Naruto akan dipindah tugaskan ke Semarang. Entah sampai kapan, Hinata juga tidak tahu pasti. Yang Hinata tahu, pemindahan ini hanya bersifat sementara.
Hal ini membuat Hinata sedih sepanjang hari. Tidak akan ada lagi hari-hari di mana ia menunggu kereta di peron yang diterangi matahari 1000 watt bersama Naruto. Kejadian konyol di gerbong kereta pasti ada, namun tidak Hinata alami bersama pemuda kuning itu.
Dalam hati, Hinata bertekad untuk menyatakan perasaannya. Masa bodoh dengan anggapan orang lain mengenai perempuan yang nembak duluan. Kesempatan tidak akan datang dua kali, dan Hinata tidak tahu kapan ia dapat bersua dengan Naruto lagi.
***
"Lo kenapa, Bro? Lagi galau?"
Tepukan di bahu disertai dengan pertanyaan yang tiba-tiba dari Shikamaru membuyarkan lamunan Naruto. Entah mengapa pasca pemberitahuan transfernya, ia menjadi lesu. Padahal, pemindahan menjanjikan jenjang karir yang lebih baik, bahkan cepat dipromosikan ke tingkat manajerial. Untuk itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk Naruto bersedih hati.
"Nggak apa-apa," kata Naruto dengan santai.
Kenyataannya dia sedang apa-apa. Dia merasa akan ada yang kurang.
Tanpa mata indah itu.
Tanpa rambut panjang indigo itu.
Tanpa senyum manis itu.Sebuah ide gila melintas di benak Naruto.
"Hinata," panggil Naruto, "Akhir minggu, ayo kita nonton."
***
Naruto sengaja tidak pulang ke Bogor hari itu, pun Hinata. Mereka ingin mengadakan perpisahan di Jakarta. Selain ke bioskop, Naruto juga berencana membawa Hinata berwisata kuliner.
Pemuda kuning itu dengan gugup men- starter Vespa Piaggio merah miliknya menuju ke alamat yang diberikan Hinata via Whatsapp. Sebelum benar-benar melajukan kendaraannya, ia memastikan bahwa gelang etnik berwarna coklat untuk Hinata telah tersimpan rapi di dalam kotak, di dalam tasnya.
Menggunakan aplikasi GPS di ponselnya, Naruto menyusuri jalanan ibukota sambil bersiul-siul. Ia akan menjadikan hari ini hari yang tak terlupakan untuk Hinata. Bahkan, jika dapat, ia akan melegalkan hari ini sebagai hari jadian.
Rumah Hinata berada di daerah Menteng, yang dikenal sebagai kawasan elit di Jakarta. Sesampainya ia di lokasi, Naruto dibuat terkejut karena rumah Hinata adalah rumah gedongan. Rumah dua lantai yang besar dan mempunyai garasi yang luas. Garasi tersebut tidak kosong, melainkan dihiasi dengan, sebut saja, Mercedes-Benz S Class, BMW, hingga Ferarri.
Mobil segini banyak, batin Naruto, Tapi yang punya kena mabuk darat.
Dengan grogi, Naruto menekan bel.
Tak lama kemudian, seorang satpam membukakan pintu untuk Naruto.
"Sudah janji?"
"Sudah, Pak, dengan Hinata."
"Mas tunggu di teras ya, saya hubungkan dulu dengan Non Hinata," kata satpam itu seraya menekan nomor telepon.
Hah, batin Naruto mencelos, Sudah seperti gedung perkantoran saja.
Kira-kira Naruto perlu menunggu lima menit sebelum Hinata menyapanya. Hinata menggunakan celana berbahan jeans berwarna biru, kaus berleher bundar berwarna kuning yang bergambar kucing, dan rambutnya dikuncir setengah menggunakan kuncir rambut berbentuk kelinci. Gayanya seperti anak sekolah menengah walaupun umurnya sudah menginjak kepala dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peron Satu [COMPLETED]
FanfictionKamu mengambil ciuman pertamaku, lalu kau mengambil hatiku, melalui rangkaian pertemuan di Peron Satu. Spesial untuk memeriahkan #NHFD9 [DISCLAIMER] Naruto dan segala karakternya milik Masashi Kishimoto.