prolog

34 4 2
                                    

❆❆❆

Jam dinding telah menunjukkan pukul 10 pagi dan aku belum mandi. Sedari tadi Mama mengomeliku tanpa henti dan menyuruh mandi karena ia ingin aku pergi ke pasar untuk membeli sabun cuci piring. Ew, tidak. Di sana terlalu banyak aroma yang bercampur-aduk dan membuatku ingin muntah.

"Tiora, cepat pergi ke pasar!" Omel Mama untuk yang kesekian kalinya. Ia berdiri di hadapanku yang sedang duduk malas-malasan di depan televisi. Sorot tajamnya mengarah sempurna kepadaku selagi kedua tangannya sibuk memasukkan jarum pentul ke jilbab di bagian bawah dagunya.

"Mager, Ma," balasku sambil memutar bola mata.

"Gak ada mager-mageran. Bahasa apa itu mager, hah? Emangnya kamu lagi bikin pager?!" Sedetik setelah ucapannya terlontar, Mama langsung merintih kesakitan karena tanpa sengaja jarum pentulnya menyenggol kulitnya.

Aku terkekeh geli dan bangkit berdiri. "Sini deh, aku bantuin."

Tak butuh waktu lama, aku berhasil memasukkan jarum pentul ke dagu Mama. Eh, salah. Maksudnya ke jilbab Mama. Hehe.

"Mama kok rapih banget. Mau pergi, ya?" Tanyaku, memperhatikan pergerakan Mama yang kini sibuk memakai gelang kesayangannya. Gelang tersebut merupakan hadiah dari Papa dalam rangka ulang tahun pernikahan mereka yang ke-5 tahun.

"Iya, mau pergi sebentar ke rumah tetangga baru kita. Kamu cepetan mandi terus beli sabun cuci piring di pasar. Cucian piring udah numpuk banget di dapur tuh. Rumahnya juga jangan lupa dibersihin, oke? Mama pulang kondisi rumah harus dalam keadaan rapih. Dadaaa!" Mama melambaikan tangan, kemudian melangkah keluar rumah.

Di saat-saat seperti inilah aku merindukan kakak laki-lakiku, namanya Arthur. Ia kini tinggal di Yogyakarta karena urusan kuliah. Bisa dibilang, Kak Arthur jauh lebih rajin serta mandiri ketimbang diriku. Dan ia juga sangat pintar. Tampan. Bertalenta. Jago cuci piring. Pokoknya semua hal positif ada di dalam diri Kak Arthur.

Aku tidak tahu kapan ia akan pulang. Yang pasti aku menunggu kehadirannya untuk menggantikan posisiku dalam membersihkan rumah.

Getaran ponsel di saku celana menyadarkanku dari lamunan. Aku merogohnya dan terdapat satu pesan masuk dari temanku, Jihan.

Jihan: Jangan lupa dateng ke rumah gue jam 2. Bawa flashdisk gue sekalian. Awas sampe lupa. Gue getok palak lu.

Aku menghela nafas kesal usai membaca pesan masuk dari Jihan. Sebetulnya aku sedang tidak ingin berkunjung ke rumahnya. Tetapi aku sudah berjanji harus mengembalikkan flashdisk miliknya hari ini.

Dengan berat hati, aku segera mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke pasar. Ralat. Mungkin aku akan membeli sabun cuci piring di Indomaret. Aku tidak ingin mengambil resiko pusing sepulang dari pasar. Mungkin itu terdengar cukup berlebihan, namun itulah kenyataannya. Indera penciumanku termasuk tipe yang sensitif dan mungkin hampir sama dengan milik Roy Kiyoshi.

Aku menatap pantulan diriku di cermin sambil memberi sedikit polesan lip tint di bibirku. Sudah kewajiban bagiku sebelum pergi keluar rumah harus memakai lip balm dan juga lip tint. Pernah suatu hari aku terciduk Guru BK akibat lip tint yang kupakai terlalu tebal dan akhirnya lip tint milikku disita selama seminggu. Itu pun hanya boleh diambil oleh orangtua.

Kutengok keadaan cuaca di luar rumah. Hm, cukup cerah. Aku pun memutuskan berjalan kaki ke Indomaret yang jaraknya tidak terlalu jauh. Tak butuh waktu lama, aku akhirnya sampai dan langkah kakiku secara otomatis membawa diriku menuju rak sabun cuci piring. Mungkin karena terlalu bersemangat, aku secara tidak sengaja bertabrakkan dengan punggung seorang laki-laki. Tabrakkan itu lumayan keras hingga membuatnya terhuyung ke depan dan jatuh ke lantai. Bagian tidak kerennya adalah ia jatuh dengan posisi tengkurap.

Aku merutuki diri sendiri dengan memukul kepalaku tiada henti. Bola mataku memandang sosok laki-laki tak berdaya di depanku. Aku meneguk ludah sambil berharap semoga tidak ada hal mengerikan yang terjadi padanya, apalagi jika sampai harus operasi. Untuk menepis rasa bersalahku, aku pun berniat membantunya. Namun bola mataku melebar ketika melihat dua lembar uang berwarna biru di dekat sepatunya.

Astaga. Astaga. Astaga. Aku lupa bawa uang!

"Argh." Laki-laki itu secara perlahan menompa tubuhnya dan hendak bangkit berdiri.

Oke, tidak ada waktu lagi.

Jantungku kini tengah kalang-kabut tak karuan ketika aku memutuskan untuk mencuri uang laki-laki itu. Sepatuku dengan cepat menginjak uang miliknya dan kutarik kakiku secara perlahan agar kembali ke posisi semula. Hatiku berharap penuh kecemasan semoga ia tidak menyadari uangnya menghilang begitu saja.

"Kamu bisa bantu saya?"

Ucapan laki-laki itu seolah membantingku ke dunia nyata. Aku terlalu larut dalam kecemasan hingga lupa dengan niatku yang ingin membantunya berdiri.

"Eh, i-iya," balasku gelagapan. Aku segera membantunya berdiri dari belakang dan tentunya aku juga memastikan agar kakiku tidak berpindah tempat. Namun ketika ia membalikkan badan menghadapku, pada saat itulah jantungku seolah hendak melompat dari tempatnya. This can't be real. Aku sungguh tidak percaya bahwa laki-laki yang kutabrak ini adalah kakak kelasku sendiri.

"Kak Ehssan."

"Dek Tiora."

Suasana lengang sejenak. Kami saling menatap satu sama lain dengan ekspresi yang sama seperti sebelumnya. Namun akhirnya ia menyunggingkan senyum kepadaku, lalu terkekeh geli.

"Kamu mau beli apa sih? Kok lari-lari gitu. Untung saya yang jatuh, bukan kamu."

Reaksinya benar-benar di luar dugaanku. Ekspektasiku, ia akan memarahiku habis-habisan seperti kakak kelas pada umumnya. Namun faktanya berbanding terbalik. Aku memang tidak terlalu mengenal Ehssan, hanya sekedar tahu mana orangnya. Dan aku sedikit kaget ketika ia tahu namaku.

"Um, a-anu... Mau beli itu, K-kak." Aku terlalu grogi dan hanya bisa menyengir cengengesan sambil menunjuk asal. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari Ehssan.

Ehssan mengikuti kemana arah telunjukku. Sedetik kemudian ia mengangguk kecil dan tersenyum tipis. "Pantesan tadi lari-lari kayak orang kesetanan, rupanya lagi dateng bulan. Get well soon ya, Dek. Saya pamit pergi."

Aku hanya bisa melongo melihat kepergiannya. Ia bilang apa tadi? Datang bulan? Secara spontan, kubanting pandanganku mengikuti arah telunjukku yang masih mengambang di udara dan mendapati rak pembalut dengan berbagai merk. Astaga

❆❆❆

ini kali kedua aku coba bikin teen fiction. gimana menurut kalian? :/

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet CreatureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang