Bab 4

345K 16.3K 253
                                    


Bian mengamati istrinya yang sedang tertawa lepas bersama Mama dan adiknya. Tidak pernah dia melihat Tari seperti itu, tertawa. Biasanya perempuan itu hanya tersenyum, itupun sudah tidak pernah dia lihat lagi, semenjak satu pekan yang lalu. Apakah Tari berpura-pura bahagia saat ini, atau sungguhan? tanyanya dalam hati.

Laki-laki itu teringat ketika mereka sampai di lobi hotel tadi, istrinya terlihat gugup.

"Kamu cemas?" tanya Bian melihat Tari yang sedari tadi menggigit bibir bawahnya.

"A-aku ... nggak." Jelas sekali suaranya terdengar bergetar.

"Jangan khawatir, jalankan saja sesuai rencana," ucap Bian. "Kita datang, makan, lalu pulang."

Tari menghela napas, berusaha meredakan debar di dada. Dia hanya tidak mau keluarga Bian kecewa padanya. "Bajuku udah oke, kan?"

Bian menatap istrinya dari atas ke bawah. Harus dia akui, Tari tampil beda malam ini, mungkin karena gamis baru yang dipakainya. Ketika dia melihat pertama kali, matanya sempat melebar sesaat. Cantik, batinnya. Padahal perempuan itu tidak memakai riasan yang berlebihan.

"Oke," jawab Bian.

Mereka masuk ke lift menuju restoran di hotel tersebut.

"Kamu siap?" tanya Bian.

Tari mengangguk. "Insya Allah." Dia tidak mungkin berbalik arah dan pulang.

"Here we go .... "

Pintu lift terbuka. Bian meraih tangan Tari dan menggenggamnya pelan.

"Senyum," perintah Bian pelan saat mereka masuk ke restoran.

Tari mencoba menarik kedua sudut bibir yang terasa kaku. Dia tidak pandai berpura-pura seperti ini. Apalagi sentuhan Bian pada telapaknya membuat hati berdesir halus dan dada berdebar pelan. Bagaimanapun laki-laki itu adalah suaminya, wajar bila dia merasakan hal semacam itu.

"Tenang saja," ujar Bian seraya meremas pelan tangan istrinya. Dia berharap semua akan baik-baik saja.

"Gimana kerjaan?" tanya Papa, membuat lamunan laki-laki itu buyar dan mengalihkan pandangan. Mereka duduk di sebuah meja bundar besar, cukup untuk sepuluh orang. Di sebelah Bian duduk istrinya, lalu Kinan, mamanya, papanya, lalu Om dan Tante dari pihak Mama dan Papa. Di meja lain ada sepupu dan keponakannya. Jumlah mereka kurang lebih dua puluh orang.

"Alhamdulillah, Pa," jawab Bian.

"Tari, gimana bisnisnya?" tanya Papa.

"Alhamdulillah, lancar, Pa," jawab Tari seraya tersenyum semringah.

"Papa mau dong sampelnya, siapa tahu bisa masuk ke supermarket," ucap Papa.

Mata Tari melebar tidak percaya. Papanya Bian pemilik supermarket yang cukup ternama di kota ini, cabangnya juga tersebar di beberapa kota lainnya. "Benaran, Pa?" tanya Tari masih belum yakin.

"Kenapa, kamu nggak percaya?" tanya Papa.

Tari menggeleng, tidak pernah bermimpi produknya terletak manis di dalam showcase frozen food salah satu supermarket besar.

Bian menatap istrinya penasaran, dia tidak tahu apa-apa tentang bisnis yang dijalani Tari, well, tidak peduli sebenarnya. Tapi dia menjadi tertarik saat papanya menawarkan kerjasama bisnis. Papa bukan orang yang mudah ketika berkaitan dengan bisnis. Usaha apa yang dilakukan perempuan itu saat ini? tanya Bian dalam hati.

"Udah, udah, jangan ngomongin bisnis di sini," sela Mama. "Biarkan Tari menikmati makanannya."

"Sekalian nggak apa-apa, ya, Tari?" ucap Papa jenaka.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang