Prolog

37 18 2
                                    


Sampaikan pada bilik hatinya.
Nanti, ketika langit bersemu jingga.
Agar sedikit tidaknya ada bersua, Kabar burung penenang rasa.

Ceritakan pada jiwa kosongnya.
Kelak, ketika langit sudah mulai gelap.
Secarik kertas tanpa warna,
Dan kedua bola mata bertatapan.

Ungkapkan asa dan laraku,
Kala langit jadi kelabu.
Selarik sajak perundung rindu,
Sedikit tawa itu membunuhku.

Katakanlah aku pergi,
Jika hari telah berganti pagi.
Sehelai sutera penyayat hati,
Teman masaku dalam sepi.

Iya, benar aku katakan.

Aku masih punya rasa itu dalam hatiku.
Aku masih menyimpan kisah itu dalam ruang memoriku.
Aku masih sama seperti saat yang lalu.
Aku masih sama seperti hari itu,
Saat-saat kemarin yang lenggang berlalu.

Aku masih sama seperti minggu lalu.
Aku masih sama seperti bulan lalu. Dan masih sama seperti tahun-tahun yang lalu.
Aku, padamu.

Sedikit lupa akan kedipan matamu, tapi aku masih ingat deru napasmu.
Sedikit lengah akan bayangmu, tapi aku masih hafal langkah kakimu.

Jadi kutanyakan lagi padamu, haruskah aku melupakan dikala semua berada di depan mataku?

Susah, dan aku tak mampu.
Susah, dan aku tak mau.

Jika masih punya hati, hargai aku disini. Karena aku juga punya hati. Hatiku jauh lebih lemah dari bayi  yang baru saja terlahir di dunia.

Jika masih punya perasaan, lihat aku berdiri disini. Karena aku juga punya perasaan. Perasaanku jauh lebih rapuh dari ranting kering di musim kemarau.

Setidaknya aku tak pernah berpaling.
Bahkan semut pun tahu, aku merindukanmu.

Bali, 18 Mei 2018
-M

Only ThenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang