Chapter 2

636 29 1
                                    

Kamila's Pov

"Harlan!" Teriak Papa pada laki-laki yang tengah menuju pintu keluar. Laki-laki paruh baya itu menoleh ke arah kami, lalu senyumnya merekah.

"Abimanyu!" Balasnya sambil berjalan mendekati Papa lalu memeluknya. "Lama sekali tidak jumpa." Serunya.

"Bagaimana kabarmu sekarang?" Tanya Papa kemudian.

"Seperti yang kamu lihat saat ini hahaha... aku sering mendengar namamu disebut orang, bisnis yang kamu jalani sudah sangat sukses sekarang." Puji orang itu.

"Bisa aja, bahkan kamu lebih sukses dariku." Jawab Papa lalu mereka tertawa bersama. "Oh iya kenalkan dia Kamila, putri bungsuku." Lanjut Papa memperkenalkanku pada temannya. Aku segera mencium tangan laki-laki paruh baya itu, lalu beralih berjabat tangan dengan wanita yang bersamanya. Bukan terlihat seperti istrinya, lebih cocok jika menjadi anaknya.

"Dia putrimu? Benarkah? Aku tidak tahu kalau kamu memiliki seorang putri." Seru laki-laki itu.

"Dia adiknya Mike. Aku punya dua anak, satu putra dan satu putri." Jelas Papa tersenyum. "Lalu dia? Indira putrimu itu kan?" Tanya Papa kembali.

"Iya Om." Jawab wanita itu.

"Waah sudah besar kamu sekarang, cantik seperti Ibumu. dulu terakhir kali om ketemu sama kamu, kamu masih segini." Ujar Papa sambil memperagakan tangannya menunjukkan tinggi badan wanita itu dulu. "Lalu dimana Vano? Apa dia tidak ikut bersamamu kesini?" Lanjut papa.

"Ada, dia tadi ada disini. Tapi dia lagi pergi sebentar untuk bertemu seseorang." Jawab om Harlan. Papaku mengangguk pelan. "Kamu pasti bangga mempunyai putri seperti Kamila, meskipun dia memiliki kekurangan. Emmm... maksudku semua orang pasti memiliki kekurangan, tapi dibalik itu semua pasti lebih banyak kelebihan yang ia miliki. Putrimu juga sangat cantik." Puji om Harlan.

"Terima kasih Om." Jawabku singkat.

Wajah laki-laki itu sangat terkejut mendengar ucapanku.

"Kamu bisa bicara?" Pertanyaannya sangat membuatku terkejut, padahal ini adalah kali pertamanya aku bertemu dengannya.

"Maksudnya om?" Aku balik bertanya padanya.

"Emmm... bukankah kamu...." Kalimatnya terputus saat wanita bernama Indira itu memotong kalimatnya.

"Ayah pikir dia tidak bisa bicara? Dia memang membantu mengajar disini, tapi dia bisa bicara Ayah." Jelas wanita itu sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Bukan berarti tenaga pengajar disini juga tidak bisa bicara ataupun mendengar Harlan. Mila menyukai pekerjaan ini, sebagai orang tua aku harus mendukung anakku." Jelas Papa.

"Maafkan aku, aku tidak tahu." Ujarnya terlihat malu.

"Gak pa-pa Om." Jawabku.

"Apa Kak Vano juga berpikir..." Seru Indira terlihat bingung.

"Iya, bahkan dia yang mengatakannya pada Ayah." Jelas Om Harlan.

Indira memukul jidatnya. "Astaga, dasar manusia bodoh. Kenapa tidak bertanya padaku terlebih dulu. Aku kira dia sudah mengetahuinya." Umpatnya.

"Apa yang kalian bicarakan? Kami tidak mengerti." Sahut Papa kebingungan.

"Oh bukan apa-apa Bi." Jawab Om Harlan cengengesan.

"Pa, Mila permisi sebentar ya soalnya masih ada urusan belom kelar tadi. Nanti Mila balik lagi, sebentar aja Pa." aku meminta izin pada Papa saat aku membaca inbox yang masuk di ponselku, dari Deni. Ia sedang menungguku di belakang gedung.

Cintailah Aku...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang