Pasukan Patah Hati

143 24 5
                                    


Malam itu, Seorang wanita terbunuh. samar-samar terlihat sebuah nisan bertuliskan nama seseorang yang tak begitu asing.

Aku menoleh keatas, wajah lelaki yang sedang berdiri memegang tongkat baseball mulai menjauh, semakin samar karena air dari langit tampak begitu menguasai gelapnya malam.

Semuanya tampak buram. Sebelum pandanganku menghilang, Aku mencoba melirik ke samping kanan. Mataku seperti mau copot melihat sosok yang tergeletak dengan darah mengalir diatas tanah merah. Tubuhnya tanpa kain, wajahnya terlalu hancur. Tapi rambutnya cukup memberiku petunjuk karena warnanya yang seperti bendera Indonesia.

Aku mencoba menyentuhnya, tapi karena gerakanku, lelaki yang tadi menjauh, tiba-tiba kembali dengan cara berlari, jantungku berdegup kencang, ia mengayunkan tongkat baseballnya ke arahku. Sebelum itu, petir sempat menyambar, menciptakan cahaya paling terang. Seluruh bagian tubuh si lelaki pemegang tongkat baseball ditampakan dengan jelas. Kemudian, benda tumpul itu menghantamku berkali-kali, seluruh tubuhku sakit, dan semuanya tiba-tiba berdenging........

DEG!!!

"Ugh-

Haahh..

hahh..

akh!"

Lelaki yang terlihat baru saja tersadar dari mimpi itu langsung terbangun duduk. Kasurnya sangat basah, sudah bisa dipastikan bahwa tubuhnya banjir keringat. Wajahnya pucat pasi, seperti orang mati, akibat terlalu terkejut atas kejadian apa yang menjadi bunga tidurnya malam ini. Mimpi yang terlalu realistis dan terlalu... mengerikan.

"Argh... Tuhan!"

Asa terkesiap saat rasa ngilu langsung berimbas ke jantungnya. Dan lebih menyakitkan saat rasa sakit itu menjalar cepat ke punggung dan seluruh bagian tulang. Tangannya mencengkram kaos putih dibagian dada kirinya dengan erat, seolah memaksa jantungnya untuk keluar saja dari dalam sana daripada hanya bisa menyiksanya terus menerus. Oksigen seolah sudah lenyap dari bumi bersamaan dengan peluh keringat yang terus keluar, yang mungkin juga akan mengikis lebih cairan yang ada di tubuh Asa. Lelaki malang itu sangat kesakitan. Tubuhnya dipaksa meringkuk diatas ranjang yang spreinya sudah berantakan. Cairan lain juga ikut keluar dari ujung matanya yang tampak memerah. Asa sangat disiksa oleh kondisi tubuhnya yang sama sekali tidak bekerja dengan benar, terutama bagian jantungnya. Bagian itu berdetak sangat kencang. Jika ia boleh melebih-lebihkan, di setiap detakannya menimbulkan rasa sakit setara dengan dikuliti hidup-hidup, tapi yang Asa rasakan memang begitu adanya.

Kakinya dingin, tangannya dingin, tubuhnya bergetar hebat.

Sambil merintih, menangis dan berdoa semoga nyawanya tidak terampas malam ini, Asa sempatkan melirik jam wekernya,

1:15

Dan Asa berdoa lagi, semoga itu bukan hitungan waktu kematiannya. Dan jika memang benar terjadi, maka dari sekarang Asa harus mulai melantunkan syahadat.

Namun di malam itu benar-benar tidak ada jiwa yang merenggang nyawa, Tuhan yang sangat baik masih memberinya kesempatan. Karena yang terjadi adalah Bundanya membuka pintu dan setengah berlari ke arahnya dengan wajah cemas, sebelum itu sang bunda sempatkan mengambil beberapa pil dari tas sekolahnya, lalu menyelipkan butiran obat itu di sela bibir milik Asa yang hampir membiru.

Setelah menelan semuanya tanpa bantuan air, lelaki itu terkulai begitu lemah di pangkuan si Bunda dengan damai, kembali ke alam bawah sadarnya diiringi kecupan sayang dari bibir wanita tangguh yang melahirkannya. Tanpa sempat menceritakan seluruh isi mimpinya. Tanpa sempat mengatakan apa yang terjadi.

<><><>

"Assalamualaikum! Bu, Abah mana?"

"Ngapain nyari Abah? Emang Kau liat si brengsek itu masuk rumah?"

EvanescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang