Kau adalah gadisku. Bahagiamu adalah bahagiaku. Tapi tangisanmu, itu kelemahanku.
***
"Cepat masuk ke dalam dan beristirahatlah." Taehyung mengusap lembut puncak kepala Ji Eun.
Ji Eun tersipu malu dengan apa yang dilakukan oleh Taehyung. Ia mengangguk sambil tersenyum lebar.
Taehyung kemudian memasuki mobil miliknya yang berwarna hitam. Sebelum benar-benar pergi, Taehyung membuka kaca mobil dan memberi kiss bye pada Ji Eun. Lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ji Eun memekik kesenangan di tempatnya berdiri, ia tersenyum-senyum mengulang adegan tadi di pikirannya.
Tanpa sadar, seorang laki-laki di ujung jalan sedang memperhatikan Ji Eun dengan pandangan nanar. Hatinya benar-benar panas melihat Ji Eun dengan Taehyung. Laki-laki tersebut yang tak lain adalah Suga, segera mendekat pada Ji Eun yang masih berdiri di depan rumahnya.
"Long time no see." Ji Eun tersentak saat mendengar suara yang dikenalnya dengan baik. Ia kemudian melihat ke arah di mana Suga sedang berjalan mendekatinya.
"Bagaima kabarmu?" lanjut Suga bertanya.
Ji Eun tidak langsung menjawab. Ia masih teringat tentang ucapan Taehyung yang menyuruhnya untuk tidak berdekatan dengan Suga, bahkan sekadar berbicara sekalipun.
Suga masih menanti jawaban dari Ji Eun. Setelah lama Ji Eun tetap diam, tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya. Bahkan Ji Eun tidak melihat Suga, pandangannya selalu menunduk atau menatap ke arah lain.
"Taehyung menyuruhmu menjauhiku, kan?" tebak Suga yang membuat Ji Eun menoleh padanya.
"I-iya, Yoongi. Maafkan aku," jawab Ji Eun gugup. Pandangannya terlihat penuh rasa bersalah pada Suga. Suga menghela napas pelan. Ia merasa tidak tega jika harus menghakimi Ji Eun seperti ini.
"Kita ke kafe seperti biasa, ya," pinta Suga dengan suara yang halus.
"Tapi ...."
"Hanya sebentar." Suga menatap Ji Eun dengan pandangan yang memohon. Akhirnya, Ji Eun mengangguk menyanggupi permintaan Suga.
***
Suasana tetap hening sejak sepuluh menit yang lalu. Cokelat panas serta kopi yang mengisi meja bundar di dalam kafe tersebut masih mengepulkan asapnya. Ji Eun masih menunduk sambil memainkan kedua jemarinya yang tertaut. Sementara Suga masih setia menatap gadisnya dalam jarak dekat.
"Sudah lama kita tidak duduk berdua sambil minum seperti ini. Sekitar satu atau dua minggu sepertinya."
Ji Eun mendongak saat mendengar Suga bicara. Dia benar, mereka sudah lama tidak melakukan rutinitas seperti ini yang biasanya dilakukan sepulang sekolah.
Ji Eun mengangguk kaku. Entah kenapa, setelah menjaga jarak dengan Suga selama beberapa waktu, kini ia merasa canggung jika bertemu laki-laki tersebut. Dalam hati kecilnya, Ji Eun juga merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan pada Suga.
"Kau tahu, semenjak kau menjauh, aku merasa ... tidak mempunyai siapa pun. Aku tidak punya seseorang yang selalu bersamaku ketika aku pergi. Aku selalu diam di rooftop, memakan sandwich buatanku sendiri, dan menikmati embusan angin lembut sendirian. Aku ingat saat melakukan semua hal itu bersamamu." Suga menghentikan kalimatnya. Ia benar-benar terlarut saat ini. Ia merasa rapuh saat kembali mengingat masa-masa bersama Ji Eun.
"Dan sekarang aku merasa senang saat bisa menikmati secangkir kopi hangat bersamamu. Sambil duduk diantara keheningan yang akhir-akhir ini selalu menemaniku," lanjutnya sambil tersenyum kecil. Sangat kecil, hanya Ji Eun yang dapat melihat senyuman tersebut.
Ji Eun benar-benar merasa bersalah. Penglihatannya memburam karena tertutupi oleh air mata yang menggenang. Sedetik kemudian, air mata tersebut jatuh membasahi pipinya.
Suga tercengang saat melihat Ji Eun menangis. Ia paling tidak bisa saat melihat gadisnya menangis seperti itu. Ji Eun adalah kelemahannya. Suga sadar akan hal itu. Karena itu ia selalu melakukan apapun agar gadisnya selalu tersenyum. Asalkan Ji Eun tidak menangis, Suga senang.
"K-kenapa kau menangis Ji Eun? Ada yang salah dengan ucapanku? Maafkan aku, Ji Eun. Maafkan aku." Suga menggeser kursi miliknya ke samping kursi Ji Eun. Kemudian memeluk gadisnya dengan erat.
Suga selalu melakukan hal itu saat Ji Eun menangis, entah karena hal apapun. Dalam keadaan seperti itu, Ji Eun selalu menyandarkan kepalanya pada pundak ataupun dada bidang milik Suga. Ia merasa nyaman saat berada dalam dekapan laki-laki yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama itu.
"Mianhae, Yoongi. Aku telah menjauhimu selama beberapa waktu. Maaf aku telah membiarkanmu sendirian tanpa teman. Membiarkanmu duduk di kafe dengan keadaan hening," cetus Ji Eun masih dalam pelukan Suga. Suaranya terdengar sendu karena bercampur dengan isakan tangis.
"Sudah, jangan menangis. Tidak apa-apa aku sendirian. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, aku baik-baik saja."
Suga mengusap pundak dan puncak kepala Ji Eun dengan lembut. Suara tangisan Ji Eun membuat hatinya terasa sesak. Lebih baik, ia melihat Ji Eun bahagia dengan laki-laki pilihannya dibandingkan dengan melihat Ji Eun menangis seperti ini. Apalagi jika alasan gadisnya menangis adalah karena dirinya.
"Uljima. Sudah, Ji Eun, jangan terus menangis, aku tidak apa-apa," bisik Suga lembut.
Sedikit demi sedikit, tangisan Ji Eun mereda. Ia kemudian melepaskan dirinya dari pelukan Suga dan menatap laki-laki tersebut.
"Mianhae, Yoongi, jeongmal mianhaeyo," mohon Ji Eun.
Suga mengangguk seraya tersenyum. Ia mengusap bekas air mata pada pipi Ji Eun.
"Aku tidak mempermasalahkan jika Taehyung menyuruhmu untuk menjauhiku. Hanya saja, aku ingin jika kau menyempatkan waktumu sedikit saja untuk berbicara denganku. Meskipun tidak setiap hari."
Ji Eun mengangguk kecil mengiyakan permintaan Suga. Lagipula, ia juga tidak ingin jika terus-terusan berjauhan dengan sahabatnya itu.
"Aku pasti akan menyempatkan diriku untuk berbicara denganmu, Yoongi. Sepuasnya."
Mendengar jawaban dari Ji Eun, Suga merasa sangat senang. Namun, kini ia bingung akan satu hal. Bagaimana ia menjelaskan pada Ji Eun bahwa Taehyung adalah seorang playboy, jika tadi saja ia tidak mempermasalahkan Ji Eun untuk menjaga jarak darinya.
Tapi sejauh ini, ia tidak melihat gerak-gerik mencurigakan dari Taehyung. Ia merasa Taehyung menjalankan perannya dengan baik saat menjadi kekasih Ji Eun. Apa ucapan Jungkook saat itu hanya bualan saja?
"Tapi, jika sewaktu-waktu Taehyung menyakitimu, membuatmu menangis ataupun bersedih, cepat-cepat bilang padaku. Biar aku mematahkan lehernya," dengusnya.
Ji Eun terkekeh kecil, ia mengangguk kemudian.
"Aku pasti akan selalu bercerita hal apapun padamu."
Melihat tawa Ji Eun kembali, hati Suga menghangat. Ini yang ia inginkan, tawa dan senyum gadisnya yang manis. Soal ke-playboy-an Taehyung, biar nanti urusannya. Ia tidak ingin merusak momen bersama Ji Eun saat ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me [END]
FanfictionMemiliki sikap yang dingin dan tidak tersentuh membuat Suga kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya pada Ji Eun. Hingga seseorang mengambil Ji Eun dari genggamannya, membuat Suga melakukan segala cara untuk merebut kembali apa yang seharusnya menj...