Bab Satu...

39 6 6
                                    

Dewa siang mulai lelah. Perlahan, ia kembali ke tempat asalnya. Tergantikan oleh dewi malam yang mulai memancarkan pesonanya secara perlahan, terbang dengan tenang menghampiri bintang-gemintang.

Alfiyah melirik arloji putih yang melingkar indah dipergelangan tangan kirinya, pukul enam lebih seperempat. Sudah sejam lebih ia menunggu. Duduk di kursi sekitar air mancur balaikota yang menari-nari dengan riangnya. Bertemankan musik dari ponselnya dan ramainya kendaraan yang sedari tadi berlalu lalang. Berpondasikan kepercayaan akan cintanya yang ia yakini akan datang.

Alfiyah menghembuskan napas berat. "Mungkin masih macet" pikirnya. Ia mencoba untuk menghubunginya lagi, ini merupakan panggilannya yang kedua belas, namun masih tetap tak ada jawaban.

Waktu berlalu begitu lamban, arlojinya telah menunjukkan pukul setengah delapan. Kesabarannya semakin terkikis, jiwanya mulai lelah, dan kerongkongannya terasa sangat kering. Ia pun beranjak dari duduknya, lantas pergi dengan langkah gontai menuju supermarket di seberang jalan.

Langkahnya terhenti ketika retinanya menangkap sesosok lelaki yang sangat familiar dalam hidupnya tengah berjalan berdua dengan wanita lain yang tak ia kenali. Ia pun mengurungkan niatnya untuk mencari minum, lantas berlari membuntuti mereka. Ia menutupi kepalanya dengan hoodie putihnya layaknya seorang pengintai professional.

Mereka tiba di sebuah restoran elite yang cukup mewah. Alfiyah masih menahan dirinya untuk tidak menghampiri mereka, ia menunggu apa yang terjadi selanjutnya.

Mereka duduk di salah satu kursi dengan sebatang lilin merah yang dinyalakan di atas meja. Seorang pelayan berseragam menghampiri mereka dengan membawakan sebuah buku berisikan daftar menu, lantas pergi setelah mencatat apa yang mereka pesan.

Pelayan dengan seragam yang sama juga mengampiri meja Alfiyah yang berada di sudut ruangan. "Nanti aja, masih nunggu temen" ujar Alfiyah berbohong sebelum pelayan tersebut menyodorkan buku menu.

Alfiyah menghembuskan nafas berat, ia lebih memilih untuk menunggu dan melihat dari kejauhan, daripada harus menghampiri mereka dan membuat keributan. Ia harus sabar, setidaknya untuk beberapa saat kedepan.

Perasaannya seakan tersayat ketika melihat mereka bercanda ria, semakin sakit dan semakin sakit setiap detiknya. Sampai seorang pelayan yang sama datang dan menghentikan tawa mereka, kemudian meletakkan pesanan mereka di atas meja secara rapi.

Alfiyah telah mencapai batas kesabarannya, tangisnya pecah seketika saat melihat mereka berdua mulai saling menyuapi. Ia tidak mampu menahan dirinya lagi untuk tidak datang menghampiri mereka. Dengan hati yang terbakar oleh api kecemburuan, dan tanpa mempedulikan seluruh pengunjung restoran, ia menumpahkan segelas mikshake—yang tadi ia ambil dari nampan salah satu pelayan, yang mungkin sudah disiapkan untuk pengunjung lain—tepat di wajah Ivan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAND...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang