Ya, aku cantik! Apalagi namaku Putri, bukan Imas atau Euis, itu nama adik dan kakakku. Aku paling cantik dari semuanya, namaku, wajahku, mungkin Bapak sangat sayang kepadaku sampai ia menamaiku Putri. Kata Putri dalam hati.
Putri mengamati dirinya dicermin dengan memakai baju pinjaman dari teman kerjanya, dia terihat sempurna dengan gaun brukat hitam meskipun tanpa hiasan apapun diwajahnya.
Dia tidak boleh kalah saing dengan Iceu anak bibinya yang seperti ingin bersaing dengannya, setiap ia punya sesuatu pasti Iceu mau, setiap ia beli sesuatu pasti besoknya Iceu beli. Putri tidak suka jika nanti ia tidak lebih cantik dari Iceu. Putri ingin dia lebih dari siapapun termasuk sepupunya sendiri.
"Teh, ada nikahan saudara, dandanin Putri ya!? "
"Iya, boleh kok Put, nanti teteh bawain alat make up nya. "
Beruntung Putri punya teman kerja yang bisa membantu dirinya untuk mempersiapkan penampilannya nanti.
"Bajunya punya? " tanya Wini.
"Mau pinjem, boleh kan? " tanyanya, teman kerja yang ada disebelahnya hanya mengangguk. Ini kali kedua Putri meminjam baju miliknya.
"Teh? Tanyanya memastikan jika Wini tidak keberatan.
"Iya boleh. " serunya menggoda Putri.Hari itu tidak banyak yang membeli parfum, Putri bekerja di toko parfum itu hampir setahun, toko kecil dengan gaji yang lumayan, meskipun begitu banyak yang harus Putri pikirkan selain membeli baju atau tas, dia harus berhemat mengingat Mama dan dua adiknya yang masih kecil harus dibiayai karena bapaknya sudah meninggal hampir dua tahun yang lalu.
*****
"Pokoknya aku ingin kayak teh seila, juga lebih cantik dari Iceu" Putri lebih cerewet dari biasanya, dengan tegas Wini memegang kedua pipi Putri berharap orang yang sedang ia dandani diam untuk sebentar.
"Iya-iya Put. " untunglah Wini hari itu lebih sabar dari biasanya.
Seila adalah tetangganya Putri, ia sangat menyukai Seila dan berharap menjadi Seila, pokoknya dia harus seperti Seila, rambut panjang, alat make up yang lengkap, baju, tas, sepatu Bagus dan bekerja di sebuah supermarket, sepertinya itu keren, pikir Putri, tapi apa daya dirinya hanya lulusan SMP, lulusan SMP di daerah pelosok yang jauh kemana-mana. Termasuk jauh dari alfamart dan indomaret.
"Teh si Iceu mah, pake baju ke undangan gak pernah ganti, yang itu lagi yang itu lagi. " cerita Putri. Mendengar itu Wini hanya tersenyum, bagaimana tidak, Putri sendiri lebih parah, meminjam baju miliknya, pikir Wini, tapi ia lebih memilih diam dan tersenyum, memaklumi apa yang dikatakan Putri layaknya ia memaklumi adiknya sendiri.
"Teteh aku cantik kan? " tanyanya lagi kepada Wini, hampir sepuluh kali setelah selesai didandani Putri meminta pendapatnya.
"Udah cantik Put, gak percayaan. " kali ini Wini habis kesabaran, ditambah lagi ada yang ingin membeli parfum.
Parfum yang ia jual memang parfum isi ulang, pembeli hanya cukup menyebutkan nama parfum yang akan dibeli, setelah itu Putri dan Wini akan mencari bibit parfum tersebut dari botol yang sudah diberi nama dari susunan rak dinding yang menempel, kemudian meraciknya dengan bahan lainnya.
Begitulah kegiatannya sehari-hari. Bekerja tanpa hari libur, jika tidak masuk berarti siap-siap saja upahnya akan dipotong. Tentu saja aturan seperti itu bukan dari pemerintah, aturan seperti itu dari pemilik toko tersebut, Bang Epul.
Bang Epul & Wini
Bang Epul baik sekali kepada Putri, bapak dari dua anak itu selalu baik kepada anak yatim, mungkin karena Putri anak yatim, jadi ia sedikit membedakan perlakuannya terhadap Putri dan Wini, Wini sedikit iri dengan apa yang dilakukan Bang Epul, karena dengan begitu Putri agak manja dan sedikit malas untuk bekerja.
Bukankah pekerjaan harus dilakukan secara profesional? Pikir Wini, selama ini ia selalu berusaha untuk bersikap dewasa, tapi ternyata banyak hal yang mempengaruhi emosinya dalam bekerja, termasuk bagaimana Putri selalu dijadikan TUAN PUTRI.
Tolong, jangan karena dia anak yatim, masih kecil dan berwajah malaikat, Bang Epul tidak memberikan kritikan dan nasehat yang membangun, bukan malah perlakuan memaklumi dan mengasihani.
Begitu pemikiran Wini saat ini. Tapi apa boleh buat selama ini dia hanya jadi antagonis dalam cerita.
"Put, nyapu atuh, kotor lantainya. " suruh Wini kepada Putri, saat itu lantai memang kotor, dan hampir setiap hari ia yang membersihkannya, hari ini ia ingin minta keadilan, giliran Putri yang menyapu.
"Jangan keras gitu dong sama Putri. " kata Bang Epul ketika mendengarnya.
"Atuh Bang, lantai kotor gini, dari kemarin gak disapu sama Putri, masa harus sama saya terus. " Wini protes.
"Gak apa-apa atuh, namanya juga Tuan Putri. " jawaban Bang Epul cukup membuat Wini gemas. Ah sudahlah.
Jika wajahmu menyelamatkan satu masalahmu.
Maka mempunyai wajah polos dengan kehidupan yang pilu untuk diceritakan adalah bentuk penyelamatan dari semua masalahmu.
Wini saat itu benar-benar kesal, tapi nalurinya sebagai kakak membuat nya lebih bisa menahan emosinya, meskipun terkadang setiap pulang ia harus uring-uringan kepada kakak dan adiknya.
"Si Putri selalu saja %¥*-*&**&¥#@@..."
*******
Putri sudah sangat siap dengan penampilannya, dia sudah sangat percaya diri untuk tegak dan mengangkat kepalanya.
Menjadi pusat perhatian adalah tujuannya, terutama tujuan utamanya yang ingin mengalahkan penampilan Iceu.
Mata Putri mengincar kursi pagar Ayu yang sudah dihias rapi beserta tenda kecil dan bunganya. Posisi sebagai pagar Ayu selalu menarik untuknya.
Kenapa? Untuk gadis kampung seperti dirinya, mengubah nasib dengan menikah dengan laki-laki yang mapan adalah impian keduanya setelah impian pertamanya yang ingin menjadi teh Seila.
Kalaupun Impiannya yang pertama belum bisa terlaksana, mungkin ini adalah salah satu usahanya yang ingin mewujudkan impian keduanya.
"Iceu kemana? " bisik Putri kepada Nenden yang masih saudaranya.
"Gak ada. " jawab Nenden ketika sedang didandani oleh asisten tukang rias di kamar pengantin, saat itu baru beberapa yang orang yang sudah dirias atau didandani setelah pengantin nya.
Untunglah hasil make-up Wini lebih baik dari tukang rias hajatan kali ini. Pikir Putri.
"Yah.. " ucapnya pelan, sedikit kecewa karena Iceu tidak datang.
"Nanti aku jadi pagar Ayu Juga ya. " serunya kepada Nenden.
"Iya, nanti bareng sama yang lain. " ujar Nenden.
Putri merasa dia lebih cantik dari siapapun, termasuk artis dangdut yang akan bernyanyi di panggung, dengan pengantinnya pun Putri bisa bersaing, apalagi bentuk badannya yang langsing dan wajahnya yang polos, membuat penampilan Putri semakin seperti malaikat atau Dewi dari kayangan.
"Put, hayu kita ke depan. " ajak nenden, nenden sudah siap dengan baju kebayanya, berbeda dengan Putri yang lebih terlihat memakai gaun, hanya saja kainnya memang berbahan brukat.
Terlihat sudah berjejer beberapa orang yang duduk di kursi pagar Ayu.
Penuh, layaknya seperti kelompok paduan suara. Putri menelan ludahnya. Pahit.
Tak ada satupun saudaranya yang mengajaknya untuk duduk disana, semuanya terlihat menginginkan posisi yang sama, berada di kursi pagar Ayu.
"Yah... Put, penuh " Nenden tampak kecewa.
"Heh kalian sini " ajak Bi Asiah.
"Aya naon (apa) bi?" tanya Nenden.
"Nen, jagaan (jagain) buah-buahan yah, Putri itu jagaan tempat Aqua. "
Putri pasrah menyusun dan merapikan Aqua gelas di atas meja, menyusunnya dengan susunan piramida. Dalam hati ia menangis, apalagi ada seorang Ibu-ibu yang tidak ia kenal mengatakan hal yang membuatnya ingin hilang dari sana.
"Masa udah cantik malah jagain aqua. " serunya membuat usahanya untuk tampil cantik semakin tidak berguna. Sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTRI PAGAR AYU (Sebuah Perjuangan hidup dan jati diri) on going
Teen FictionPUTRI ingin sekali menjadi pagar Ayu, itu salah satu cita-cita nya untuk menunjukan siapa dirinya, berharap menemukan laki-laki yang mapan dan baik yang bisa membuatnya terlepas dari beban hidupnya, terlebih lagi ia adalah anak yatim, meskipun lulus...