Beri aku satu, yaa allah

1 1 0
                                    

“pilih yang mana mba? Tanya seorang wanita cantik dihadapanku. Senyumnya begitu manis menatapku penuh arti. Tanpa sadar aku mengerakkan bibirku, membalas senyumannya.

“Semua aja mba.” Jawabku.

Wanita itupun segera mengemasi pesanan ku dan menyebutkan sebuah nominal.

“Semoga ya mba” Ujar siwanita masih dengan senyum manisnya.

Aku hanya membalas senyumannya dan menganggukkan kepala. Namun, hati kecilku berdo'a semoga aku disegerakan.

Baru selangkah, handphone dalam tas ku berbunyi, menandakan sebuah pesan singkat masuk.

(Tadi mama nelpon, kata beliau akan mampir ke rumah, sembari melihat Nino)

Aku tersenyum membaca pesan singkat dari priaku. Membaca nama Nino, aku merasakan debaran dalam dadaku. Aih, bocah kecil yang sering kupangku dan kujawil hidungnya. Membuatnya menggeliat sesaat lalu kembali tidur. Tanpa sadar aku mengelus perutku.

Tiba-tiba...
“Akh...” jeritku bersamaan dengan suara seorang wanita.
Aku segera bangkit dari jatuhku dan mengambil barang belanjaanku, aku melihat seorang wanita berpakaian modis sedang menunduk sambil membersihkan roknya.

“Maaf mbak, saya gak sengaja” ucapku sambil berusaha melihat seorang yang bertabrakan badan denganku. Sesaat aku melihatnya ingin mengumpat, tapi ketika pandangan mata kami bertemu....

“Sisil...”

“Rina...”

Sapa kami bersamaan. Aku sedikit terkejut bisa bertemu dengannya. Dia teman sekelas ku saat SMK. Kami memang tidak bersahabat akrab, tapi kami cukup dekat.

Kami berbincang cukup lama. Dengan basa-basi yang sering digunakan ketika lama tak bertemu. Hingga akhirnya tiba pada pertanyaan yang begitu sensitif untukku.

“Jadi, kamu sudah lama nikah belum punya anak? Emang suami kamu mau Nerima kamu? Coba periksa takutnya nanti suamimu atau malah kamu yang mandul.....”

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.tidak, tidak, karena sejak dia memulai pertanyaannya aku berusaha menulikan telingaku. Berusaha mengabaikan kata-katanya. Namun, seperti apapun aku berusaha, nyatanya ucapan dari bibirnya terus mengulang dipikiranku. Ingin rasanya aku menjawab semua pertanyaannya yang begitu menghakimi. Tapi aku terlalu takut, takut jika yang dia ucapkan benar-benar menimpaku. Hingga akhirnya yang bisa kulakukan hanya tersenyum. Tersenyum dibalik dada yang terasa sesak. Mentalku down!!!

__***_

Suasana rumah Budhe Ita _panggilanku untuk tetangga sebelah kontrakan ku_ tampak riuh ramai. Maklum saja, karena hari ini adalah hari syukuran menyambut anggota baru dirumah itu.

Aku memasuki rumah dengan beriringan dengan mama mertuaku. Namun, setelah menyapa sang empunya, aku bergegas kebelakang membantu para tetangga yang sedang menyiapkan makanan untuk jamuan para tamu. Ada kebahagiaan tersendiri saat aku berkumpul dengan mereka. Sedikit rasa sedihku berkurang. Bukan karena mereka tidak mengajukan pertanyaan yang sensitif untukku. Tapi bagaimana cara mereka menyemangati aku.

Selang waktu berlangsung, para tamu sedikit demi sedikit meninggalkan acara. Hingga tersisa para kerabat, dan tetangga terdekat. Namun, kesan riuh penuh kegembiraan masih terasa. Setelah menyelesaikan pekerjaan dibelakang, aku segera bergegas ke depan, aku tersenyum melihat Nino, yang hanya menggeliat diatas pangkuan ibu mertuaku. Sungguh aku merindukannya. Seharian ini aku belum memeluk dan menciumnya.
“Nah, ini si Sisil baru nongol” ucap budhe Ita saat menyadari kedatanganku. Sontak beberapa orang menatap ke arahku.

“hehehe, iya budhe. Tadi bantuin dibelakang” ucapku dengan senyum. Suasana kembali riuh dengan beberapa ibu-ibu yang bercanda dengan sedikit kata-kata vulgar menyindir budhe Ita yang baru saja melahirkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hope And Dream 😊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang