Bab 5

344K 15.3K 173
                                    

Tari melakukan aksi diam selama lima hari, sejak kejadian Bian meninggalkannya begitu saja saat di mal. Suaminya sama sekali tidak meminta maaf, tidak juga merasa bersalah. Mereka tidak pernah bertatap muka. Dia di kamar saat Bian berangkat kerja, begitu pula saat pulang kerja. Sama seperti sebelumnya.

Tapi pesan WA yang dikirim Ami tadi siang membuat dia harus menemui suaminya malam ini. Tidak peduli Bian capek sehabis pulang dari bekerja.

"Kita harus membicarakan kembali kesepakatan pernikahan," ucap Tari yakin.

Bian menutup kuap dengan tangan. Lima belas menit yang lalu dia baru pulang kerja, istrinya sudah meminta waktu untuk bicara. Dia mengganti baju dan terpaksa menemui Tari di meja makan walau tubuh lelahnya meminta istirahat. "Kenapa? Kamu ingin menambah sesuatu?"

"Tentang kamu bertemu dengan perempuan itu."

"Sarah?" Bian memastikan.

Tari mengangguk.

"Kenapa memangnya?"

"Aku ingin kamu berhenti menemuinya."

"Maksudnya?"

Tari menarik napas, dia tahu ini akan sulit. "Aku ingin kamu berhenti menemuinya."

Bian menegakkan tubuh, dia sudah terjaga sepenuhnya. "Aku tidak bisa." Tari tidak berhak melarangnya menemui Sarah.

"Kenapa tidak bisa?"

"Kenapa harus?"

Tari menghela napas pelan. Dia tidak suka harus berdebat seperti ini, andai saja ada penyelesaian yang lebih mudah dan tidak menimbulkan konfrontasi .... "A-aku hanya tidak mau ada anggota keluarga yang melihat kalian jalan berdua," ungkap Tari dengan suara melunak.

"Tidak akan. Kami selalu berhati-hati," jawab Bian. Mereka berusaha menghindari tempat yang ramai. Biasanya lokasi bertemu cukup jauh dari tempat kerja atau rumah.

"Ami melihat kalian di mal daerah Bekasi," ungkap Tari berusaha menahan sakit saat mengucapkannya.

Mata Bian sempat melebar sesaat, tapi dia langsung mengendalikan diri. "Ami, temanmu?"

"Ami, sahabatku," ralat Tari.

"Apa akan menjadi masalah?" tanya Bian sedikit khawatir.

Tari menghela napas. Sebenarnya tidak masalah, karena Ami sudah tahu semuanya. "Bukan itu poinnya. Bagaimana kalau lain waktu kalian bertemu dengan Mama, Papa, Pakde, Bude, Kinan, atau Aldi? Atau bertemu orang lain yang tahu kalau kita suami istri? Tentu mereka bertanya-tanya apa yang kamu lakukan dengan perempuan itu."

"Aku akan mencari alasan," elak Bian.

Tari mendengus pelan. "Kamu tidak bisa selalu mencari alasan, pasti akan terbuka suatu saat."

"Jadi kamu maunya apa?" Bian mulai kesal.

Aku mau kamu berhenti menemui dia! seru Tari dalam hati. Tapi kalimat itu hanya berhenti di kerongkongan. "A-aku .... " Dia menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku tahu kita menikah karena dijodohkan. Kamu boleh merasa terpaksa menjalani pernikahan ini, tapi aku tidak.

"Saat Pakde dan Bude memberitahu tentang rencana pernikahan, aku menerima. Bagiku mereka adalah pengganti orangtua. Insya Allah pilihan mereka baik untukku." Tari memberi jeda. "Aku menjalani pernikahan dengan sungguh-sungguh karena ini adalah ibadah. Tidak pernah aku merasa terpaksa menjalaninya." Mata Tari mulai terasa hangat.

"Aku tidak peduli dengan kesepakatan pernikahan yang kamu buat. Tapi kamu harus tahu. Aku punya keluarga yang harus dijaga nama baiknya. Aku tidak mau keluarga Pakde dan Bude tahu tentang kondisi pernikahan kita sebenarnya. Aku tidak mau mereka menanggung malu karena menjadi gunjingan orang-orang." Tari menyeka air matanya yang jatuh.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang