Tiga puluh tiga - SEBUAH KESALAHAN

8.7K 764 34
                                    

A/N: Astagaaa udah berapa bulan nggak update semoga masih ada yg ngikutin cerita daku :') dikarenakan autor sibuk bukan main sampai megang leptop aja nggak sempat.sekalinya nganggur bawaannya pingin tidur istirahat dan mimpi indah sampai lupa ceritanya terbengkalai. Buru-buru pingin namatin cerita ini mungkin tiga chapter kedepan selesai yaa semoga masih kuat juga ngikutin cerita drama gelo ini

Omong-omong,follow ig autor dong (fakir followers ;p ) di aiicicuit , kalian boleh kok nyampah atau sekedar lihat-lihat doang.Dan jangan lupa ikutin lagi ceritaku 'HAI' di webcomic yang terbit setiap hari Sabtu

happy fasting bagi yang menjalankan ^^ typo?


***

Hari itu menjadi salah satu hari tersuram bagi Bram dalam hidupnya setelah kepergian anaknya. Di kantor dia sama sekali tidak bisa bekerja dengan baik. Diam sedikit dia akan melamun memikirkan semua ucapan dan tingkah laku Nabila. Ketika bekerja, dia pasti kehilangan konsentrasinya. Membuat para bawahannya cemas melihat keadaannya. Bram mengulang kembali kejadian pagi tadi sebelum dia berangkat kerja. Rasanya jiwa Bram seperti dicabut dari raganya ketika Nabila ngotot meminta cerai dengan alasan bahwa Nabila anak pembawa sial.

Pembawa sial dan tidak becus. Semua orang akan meninggalkannya. Demi Tuhan dapat dari mana sih pemikiran jelek seperti itu? Bram sama sekali tidak habis pikir. Nabila memang wanita yang rendah hati. Tapi tidak pernah sampai hati dia merendahkan dirinya sendiri seperti itu.

"Pak Bram?"

Bram tersentak cukup berlebihan ketika Arif –karyawannya- menegurnya yang sedang kalut dalam lamunan.

"Ya? Kenapa?"

"Itu hpnya bunyi."

Benar saja. Ponsel Bram meraung-raung minta diperhatikan.

"Pak Bram kalau nggak sehat boleh istirahat duluan kok." kata Arif nampak khawatir dengan bosnya. Tapi Bram hanya tersenyum kecil dan menolak.

"Makasih, Rif. Saya baik-baik saja." Lalu Bram berjalan keluar menuju balkon ruangannya untuk mengangkat telpon. Dia butuh privasi karena ini dari ibunya.

"Ya, Ma?"

"Nabila nggak mau keluar dari kamarnya anakmu. Diajak makan nggak mau. Mama ajak nonton tv aja nggak nyahut. Kenapa Bram?" Mamanya memberondong semua cerita dengan nada getir. Bram memijit kepalanya yang bukan kepalang sakitnya.

"Tadi pagi kita berantem, Ma." jujur Bram karena dia bingung harus bagaimana lagi.

"Tentang apa?"

"Dia minta cerai."

"APA?"

"Tapi nggak aku tanggepin. Aku tahu Nabila cuman nggak stabil aja. Itu yang buat aku stres. Dia nggak bisa hilangin pikiran buruknya."

"Astaga, Bram. Kenapa dia sampai minta cerai? Dia emang bilang apa ke kamu?"

"Katanya dia nggak bisa bahagiain aku karena nggak bisa ngasih keturunan."

"Dia masih belum ikhlas buat Kalista?"

"Mungkin." Bram mengerti jika Nabila cukup susah menerima keadaan. Sampai kapanpun pasti Bram akan menemani. Tapi cerai sama sekali tidak pernah ada dalam otak Bram.

"Aku minta tolong jagain dia terus ya, Ma, sampai aku pulang."

"Mama sih nggak papa, Bram. Tapi akhir-akhir ini Oma mu rewel telponin Mama terus suruh minta pulang. Nggak tahu kenapa biasanya juga cuman sindir-sindir aja tapi nggak sampai telponin setiap jam."

PERFECTLY IMPERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang