02

54 3 0
                                    

Malam hari pukul 7 malam, aku keluar rumah hanya untuk mencari udara segar dan juga makanan. Dekat rumahku ada cafè langgananku yang selalu ku datangi ketika lapar melanda.

Lonceng yang berada di pintu cafè ini berbunyi ketika aku membukanya, aku langsung masuk lalu memesan burger, french fries dan hot chocolate. Sebenarnya, tanpa ku beri tahu pelayan disini pasti sudah tau aku akan memesan apa. Karena hampir tiap minggu aku mampir kesini.

Ketika aku sedang menunggu makananku datang, tiba-tiba ada seorang lelaki datang menghampiriku.

"Hey cewek satu kata!" Ucap lelaki itu,

"Apaan sih? Gue punya nama kali!" Ucapku kesal.

"Wow, berapa kata tuh? Gue gabung ya sama lo? Daripada lo sendirian, macem jomblo." Kata lelaki itu—teman sekelasku, yang aku tidak ingat siapa namanya.

"Gak."

"Yah kambuh deh satu katanya." Ia langsung duduk di depanku, padahal aku belum memberi izin.

"Emang gue udah bolehin lo duduk di sini ya?"

"Gak." Ucapnya, balas dendam sambil memasang wajah tengilnya.

"Ish, serah dah."

"Bastian—Sebastian Alfarelza." Ucapnya sambil mengulurkan tangannya, yang mau tak mau ku sambut juga dengan uluran tanganku.

"Nara—Leonara Alnaira Gentari." Balasku.

"What a great name!" Pujinya,

"Thanks."

"Sendiri aja? Ngapain malam-malam gini keluar sendirian? Gak takut di culik sama kuntilanak?" Tanyanya, "eh tapi mana mau ya kuntilanak nyulik cewek irit ngomong kayak lo gini!" Lanjutnya sambil terkekeh.

Aku memutar bola mataku, "serah ajadeh ah."

Tak lama setelah itu, makananku datang dan aku langsung melahapnya.

"Lapar mba?" Tanyanya,

"Keliatannya? Lo, gak pesen makan?"

"Wow, lo nanya ke gue?"

"Kagak, nanya ke kucing."

"Hehe, tadi pas mau pesen gue liat lo, jadi gue langsung nyamperin lo deh." Ucapnya, dijawab oleh ku dengan ber-oh ria.

"Mau gak? Gue gak enak kali makan sendiri." Tawarku,

"Ngga deh, kasian lo, kayak gak di kasih makan dua tahun, lahap amat makannya."

Akhirnya aku menghabiskan makananku sendiri, lelaki didepanku ini hanya memperhatikan gerak-gerikku lalu terkadang dia tertawa sendiri. Mungkin dia sudah gila?

"Gue udah beres makannya, gue mau pulang, duluan ya." Ucapku sambil berdiri,

"Eh jangan! Lo pulang bareng gue, anak cewek gak baik pulang sendirian malem-malem."

Wow, baik juga ini orang.

"Gak usah Bas, gue udah biasa kok jam segini pulang sendiri."

"Kalau gitu, mulai sekarang lo jangan pulang sendiri lagi, biar gue yang temenin, okay?" Tanyanya, yang membuatku sedikit terenyuh dan mengangguk patuh.

Sambil berjalan keluar, kami terus mengobrol, aku merasa kalau kita ini nyambung.

"Bas, udah kali sampe sini aja. Kasian lo kejauhan nanti pulangnya."

"Nara-Nara, lo gak sadar apa kita tetanggaan?"

"Hah? Iya apa Bas?"

"Depan rumah lo,"

"Rumah lo, depan rumah gue?"

"Bukan,"

"Ih!" Aku memukul lengannya,

Dia terkekeh, "sebelah kanannya depan rumah lo, itu rumah gue. Susah ya sekomplek sama yang rumah-rumahnya segede istana, jadi gak kenal deh sama tetangga sendiri." Ucapnya,

"Gue gak suka di komplek ini, sepi. Kaya gak ada kehidupan." Ucapku sambil melihat ke seliling komplek.

"Sekarang gak akan sepi lagi, lo udah punya gue. Tenang aja, Bastian manusia paling ganteng sedunia ini bakal nemenin lo kok!" Katanya, sambil tersenyum dan membuatku terbius.

"Hmm okay. Gak kerasa udah depan rumah, bye Bas gue masuk dulu!" Ucapku langsung masuk kedalam rumah dengan jantung yang sudah berdetak tak karuan.

***

20.36 AM

Lucu rasanya ketika orang yang paling kau benci malah menjadi orang yang menurutmu paling berguna di hidupmu.

Tadi, aku bertemu dengan seorang lelaki bernama Bastian. Ku kira dia adalah orang yang menyebalkan karena aku suka melihatnya sedang mengolok-olok siswa lain bersama teman-temannya. Namun ternyata salah, dia masih memiliki sisi peduli kepada orang lain. Memang seharusnya, kita tidak boleh menilai orang dengan seenaknya.

Dia sempat berkata "gue tau lo di rumah sendiri, kalau ada apa-apa lo bisa kok ngetok rumah gue terus langsung meluk gue." Lucu kan? Tadi sih aku hanya memukul lengannya saja, kalau sekarang rasanya ingin guling-guling di atas kasur!

Untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa masih ada orang yang peduli denganku. Untuk pertama kalinya, aku tidak merasa kesepian. Semoga, aku masih bisa menemukan orang-orang sebaik Bastian di luar sana. Jika tidak menemukan, cukup Bastian saja ada yang disampingku!

Selamat malam, semoga besok menjadi hari yang menyenangkan.

Tok.. tok..

Seseorang mengetuk pintu kamarku, "Ya? Siapa?" Tanyaku,

"Ini mba, Nar ada mama tuh di bawah." Katanya sedikit berteriak,

"Oh iya mba, makasih! Nanti Nara kebawah!"

Hal yang paling ku benci ketika salah satu dari mereka—mama atau papa, pulang ke rumah. Aku lebih suka hidup sendiri. Jangan bilang bahwa aku anak durhaka! Tapi rasanya, ketika aku bertemu mereka hanya ada luka baru yang akan tumbuh.

Aku turun kebawah dengan harapan tidak akan ada luka yang tumbuh malam ini, aku merindukan mama. Sungguh.

"Halo Ma!" Ucapku tersenyum riang,

"Eh sayang, how was your day?"

"So great ma, kalau mama gimana?" Tanyaku,

"Ya seperti biasa, kerjaan mama selalu saja numpuk." Keluhnya, "udah malam, sana tidur, takutnya besok kamu kesiangan lagi."

"Iya deh ma, aku tidur duluan ya. Mama istirahat juga ya. Night." Ucapku, kembali ke kamar.

Huh, congrats Nar, malam ini kamu lolos dari rasa sakit! Ku rasa, malam ini memang ditakdirkan untukku menikmati kebahagiaanku akibat bertemu dengan Bastian. Ah sudahlah, bisa gila jika aku terus memikirkan ucapan-ucapan Bastian tadi. Selamat tidur, semoga orang disekitarku selalu bahagia.

Do'aku tak pernah berubah, aku selalu berdo'a bahwa orang disekitarku untuk selalu bahagia. Karena dengan seperti itu, aku akan ikut bahagia jika mereka bahagia. Namun kadang, aku lupa untuk mendoakan diriku sendiri. Tak apa, orang lain saja dulu. Aku bisa belakangan. Sekali lagi, selamat tidur!

***
Imajinasiku kali ini jatuh kepada: Ross Butler as Sebastian Alfarelza!
Hehehe lagi naksir Zach soalnya.

Love,

Invisbl-e

ANGKASAWhere stories live. Discover now