❤ SATU ❤

236 23 4
                                    

- Author's POV -

"Salwa".

"Apa J?".

"Dicari bang Jo"

Salwa mengernyit setelah mendengar penuturan sahabatnya,JC.

"Ngapain?", tanya Salwa pada JC yang kebetulan adalah adik dari Johannes Mambre.

JC hanya mengedikan bahu nya acuh dan merangkul pundak Salwa. "Mana gue tau Sal. Yuk ke kantin,udah di tunggu Dinda sama Licya".

"Jo?".

"Alah bang Jo mah urusan gampang. Nanti kalau emang butuh bakal nyari lo Sal. Kayak nggak tau bang Jo aja", jawab JC tenang.

Salwa pun mengangguk dan melanjutkan perjalanan menuju kantin yang sempat terhenti karena JC.

Fyi, Salwa dan JC baru saja masuk SMA Garuda. Sedangkan Jo sudah duduk di bangku kelas XII. Jika kalian tanya mengapa Jo kenal dengan Salwa, jawaban nya karena Salwa dan JC bersahabat dari kecil. Belum lagi rumah mereka yang berhadapan membuat Jo mengenal baik sahabat adiknya. Dinda dan Licya? Mereka juga sahabat Salwa sejak SMP. Jadi jika ditanya lebih dekat dengan siapa Salwa dengan sahabat nya, maka Salwa pasti menjawab JC.

***

"Darimana aja sih kalian?", tanya Licya saat melihat Salwa dan JC mendekat ke arah meja nya.

"Nggak. Tadi si JC mampir toilet dulu", jelas Salwa dan mengambil tempat duduk di samping Dinda.

Dinda mengangguk. "Mau makan apa biar gue pesenin sekalian?".

"Gue nasgor bang Ivan 1, mi ayam Jeremy 1, bakso Uda 1, minumnya es teh ya Din", ujar Licya santai.

Mereka bertiga menatap tidak percaya saat mendengar pesanan Licya.

"Apa?", tanya Licya risih karena ditatap seperti itu oleh ketiga sahabatnya.

"Lo serius mau makan segitu banyak?", tanya JC memastikan.

"Iyalah".

"Yakin?", kini Dinda yang bertanya.

"Heem".

"Nggak melar itu perut?".

"Bodo".

"Lo ada masalah sama apa sama Ait?", tanya Salwa yang membuat ketiganya menoleh.

"Biasa lah Sal. Lo tau sendiri Ait kek gimana. Childish", jawab Licya yang berubah sendu.

Mengerti keadaan Licya saat ini, JC duduk disampingnya untuk merangkul dan menepuk pelan bahu sahabatnya itu untuk menyalurkan kekuatan.

"Apalagi kali ini Lic? Kenapa lo nggak cerita?", tanya Dinda beruntun.

"Ada lah something. Ya karena gue pikir gue bisa nyelesain masalah kali ini sendiri guys".

"Ya jangan gitu lah Lic. Kita itu sahabat lo. Kalau ada masalah jangan dipendem sendiri", tutur Dinda yang di angguki Salwa dan JC.

Mata Licya sontak berkaca kaca dan kemudian memeluk ketiga sahabatnya. "Thanks", bisik Licya.

"Enak nih pelukan. Ikut dong", celetuk seseorang.

Mereka berempat segera mengurai pelukan nya dan menatap siapa yang berbicara kepada mereka tadi. Salah seorang dari cowok itu mendekati Licya dan meraih tangannya.

"Sorry", ucapnya pelan.

"Kamu nggak salah Ait", kata Licya menatap Ait.

Ait menggeleng. "No. Aku salah sayang. Maafin Ait ya?".

Terlihat jelas Licya menghela napas panjang yang kemudian mengangguk dan tersenyum tipis.

"Woi udah kali. Laper ini gue", sela cowok dengan rambut di cat merah mengakhiri drama murahan yang dilakukan oleh Ait.

"Iye nih. Gue juga udah laper dari tadi", kini yang menyeletuk cowol berambut biru kehijauan.

Ait menatap sebal kedua temannya yang tidak mengerti situasi itu.

"Kak Adith sama kak Angga bener kali. Gue disini daritadi juga belum jadi makan gara gara pacar kesayangan lo ini melow", sindir JC.

"Apa sih J", dengus Licya.

"Ck udah. Kalian jadi makan nggak? Kasihan Salwa udah laper nungguin kalian dari tadi", ucap cowok ber behel disamping Salwa.

"EHM EHM".

"JO NGE GAS TERUS"

"Apasih kalian. Lo juga Jo,siapa juga yang udah laper. B aja nih gue", tukas Salwa yang terlihat salah tingkah.

Tangan Jo terangkat dan mengacak pelan rambut Salwa lalu tersenyum semanis mungkin.

"Kalian mau makan apa?", tanya Angga dan Dinda bersamaan.

"Ciye bareng ciye", goda JC.

"Apa sih lo bocah", kata Angga lalu menoyor kepala adik sahabatnya itu.

"Anjing",umpat JC pelan.

Semuanya terkekeh melihat tingkah JC. Fyi, cowok berambut merah tadi adalah Angga sedangkan yang berambut biru kehijauan Adith. Lalu yang memakai behel adalah Johannes a.k.a Jo. Ait dan Angga berada di kelas XII IPS 2 sedangkan Jo dan Adith di XII IPS 5. Lalu mengapa Salwa tidak pernah memanggil mereka dengan embel embel 'Kak'? Karena menurut Salwa, mereka tidak pantas di panggil 'Kakak' dengan sikap mereka yang masih bisa dibilang kekanakan.

"Samain aja Ngga", putus Adith.

Angga mengangguk lalu menarik Dinda untuk ikut dengannya. Dinda pun hanya mengekor di belakang Angga. Setelahnya mereka makan dengan khidmat. Jiah upacara kali ya

***

te amoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang