Prologue

825 29 0
                                    


[ Sat, 12 : 34 PM ]

Tidak ada suara apapun, senyap. Padahal siang hari dan weekend.
Ia kembali memperhatikan dengan seksama ponsel layar sentuh itu.

Menarik nafas panjang, mengalihkan pandangan sejenak dari ponsel. Menarik nafas kembali dan menatap ponsel itu dengan ragu. Ia terlihat bingung.

Ia beranjak dari Track Arm Sofa berwarna Snow White, meninggalkan ponsel itu di meja kecil tak jauh dari sofa. Ia berjalan perlahan menuju arah dapur. Sekedar untuk mengambil air dingin yang sudah diteguk beberapa saat yang lalu. Seteguk air dingin membuat pikirannya lebih tenang.

Terdengar suara ponsel berdering dari ruang tamu tak lama dari itu. Ia bergegas sebelum panggilan itu berakhir.

I'll let you set the pace
Cause I am not thinking straight

Terdengar alunan merdu dari Ellie Goulding menggema. Ia bergegas sebelum panggilan tersebut berakhir dan melihat caller id, tertera nomer panggilan masuk yang sebelumnya sudah dihubungi.

Semoga benar pemilik nomer itu adalah Doussa Julian Skceca.

"Halo," terdengar suara lelaki bernada bass, sangat tenang dari seberang sana.

"Tuan Doussa Julian Skceca, benar?" Ada sebuah kebahagiaan di wajahnya.

Ia tersenyum puas begitu mendengar sebuah kata dengan nada bass dari teman masa lalu itu. Ia menyandarkan tubuh di sofa kesayangannya. Menarik nafas perlahan sebelum berbicara kembali dengan teman lama itu.

"Erchan Pradana, Galillea Scope High School, do you remember?"

"Are you kidding me? Dari mana saja selama ini, San." Suara Julian terdengar lebih hangat dan bersahabat.

Ternyata Julian tidak lupa dengan Erchan. Wajah Erchan tak henti-henti tersenyum manis ketika mendengar suara bass Julian. Terlihat kerinduan yang mendalam dalam diri Erchan. Terlebih suara Julian yang kini terdengar sangat seksi. Ia sangat penasaran dengan rupa Julian saat ini.

Mereka berteman ketika bersekolah di Galillea Scope. Julian sosok penuh wibawa, sangat dewasa melebihi Erchan, dan teliti. Sekilas ia hanyut dalam nostalgia masa lalu mereka berdua.

Mereka larut dalam obrolan panjang penuh haru, hingga akhirnya Erchan mengutarakan maksud tujuan menghubungi Julian.

"Julian, aku butuh sekretaris di sini, kamu mau kan?"

Ada jeda yang cukup panjang sebelum Julian memberi tanggapan tentang tawaran Erchan. Ia tidak ingin memotong pembicaraan, ia menunggu hingga Julian memberikan tanggapan. Ia khawatir jika sedikit mendesak, Julian mungkin saja mengurungkan niat untuk bergabung bersamanya.

"Apa kamu sudah menikah?" Erchan memecahkan keheningan dan menebak jalan pikiran lelaki 25 tahun itu, kalau saja Julian sudah menikah mungkin akan jadi pertimbangan khusus untuk Julian.

"Belum, aku belum menikah," sahut Julian tidak berselang terlalu lama.

"Apa kamu ada masalah Julian?"

"Sejujurnya aku sudah mendirikan perusahaan, aku senang sekali mendapatkan tawaranmu, dude."

"Maaf, aku tidak tahu, Julian. Kamu abaikan saja pernawaranku."

"Aku akan serahkan perusahaan ini kepada Margo, aku akan segera menghubungimu kembali." Julian tidak memberikan kepastian saat ini. Jawaban masih tidak jelas antara menyetujui atau menolak.

Erchan hanya bisa menunggu tanggapan dari Julian. Sejujurnya Erchan terlihat sedikit kecewa. Sangat tidak menguntungkan Julian untuk bergabung bersamanya. Julian bahkan tidak akan mendapat benefit khusus jika harus bergabung bersamanya. Hanya rasa iba-lah yang mungkin terpikir jika Julian benar-benar bergabung bersamanya.

Bagaimana ini, ia terlihat kecewa tetapi ia juga merasa berdosa jika Julian sampai bergabung dengan Erchan. Sangat banyak pengorbanan Julian hanya demi tawaran Erchan. Haruskan Erchan kembali menghubungi Julian dengan mengatakan bahwa posisi itu sudah tidak ada lagi. Bagaimana jalan terbaik.

888

Erchan Note's

Sebenarnya ingin membuat Author Note,
Ya, bagiku Erchan adalah interpretasi diriku sendiri dalam cerita ini
Erchan berbuat seperti mauku
Dan aku dipengaruhi oleh seorang Julian.
Mukyaaaa........

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang