*Author's*
Gadis itu berlari dengan kaki telanjang. Tidak dipedulikannya bebatuan yang menjadi tapakannya. Luka memar serta lecet tersebar di tubuh dan kakinya.
Dor! Dor!
Suara peluru yang ditembakan kembali terdengar. Gadis itu mempercepat larinya. Hutan kian menggelap seiring berjalannya waktu. Air mata ia tahan agar tidak menetes.
"Berhenti, kau yang disana!" Teriakan orang - orang di belakangnya tidak ia hiraukan. Gadis itu terus berlari tak tentu arah. Tiba - tiba, akar pohon yang kuat dan besar, mulai melata di tanah. Akar itu melilit tubuh gadis itu dan membawanya ke dalam pohon besar. Akar tersebut berasal dari pohon itu. Gadis itu menjerit dan meronta. Hingga ia terlelap dalam kegelapan.
♛♛♛
"Kamu sadar," Gadis itu menerjap cepat. Ia melihat ke sekelilingnya. Kayu pohon. Ia berada dalam pohon besar tadi.
"Siapa kamu?" Tanya gadis itu.
"kenapa kamu membawaku kemari?"
Wanita di depannya menatapnya asing. Ia duduk di tepi ranjang gadis itu. "Seharusnya aku yang bertanya. Siapa kamu? Mengapa kamu bisa dikejar oleh para tentara Negara?" Balas wanita itu. Gadis itu memilih bungkam. Ia menyelipkan surai coklatnya ke belakang daun telinga. "Siapa aku itu tidak penting. Karena makhluk asing yang tanpa izin masuk kedalam dunia mereka, tentu dianggap ilegal." Gadis itu menjelaskan.
Wanita itu mengedipkan matanya cepat. "Kamu bukan dari bumi." Gadis itu mendengus. "Tidak bisakah kalian--para manusia, bersikap normal? Aku hanya ingin pulang dan melupakan kejadian ini." Wanita itu menatap gadis di depannya dengan pandangan kesal. "Nona, kamu sudah kuselamatkan. Dan kamu seharusnya tidak bersikap begitu," Gadis itu bugkam. Ia menunduk. "darimana asalmu?""Untuk apa aku harus memberitahumu?" Tanya gadis itu curiga. Ia mengangkat kepalanya sambil memicingkan matanya ke arah wanita itu.
"Dengar. Aku tidak akan memberikanmu pada Negara. Kamu bukan penduduk bumi. Jadi, lebih baik beritahu aku dan kita bisa memikirkan ini dengan baik," Jelas wanita itu. "sebagai permulaan, namaku Erina," Wanita itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
Gadis itu menatap uluran tangan Erina ragu-ragu. "Maudyne," dan ia tahu, menjabat tangan Erina bukanlah hal yang salah.♛♛♛
"Erina." Maudyne memanggil wanita itu dengan pelan. Erina menolehkan kepalanya dan tersenyum. "aku ingin berterimakasih kepadamu. Untuk segalanya," Maudyne menatap Erina. Sudah dua hari mereka tinggal di bawah pohon. Dan selama dua hari itu pula, Erina dan Maudyne sama - sama belajar saling memahami. Erina yang ramah dan penyayang. Maudyne yang dingin, tidak peduli, dan jarang tersenyum.
"Tidak masalah," Dan lagi, wanita itu tersenyum. Erina hanya ingin dipanggil namanya langsung. Ia tidak ingin merasa lebih tua ataupun muda. Ia ingin mereka semua yang mengenalnya menganggapnya setara. "Apa kita akan tetap disini selamanya?" Tanya Maudyne. "Tidak. Aku merasa harus bertanggung jawab atasmu mulai dari sekarang. Anggap saja aku ini saudarimu.
Kita akan keluar dari hutan ini dan berusaha beradaptasi dengan sekitar," Jawab Erina.
Maudyne memicingkan matanya. "Aku tidak mempunyai saudari manusia. Dan aku tidak ingin tinggal di dunia ini selamanya." Erina tergelak. Ia tersenyum lebar kepada Maudyne. "Baiklah, Maudyne. Kita akan tinggal di bumi untuk sementara sampai kita dapat menemukan cara untuk membawamu pulang," Maudyne menatap Erina lama kemudian mengangguk.Maudyne hanya ingin satu hal.
Ia ingin pulang. Ia ingin menyelamatkan ibunya."Jangan anggap dirimu benalu, Maudyne," Maudyne termenung. Pikirannya melayang kemana mana. Ia juga memikirkan, bahwa ia akan menjadi benalu bagi Erina. "Aku tidak mengatakan itu." Jawabnya pada Erina tanpa mengalihkan pandangannya. Ia tidak berkata begitu, namun memikirkan demikian. Erina terkekeh. Ia sudah mulai terbiasa dengan sikap Maudyne.
"Aku memiliki rencana, kita akan pindah ke Basilia," Maudyne menoleh. Ia mengerutkan keningnya. "Basilia merupakan nama kota yang tidak terlalu padat di Aerla. Namun kemajuan kota itu sudah amat terkenal," Maudyne mengangguk sekali. "Jadi nama Negara ini adalah Aerla." Ucapnya. Erina mengangguk. "Dan hutan ini merupakan hutan Lyra. Hutan yang merupakan tempat sekaligus saksi atas pernikahan Dewi Layra dan Dewa Uero," Jelas Erina. Maudyne diam. Ia bukannya tidak mengerti, namun ia sedikit terkejut. Ia berada di hutan suci Lyra. Mengapa ia tidak menyadarinya.
"Mengapa kamu bisa tinggal disini? Sejak kapan?" Maudyne menatap Erina yang menyeringai.
"Itu...," Maudyne mengangkat sebelah alisnya. "rahasia,"♛♛♛
Tbc..
Chapter satu selesai.{658 word}
Salam, Annaline
♔
KAMU SEDANG MEMBACA
Maudyne White
Novela Juvenil(Teen Fiction - (minor) Fantasy - Mystery) White artinya putih. Putih tidak selalu lembut seperti kapas. Putih dapat dingin seperti salju. Putih tidak suka disentuh. Ia tidak ingin terlihat rapuh. * Maudyne White. Satu nama yang cukup untuk m...