Trois

8 1 0
                                    

"Nggak usah cari alesan biar kamu bisa ngobrol sama aku, Genta. Serius, aku sama sekali nggak punya kembaran apalagi yang namanya Bae Nylsoo, mau aku bawa ke rumah sakit jiwa, ha?" Gabriel marah, merasa waktunya terbuang cuma-cuma hanya untuk mendengarkan celetukan Genta yang tidak berdasar.

"Itu bukan celetukan, Gabriel. Aku serius, cukup jawab apa kamu punya kembaran yang namanya Bae Nylsoo?" Genta ngotot ingin tahu, mengabaikan beberapa pasang mata yang menatap mereka aneh.

"Aku nggak punya, oke? Sekarang sebut apa yang mau kamu pesen atau pergi dari sini sekarang juga." Galak sangat, Gabriel tetap keukeuh ingin Genta segera pergi. Dia lelah, geez, ingin cepat pulang lalu bergelung dengan selimut dan kasur kesayangannya.

Genta menghela napas gusar, "Macchiato. Jangan kemanisan, liat kamu aja hampir diabetes aku."

Tanpa mengidahkan gombalan Genta yang terlewat basi, Gabriel berlalu memberitahu rekannya tentang pesanan Genta, mutlak ogah nyamperin tuh orang lagi.

Ia segera melepas seragam pelayannya, keluar dari pintu belakang dan segera pergi pulang. Shh, entah kenapa Gabriel menjadi sangat lelah hari ini.

Sampai di apartemennya pun, ia langsung membanting diri ke kasur dan menatap langit-langit kamarnya.

"Apa sih dia itu, kenapa jadi bawa-bawa Nylsoo?" lirih Gabriel sembari menutup mata dengan punggung tangannya.

"Dari mana dia tau soal Nylsoo?"

*****

"Nylsoo!"

Nylsoo menoleh ke belakang, mendapati Genta yang setengah berlari ke arahnya.

‘Cowok sinting itu!’ Nylsoo mengerutkan keningnya geram, memilih membalikkan badannya dan berjalan cepat menjauhi Genta.

"Woi! Jangan kabur, Gila!"

Genta menarik tangan Nylsoo dan menahan agar Nylsoo tidak kabur. Enak aja main kabur-kabur segala, gak tau apa Genta udah susah payah keliling kampus cuma buat nyariin Nylsoo doang?!

"Nggak usah pegang-pegang! Jijik!" Nylsoo menarik tangannya dan mengusap-usapnya, seakan membersihkan kuman yang baru saja menempel.

"Mundur satu meter!" perintah Nylsoo dengan alis menukik.

"Ngapain gue harus mundur satu meter anjir?!" Protes Genta yang bukannya mundur, malah memajukan langkahnya.

"Mundur atau gue teriak kalo ada pelecehan seksual?!"

Genta sontak menghentikan langkahnya, menatap raut wajah Nylsoo yang kayaknya sih serius.

"Oke, oke. Gue mundur, tenang." Genta mengangkat tangannya, mundur beberapa langkah menjauhi Nylsoo, "udah, 'kan?"

"Kurang! Mundur lagi lima langkah!" Teriak Nylsoo masih dengan muka garangnya.

‘Ebuset, ini cewek punya alat ukur di matanya apa gimana sih? Yang satu galak, yang satunya lagi gila!’ batin Genta menjerit.

"Udah nih, udah!"

Nylsoo menganggukkan kepalanya puas, "Ada urusan apa sama gue?"

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Genta sedikit berteriak. Ya gila aja, masa ngobrol tapi jaraknya satu meter?

"Itu udah ngomong!"

"Bukan ngomong yang ini, Bangs*t!" Genta mengepalkan tangannya memukul angin. Kok dia jadi emosi jiwa dan raga kalo ngomong sama Nylsoo ya?

"Nggak boleh kasar sama cewek!" Nylsoo berkacak pinggang, menatap sengit Genta.

‘Sabar, Genta sabar. Orang ganteng kalo sabar jadi tambah ganteng.’ Genta mengelus dadanya sembari menghela nafas.

"Pokoknya, gue mau ngomong--nanya sekalian, hal yang penting, tapi nggak di sini!"

Nylsoo merogoh sakunya, mengeluarkan sesuatu dan mengulurkannya ke arag Genta, "Ini kartu nama gue. Kalo emang yang mau lo omongin itu penting, hubungin aja ke kontak yang ada di situ."

Hening melanda selama beberapa saat, dengan Nylsoo yang masih mengulurkan tangannya dan Genta yang menatap datar Nylsoo.

"Gimana gue bisa ngambil, kalo maju aja nggak boleh?!"

—Caramel Macchiato—

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Caramel MacchiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang