N

36 4 0
                                    

Ketika aku membuka mata, cahaya matahari masuk tanpa permisi, menghantam kedua bola mataku. Mengingatkanku bahwa hari ini aku harus segera bersiap untuk bekerja.

Kedua kakiku terasa seperti jeli, badanku terhuyung – huyung. Bagaikan dedauanan yang diterpa angin. Tubuhku melambai lambai tanpa sempat kukendalikan dengan benar. Begitu sampai di kamar mandi aku segera memuntahkan isi perut yang merangsek ingin keluar. Setelah diaduk – aduk selama perjalanan singkatku dari kamar tidur.

Sepertinya aku minum terlalu banyak kemarin. Katakanlah aku bodoh atau sejenisnya, pesta dengan ayam goreng, kentang goreng dan alkohol itu adalah hiburan singkat di akhir bulan yang aku sukai karena mereka gratis.

Yep, pesta penyambutan bos baru kemarin cukup meriah.

***

"Pagi See,"

"Pagi Monica!"

Satu lift dengan teman beda divisi yang paling cantik dan modis tidak membuatku merasa bersemangat. Rambutnya masih saja terlihat paripurna, padahal kemarin ia minum tidak kalah brutalnya.

"Nih, kau mau? Aku bawa dua," tawarnya ramah

Tangan kanannya mengambil sebotol obat pengar dari dalam tasnya yang yang berwarna pastel.

Bagus! Ini yang kuperlukan!

"Thanks!" ucapku singkat, menerima dengan senang hati dan menegak isi botol itu hingga habis tak bersisa.

Monica hanya tersenyum melihatku, duh! Sekarang efek positive vibe Monica yang selalu dibicarakan orang – orang baru terasa sekarang!

Ia seperti seorang malaikat! Ya! Kini aku yakin kalau Monica adalah malaikat yang turun ke bumi!

Lift berhenti di lantai 5 dan seorang pria dengan jas coklat gelap masuk. Matanya yang berwarna hijau kekuningan terlihat kontras dengan rambutnya yang berwarna hitam legam.

Perpaduan yang tidak pernah kulihat sebelumnya.

"Selamat pagi Pak Orion,"

"Selamat pagi Monica,"

Mereka saling sapa, dan ketika mataku dan mata Orion bertemu aku tersenyum dan ia membalas dengan senyuman juga.

Ah... sebenarnya aku juga ingin berterima kasih atas traktiran kemarin, namun kuurungkan karena takut masih ada jejak alkohol di mulutku.

Aku dan Orion berpisah dengan Monica di lantai 9. Tidak ada interaksi khusus, sikapnya tidak jauh berbeda dengan bos-manajer sebelumnya.

Dan tentu saja meski bos sudah berganti, beban kerjaku tidak juga berkurang, masih sama.

Aktifitas yang sama, padahal ada satu pemeran yang diganti.

"Hai Seele!"

Ventus langsung menyapa begitu aku duduk di bilikku. Aku memincingkan mataku begitu bocah gede itu menyapaku dengan namaku.

"Sudah kubilang jangan panggil aku Seele!" protesku

"Sorry! Tapi namamu itu bagus lho!" sahutnya,

Dasi hitamnya yang kepanjangan ia selipkan di saku baju. Rambuntnya kali ini lebih berantakan dari hari – hari sebelumnya. Ia cengar cengir di atas pembatas kubikel.

Yah, dia mabuk berat sih kemarin, kondisinya pasti lebih mengerikkan daripada diriku.

"Sudahlah, kau urus saja 'pekerjaan neraka'mu!" ucapku sambil mengibas – ngibaskan tangan.

Ventus mendengar ucapanku dan kembali ke kursinya.

Rutinitas yang sama, berulang, dan dalam jangka waktu yang lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Undefined Dream And RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang