Begitu peluit di tiup oleh pak Ayub selaku guru Penjas, siswa kelas XII A otomatis membentuk 2 barisan ditengah lapang. Bukan hal baru sebelum memulai olahraga dilakukan pemanasan untuk menghindari cidera nantinya, salah seorang maju menjadi komando pemanasan.
Dwiky menarik tangan Maulana agar sejajar dengannya, pokoknya gak mau jauh-jauhan. Perlakuan ini tak luput dari pandangan teman lainnya, termasuk Rico. Sepertinya Maulana ini sangat spesial untuk Dwiky, anak kecil pun bisa menebaknya.
Tapi spesial yang bagaimana??
Jika difikir realistis, mungkin Dwiky mau lebih akrab karna mereka teman sebangku sekarang, kebanyakan orang berfikir seperti itu, tapi tidak dengan Rico. Rico sudah faham dan hafal betul bagaimana sifat dan tabiat Dwiky, selama mereka berteman Dwiky hanya bersikap spesial hanya pada satu orang, yaitu Mamanya sendiri.
"Apalagi rencanamu kali ini Dwiky?" Batin Rico resah, dia benar-benar takut kalau perasaan anak baru itu akan terluka pada akhirnya.
Setelah pemanasan, kegiatan dilanjutkan keliling lapangan sebanyak 4 kali putaran. Memang sudah seperti itu biasanya, jadi tanpa disuruh lagi, 2 baris itu segera menghadap ke kanan dan mulai berlari-lari kecil.
Dwiky yang biasanya sering bolos pelajaran Penjas, hari ini terlihat begitu bersemangat, mungkin karna Maulana ada disisinya, dia seperti mendapat suntikan energi 10X lipat.
Berbeda dengan Dwiky, Maulana justru terlihat lebih lesu, energinya seperti terserap pada Dwiky, sangat berbanding terbalik ah.
Disekolahnya terdahulu memang tidak seperti ini, lari 2X putaran pun cukup dan lapangan nya kecil. Berbeda dengan di SMA Pelita yang memiliki lapangan jauh lebih luas, bahkan baru 1 putaran saja sudah membuat Maulana lelah.
"Kamu kalo gak kuat jangan dipaksain, ayo aku antar ke UKS. " ini sudah kesekian kalinya Dwiky mengatakan hal demikian, melihat raut wajah Maulana yang pucat, dia jadi khawatir tapi orang itu sangat keras kepala.
Berapapun keras Dwiky menarik lengannya menjauh dari lapangan, Maulana tetap menepisnya.
Dalam hati Maulana juga sangat merasa lelah, rasanya seperti ingin mati dibawah terik matahari, tapi untuk mengiyakan ajakan Dwiky, dia sangat malu, ya--Malu. Malu karna siswi-siswi saja masih kuat berlari, masa iya dirinya sudah tumbang?
Setengah putaran lagi akan selesai, tapi kali ini Maulana tak bisa terus memaksa diri lebih jauh, tiba-tiba dunianya berputar dan semua menjadi gelap.
Orang pertama yang panik melihat Maulana tergeletak ditanah adalah Dwiky, tanpa buang waktu lagi dia langsung memapah tubuh Maulana seorang diri ke UKS. Pak Ayub belum sempat membantu jadi hanya mengikuti dibelakang, semua orang dilapangan juga langsung gaduh, gaduh karna ini pertama kalinya Dwiky sudi menolong orang, padahal sebelumnya mereka mengira Dwiky hanya memiliki rasa peka dan peduli hanya 1% saja. Sangat langka ah!
__________________________________
Atas izin Pak Ayub, Dwiky diperbolehkan menjaga Maulana sampai siuman, sedangkan beliau kembali ke lapangan untuk melanjutkan kegiatan.
Dwiky melihat anggota PMR dengan sigap dan cekatan menangani Maulana.
Barulah setelah selesai, diruang ini hanya ada mereka berdua. Mata Dwiky tak lepas dari wajah orang yang tengah berbaring itu, tak pernah jemu dan bosan ia pandang. Melihat nafas Maulana yang stabil Dwiky jadi tenang, sekarang dia duduk disamping menjaganya, tangan kanannya tanpa sadar mengelus beberapa surai rambut Maulana yang berantakan.
"Kenapa kamu itu susah banget dikasih tau, coba dari awal kamu nurutin aku mungkin gak bakal begini jadinya. " Lirih Dwiky.
Yang di bisik tetap memejamkan mata damai.
"Kamu bikin aku khawatir tau gak kalo keadaannya kaya gini." tambahnya.
Siapa yang tau kalau Maulana sabenarnya sudah siuman saat Dwiky mengusap surainya, tapi dia tetap memejamkan mata, entah kenapa tapi dia tetap melakukan kepura-puraan itu. Siapa sangka dia malah mendengat penuturan yang membuat pipinya panas, belum ada orang yang begitu menaruh perhatian padanya, seperti yang Dwiky lakukan.
Maulana tetap memejamkan mata, lebih baik dia diam karna dia sebenarnya bingung harus memberi respon bagaimana, senangkah? atau bahkan tidak?? Perhatian yang Dwiky kasih bukan lagi perhatian persahabatan, tapi lebih dari itu.
Melihat pipi Maulana yang tiba-tiba bersemu, Dwiky jadi heran sendiri.
"Bahkan pipinya merona saat sedang tidak sadarkan diri seperti ini?? Bukankah anak ini sangat ajaib? " Batin Dwiky.
_________________________________
Kringgg.....
Saat Bel istirahat berdering, barulah Maulana mulai menggerakan matanya, seakan baru sadar dari siuman, dari pada terjebak awkward moment dengan Dwiky terus-terusan.
" Kamu udah sadar. " Ucapan sederhana, tapi penuh dengan kebahagiaan tak luput dari perhatian Maulana, dia jadi sedikit tersentuh dengan sikap Dwiky hari ini, lagi-lagi membuat pipinya merona.
" Pipi kamu merah." Tambah Dwiky membuat Maulana kikuk.
"Ish! Kamu ngapain sih disini bukannya sana masuk kelas aja! " untuk menghindari kikuk, Maulana kembali mengeluarkan jurus menggrutunya. Sangat menggemaskan!
"Aku khawatir." Skakmat!!
Maulana membeku ditempat, 'Kenapa orang ini begitu jujur!' Batinnya.
"Aku laper! Mau ke kantin! " Ucap Maulana pura-pura tak mendengar apapun.
Sepanjang lorong yang ramai, karna memang sedang jam istirahat, Dwiky dengan santai menggenggam tangan itu, atau lebih tepatnya menggeret Maulana supaya sejajar dengannya menuju kelas, kalau dibiarkan Maulana bisa lari darinya, pokoknya tidak bisa dan tidak akan bisa!
_________________________________
Setelah mengganti kaos olahraga dengan seragam lagi, Maulana bergegas ke Kantin meninggalkan Dwiky jauh dibelakangnya, yang mungkin saja sekarang sedang pusing mencarinya. Maulana yakin 100% Dwiky pasti mencarinya!
Tapi rupanya dia salah, salah besar malah. Karna begitu dia menjejakan kantin disana, Dwiky sudah terlihat duduk bergerombol dengan teman-temannya, tidak mencari Maulana sedikitpun!!
Sebelumnya Maulana sudah besar kepala dan mengira Dwiky akan terus mengejarnya, tapi sejak dia datang dan makan pun Dwiky tetap tidak melirik.
Lama-lama semakin menjengkelkan saat Dwiky malah menghabiskan waktu dengan mereka, ada perasaan cemburu, kesal, marah, dan kesepian yang sekarang merasuk hati Maulana, membuatnya menjadi dongkol.
"Jadi disini ceritanya aku yang sok jual mahal padahal berharap banget? argh!! aku memang idiot! " grutu Maulana, gerakan makannya pun jadi lebih kasar dan berisik, mendapat tatapan tak suka dari samping kanan kiri pun Maulana tidak peduli.
Kelakuan itu berhasil membuat perhatian Dwiky teralih padanya, sebuah senyum terangkat melihat sikap Maulana diseberang meja.
Tapi Dwiky tak segera menghampiri, kembali menyibukan diri dengan kawan-kawannya. Benar-benar mengabaikan Maulana, bahkan saat anak itu menghentakan kaki begitu berjalan melewatinya, Dwiky tetap tak melirik.
Barulah saat Maulana sudah benar-benar melewati pintu kantin, Mata Dwiky terfokus pada punggung tegap itu.
"Aku gak suka cara kamu ngerjain anak itu, Dwik! " Protes Rico, kejadian belakangan ini memang tak pernah luput dari perhatiannya, benar-benar merasa iba pada anak baru itu, kasihan kalau pada akhirnya hanya jadi mainan seorang Dwiky semata.
" Berani taruhan kalo anak baru itu homo? " Tantang Dwiky pada Rico di sampingnya.
Inilah yang Rico tidak suka sedari dulu, sahabatnya ini selalu mempertaruhkan hati siapapun untuk disakiti pada akhirnya, begitu taruhan itu terjawab.
" Ingat Dwik, Karma itu ada. " Hanya kata ini yang bisa Rico ucapkan, tapi sama sekali tak dihiraukan oleh Dwiky.
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling in love with you
RomanceDwiky, pemuda urakan yang dengan suka rela menyerahkan hatinya untuk pemuda lain sekaligus rivalnya sendiri