulan-efek terlalu sering mencopet-aku menghampirinya seraya menepuk pundaknya ia menoleh dan ekspresinya kentara sekali, mau muntah.
Tanpa berpikir panjang kuserahkan dompetnya sebelum ia teriak-teriak minta tolong. Ia hanya melongo seakan tak percaya sebelum semakin rumit aku meninggalkannya. Beberapa langkah kemudian seseorang memegang pundakku.
Aku menoleh rupanya gadis itu, aku melemparkan ekspersi 'apa' dan ia langsung menunjuk ke arah warung bakso.
¢=]=========>¢=]=========>
Semenit kemudian kami berdua duduk dan di dalam warung sedangkan gadis itu melambaikan tangannya dan memberi isyarat 2. Meskipun warung dalam keadaan ramai tak ada satupun pelanggan yang mendekati meja kami. Mungkin karena terlalu kontras. Seorang gadis jelita berpenampilan menarik dan seorang pemuda berpenampilan lusuh, lebih mirip seperti gadis yang mau digendam atau apalah.
"Terimakasih," ujarnya. "Sudah menemukan dompetku."
"Sama-sama," jawabku. "Dan ngomong-ngomong baksonya enak." lanjutku sambil menelan pentol bulat-bulat.
"Siapa namamu?," tanyanya padaku sambil memakan baksonya perlahan.
"Surya," jawabku. "Seperti nama merk rokok tapi dengan S besar didepannya."
Ia hanya manggut-manggut, aku lupa bertanya namanya karena aku terlalu fokus menggasak baksoku. Semenit kemudian aku selesai menggasak bakso berserta es tehnya.
"Jadi siapa namamu?," ujarku seraya memasukkan garpu dalam celanaku.
"Lia," jawabnya.
Sebelum Lia menghabiskan bakso dan es tehnya dari luar warung terdengar teriakan.
"Itu dia!," teriak seseorang berpakaian serba hitam. "Tangkap nona jangan sampai lepas!."
Tanpa memahami apa yang terjadi Lia menarik tanganku seraya menaruh uang 50 ribu di atas meja, kemudian kami lari sekuat tenaga dan alangkah sayangnya bakso dan es teh miliknya.
Jika kalian berpikir, "Hei Surya! Bagaimana rasanya ditarik oleh seorang gadis cantik?", aku tidak paham, karena aku masih ingin makan bakso itu. Dan jika kalian bertanya, "Hei bung, kenapa kau dikejar oleh dua orang berotot yang berpakaian serba hitam?", jangan tanya aku, dan aku masih ingin minum es teh lezat itu.
Lia membawaku (baca menyeretku) ke sebuah gang yang mengarah ke sebuah kebun atau sawah. Aku masih tidak paham. Tapi kentara sekali gadis ini sama sekali tidak peduli. Akhirnya kami bersembunyi dibalik tumpukan jerami eh bukan maksudnya di balik tumpukan padi.
Lia terlihat ketakutan, wajahnya pucat dan aku bisa melihat ia berkeringat. Ia sebisa mungkin menahan nafasnya.
Kami menunggu.
Hening.
Lia melirikku. "Menurutmu mereka sudah pergi?" ia berbisik sangat pelan.
Aku mengangkat bahu. kemudian memberanikan diriku untuk mengintip keluar. Dua pria mengerikan itu baru saja pergi ke arah yang salah. Aku membuang nafas lega. Sejak kapan aku menahan nafas ya?
"Mereka sudah pergi..."
Seketika Lia menghela nafas. Kami terdiam. Tidak, tidak ada suara jangkrik atau lagu-lagu India. Ini. Sepi. Banget.
Aku berdeham, berusaha memecah keheningan. Aku menoleh menatap Lia.
"Kau berhutang penjelasan padaku..."
Lia terkekeh pelan. "Kurasa begitu...." katanya lirih.
Oh ya ampun. Kurasa aku tidak ingin mendengar penjelasannya. Itu karena ada masalah yang lebih besar lagi.
Pintu gubuk di depan kami berdua mulai terbuka dengan mengeluarkan cahaya emas kemilauan.
Oh... Ya Ampun....
To be Continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
Surya : The South Sea Queen Trident
Adventure#81 dalam aksi 07072018 #172 dalam petualangan a 07072018 #217 dalam Komedi 07072018 Surya, seorang remaja yang ditemukan di got saat masih bayi, ia hidup sebagai pencopet di Jawa Tengah. Namun suatu ketika, setelah ia mencopet seorang gadis dan ter...