Tiga Bulan Kemudian dan Seterusnya

921 86 19
                                    

"Aku rindu kamu."

"Ya, aku juga."

"Love you."

"Love you too."

Hinata menghela napas panjang. Mereka sudah resmi menjadi pasangan kekasih selama kurang lebih tiga bulan. Namun, Hinata dan Naruto belum melangsungkan kencan karena terpaut jarak yang jauh.

Belum ada kejelasan kapan pastinya Naruto pulang, karena Naruto masih harus membantu sebuah proyek di kantor cabang di Semarang yang belum selesai. Rasa rindu semakin tak tertahan lagi, bergemuruh di dalam diri Hinata, menggema di lorong-lorong pembuluh darahnya.

Melihat kalender yang sudah mendekati akhir bulan, membuat Hinata semakin sendu.

Selama tiga bulan ini, Hinata dan Naruto mengisi waktu-waktu pacaran dengan video call dan chatting. Biarpun mereka berjauhan, entah mengapa mereka saling percaya satu sama lain sehingga hubungan mereka masih merekat kuat ibarat lem tikus.

Malam itu, ponsel Hinata berbunyi lagi.

Chat dari Naruto.

'See u @ Stasiun Gambir next week ya'

***

Untungnya Naruto akan sampai di Jakarta pada hari Sabtu. Untuk menjemput Naruto di Stasiun Gambir, Hinata sengaja tak pulang ke rumah neneknya.

Sedari pagi, ia sibuk memilih-milih baju apa yang akan dipakainya dan aksesori rambut apakah yang akan pantas untuknya di hari ia menjemput Naruto. Dalam keadaan begini, Hanabi yang selalu stylish memang juaranya! Adik tersayangnya rela bangun pagi bersama Hinata agar dapat membantunya mencocokkan celana jeans dan blouse.

Kereta Naruto akan tiba di Stasiun Gambir pada sore hari. Hinata memutuskan untuk membeli cheese cake sebagai sambutan atas pulangnya pemuda itu. Setelah bersih-bersih rumah, gadis indigo itu berangkat menuju toko kue langganannya.

Ternyata toko kue langganan Hinata sedang menerapkan aturan antrean baru. Hinata yang tidak mengetahui hal ini kebingungan saat disuruh mengambil nomor antrean di mesin yang sudah tersedia.

Apa mereka sedang mengadakan pengurangan karyawan? Batin Hinata.

Memilih kue pun tidak langsung meminta lagi ke pramusaji, melainkan memilih sendiri di layar sentuh yang tersedia. Hinata tak dapat mengingat nama kue khas toko itu untuk cheese cake kesukaannya, sehingga ia melihat-lihat daftar seluruh kue yang dijual di toko itu.

Gadis itu akhirnya menyerah dan memanggil salah satu pramusaji untuk membantunya memilih kue yang ia inginkan.

Dengan tangkas, pramusaji itu mengetikkan nomor-nomor tertentu pada layar dan dari printer di sebelah layar itu keluarlah secarik kertas bertuliskan angka.

"Ini nomor apa, Mas?" Tanya Hinata penasaran.

"Nomor togel, Mbak."

"Mas- nya jangan bercanda, dong!"

"Nomor antrean sama kode kuenya, Mbak," jawab si pramusaji sambil nyengir.

Harga cheese cake yang diinginkan Hinata tak disangka sudah naik. Dengan menggerutu, Hinata mengeluarkan uang lebih dari dompetnya. Sekarang apa-apa sudah mahal. Harga-harga melambung tinggi, mungkin lebih tinggi dari Puncak Jaya saat ini.

Peron Satu [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang