8

168 22 0
                                    

"Yang Mulia Ratu...," Tiba-tiba dari balik semak-semak muncul cendikiawan tadi. "ada yang ingin ku sampaikan tentang Jimin."

Ratu tetap tenang, dia sudah tau bila ada yang mengikutinya. Ekspresi Ratu Mina ekspresi tetap berwibawa seperti biasa.

"Ada apa? Apa yang engkau ketahui?" Sebenarnya, ada rasa takut. Mina tak berharap jika cendikiawan di depannya ini tahu soal Jimin.

Cendikiawan tadi membungkuk, "Yang Mulia, sesuatu yang bukan milik anda akan kembali ke pemilik aslinya." Masih dalam posisi membungkuk, cendikiawan melanjutkan, "Jangan sampai sejarah berubah."

Ratu tetap tenang meski nyatanya hati tak bisa damai. Otaknya panik memikirkan ucapan Cendikiawan yang beberapa waktu lalu pamit dari hadapannya.

"Tidak, Jimin milikku!"

--

"Itu terjadi saat Jimin berusia 15 tahun, Tuan." Mina habis menceritakan kejadian itu ke pada Raja, ayah Jimin tentu saja.

"Lantas, mengapa tak kau katakan dari dulu, Yeobo?" Tatapan Jisung menjadi sendu, Jisung benar-benar telah menyayangi Jimin. Meski begitu, dia tak memiliki hak atas Jimin.

"Awalnya aku pikir tak masalah, karena orang tua Jimin adalah kita juga."

"Tapi, mereka adalah 'Kita' di masa yang akan datang. Kita di masa kini tak berhak." Jisung mencoba menyadarkan istrinya. Toh, Jimin juga harus berada di mana tempat semestinya.

"Kemungkinan kini Jimin sedang berada di masanya. Tak ada jejak yang dia tinggalkan."

Kenyataan ini memang sangat menyakitkan, Mina bersadar di dada suaminya, dirinya menangis keras. Bukan, bukan sepenuhnya karena Jimin pergi. Tapi lebih ke saat mengingat sosok mayat anaknya yang terbujur kaku dan tak mendapatkan  pemakaman yang layak.

Kenyataan  dirinya melupakan bahwa anaknya yang sebenarnya telah mati juga cukup menampar keras alam bawah sadar Mina.

Syok akan kematian anaknya memang sudah sangat terlambat-15 tahun yang lalu- tapi baru sekarang ini waktu syok yang pas.

Jimin asli pergi, Jimin masa depan pergi.

Semua berubah menjadi gelap, terakhir yang Mina ingat adalah ekspresi panik  suaminya, Raja Jisung.

---

"Yeobo..." Mina terbangun, kepalanya sangat pusing, matanya terasa cukup bengkak. Pemandangan pertama yang menyambut adalah wajah tampan sang Raja.

"Tuan, mengapa aku berada di sini?" Setelah tadi terbangun, Mina meneliti di mana dia berada, namun anehnya, bukannya terbangun di kamar tidur melainkan di bangku taman.

Raja Jisung tersenyum, "Tadi kita berada di tempat duduk  sempit dan juga basah." Jisung mengusak tangan Mina, "Menurutku, tidur di alam terbuka akan membantu mu."

Mina sudah tau maksud Jisung, dia tahu Jisung memindahkannya ke sini karena tempat sebelum nya masih kalah romantis dari ini. Mengelak dengan penjelasan yang bertele-tele.

Jisung memegang tangan Mina, menatap ke arah mata, "Mina, apapun yang terjadi pada Jimin adalah takdir, jangan salahkan takdir."

Tumben Raja Jisung romantis.

Suasana kembali tegang mendengar penuturan Jisung. Mina masih tak tahu, rasanya sulit untuk tahu kata hatinya. Dan keinginan sebenernya.

TBC

Prince Of Mochi ; Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang