2.

863 51 3
                                    

"Yoonbyul-ah, annyeong." Seorang yeoja berkuncir kuda dengan lesung pipinya yang manis duduk didepanku tiba tiba.

"Ne."

"Kau kenapa, eoh?" Begitulah sifat menguntungkan Yena, akan cepat khawatir melihat temannya ini sedang murung.

"Gwaenchanha.. hanya sedikit tidak enak badan." Jawabku sembari mengelus tengkuk perlahan.

"Mau obat?"

"Sirheo. Aku benci obat obatan. Biarkan saja, nanti juga hilang sendiri."

"Oh.. arraseo." Ia membalikkan badan menuju papan tulis.

Entah mengapa rasanya pagi ini aku malas untuk datang ke sekolah. Bahkan hari ini aku menyuruh kakak untuk menjemputku lebih awal, tak seperti biasanya.


"Hei, annyeong."

Suara itu.

"Annyeong, Jeno-ya." Jawab Yena.

Apakah ia sedang menujukan sapaan itu kepadaku? Aigo.. bukankah biasanya aku menyapanya balik? Ada apa denganku?

"Ya! Kenapa diam saja?" Jeno menyenggol sikutku mengetahui aku mengabaikan sapaannya.

"Ada apa dengan kalian? Kalian bertengkar?"

"Aniyo." Sial. Mengapa kita harus menjawab bersamaan disaat awkward seperti ini.

Bodoh, mengapa ia bersikap biasa saja setelah kejadian memalukan kemarin? Apa ia benar benar menganggap itu 'hanya latihan' ?


"Aigoo.. kalian membuatku gemas. Ini benar benar seperti cerita komik dimana seorang namja yang jatuh cinta kepada teman sekelasnya yang cuek. Kalian sangat pas!" Oceh Yena itu membuatku semakin mengeluarkan banyak keringat. Bagaimana tidak? Jeno yang sedari tadi berdiri disampingku ini tiba tiba saja tertawa setelah mendengar cerita Yena.

"Dasar. Kau terlalu banyak mengkhayal." Timpal Jeno.

"Ya! Aku sungguhan. Kalian itu cocok."

"Aku keluar dulu." Tak tahan dengan suasana seperti ini, aku segera melarikan diri sebelum ssaem-nim memasuki kelas untuk memulai pelajaran.

Disatu sisi, aku heran mengapa Jeno bisa bersikap santai setelah melihatku yang marah akibat perbuatannya yang semena mena itu. Atau mungkin ia sedang mabuk saat itu?

Ani. Jeno bukan orang yang seperti itu.

.
.

rooftop.

Suara desis angin dingin disini membuat pikiranku sedikit lebih tenang. Aku ingin melupakan kejadian kemarin, tetapi itu mustahil.

Nyatanya, aku masih saja memikirkan itu sampai sekarang. Bahkan kemarin hal itu masuk kedalam mimpiku. Itu mimpi buruk.

Aku merebahkan diri pada sebuah kursi kayu, menikmati udara dingin, memejamkan mata, dan beberapa kali melihat jam tangan untuk memastikan aku tak akan terlambat masuk kelas nanti.


"Ternyata kau disini juga."

Pikiranku segera buyar setelah seorang Jaemin dengan senyum manisnya menghampiriku dan ikut serta duduk.


"Apa yang kau lakukan?" Sambungnya.

"Menghilangkan stress. Kau?"

"Aku?" Matanya yang tadinya menatapku lembut perlahan beralih menatap langit biru didepan. "Aku juga sepertimu."

"Ada apa?"

"Akan kuceritakan setelah kau." Ia kembali menatapku.

"Hm.. aku hanya bingung."

"Wae?" Bahkan suaranya lebih lembut daripada suara malaikat yang bernyanyi.

"Seseorang bertindak aneh kepadaku akhir akhir ini. Aku tak mengerti lagi dengan yang ia pikirkan."

"Benarkah? Siapa?"

"Aku tidak akan memberitaumu. Ini privasi, mian."

"Gwaenchanha.. aku mengerti."

"Jadi.. apa masalahmu?"


Orang itu hanya menatapku penuh arti. Sangat terlihat kesedihan yang ia tunjukkan kepadaku saat itu juga.


"Aku memiliki masalah dengan sahabatku. Aku tak tau dengan pemikirannya."

"Hm.. kita sama."


Tunggu..

Apa barusan ia bilang... 'sahabatnya?'


"Memang.. ada apa dengan sahabatmu?"

"Aku mengetahui kelakuannya akhir akhir ini dan itu membuatku sangat sakit hati. Aku ingin bicara padanya, tapi...   aku takut ia akan salah paham."

Mengapa...


"Mengapa kau harus takut? Katakan sajalah."

"Tidak mudah, Yoonbyul-ah. Rasanya benar benar seperti 2 tahun yang lalu. Bahkan lebih menyakitkan."

"Mian."


Mengapa Jaemin harus membahas masalah 2 tahun lalu disaat seperti ini?

...

(Flasback 2 years ago)


"Tolong, maafkan aku.."

"Andwae. Jangan minta maaf seperti itu. Itu tidak perlu."

"Aku akan lakukan apa saja untukmu tapi tolong jangan seperti ini."

"Tidak, Jae. Ini sudah takdir."

"Tapi, Yoonbyul-ah.. aku masih mencintaimu."

Seketika langkahku berhenti untuk menjauh darinya. Apa yang kulakukan?

"Mian. Aku tidak bisa."

"WAE?" Seorang Jaemin yang penuh senyum, luntur seiring dengan isak tangisnya yang terdengar cukup keras dari jarakku dengannya sekarang.

"Aku.. aku.. sedang menyukai namja lain."

Tak peduli apa yang akan Jaemin lakukan setelah ini, aku segera berlari menjauh darinya.

Jujur, aku masih mencintaimu, Jae. Tapi aku tidak bisa bertindak setelah kedua orang tua ku melarangku untuk berpacaran denganmu. Mustahil untukku bisa mengubah pikiran mereka tentang dirimu.

Maafkan aku, Jae.
Saranghae.

Always.

~

-tbc.

My Little First Kiss • JenoLeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang