“sukses ya Dav,..”sambil tersenyum menepuk pundaknya. Mungkin itu kata terakhir yang kuucapkan pada Davian.Setelah hari itu, aku tak bisa bersikap biasa saja padanya. Di upacara terakhir itu, Davian memegang setangkai bunga mawar dengan wajah yang begitu ceria. Dia duduk ditaman depan kelasku, dengan matanya yang terlihat fokus pada Dinda. Entah kenapa dadaku terasa sangat sesak saat melihat nya saat itu.
Lalu aku menghampirinya dengan senyumku yang menyembunyikan sesak di dada. Dengan bodohnya aku mengatakan kata yang menyemangatinya walaupun setelahnya aku berjalan menjauh, lalu berlari dengan air yang menetes diwajahku. Davian pun sempat memanggilku saat aku mulai berlari. Namun aku terus berlari, dan menangis sendirian di atap sekolah itu.
mengapa aku peduli, mengapa aku memikirkan ada apa atau mengapa, sedangkan dia saja tak memintanya bahkan dia tak memerdulikannya.
Lalu aku, berusaha keras untuk membuatnya merasakan apa yang dia mau, tapi dia hanya mengabaikannya dan tak pernah menyadari apa maksudnya,
Setelah aku tak menyerah walau dia mengabaikan, tetap saja aku tak pernah bisa menggapainya, karena dia sudah mendapatkan apa yang dia mau, walaupun aku berharap aku yang berada diposisi itu, selalu menyaut "tidak mungkin" dari dalam diriku. Mungkin kata paling tepat untukku adalah “bodoh” .
Untuk apa aku dengan bodoh bertanya “apa yang lu sukai?” dan saat dia tidak masuk sekolah aku bertanya “kenapa gak masuk? apa lu sakit?” dan hal terbodoh itu disaat aku berusaha mengetahui hal yang tidak orang lain ketahui. Padahal sudah jelas angin itu lebih tahu segalanya.
Apa yang dia sukai, mengapa dia tidak masuk sekolah, dan tentu saja semua hal yang aku tahu pasti angin itu sudah tahu lebih dulu. Ya aku tahu, karena dia lebih mengenalnya, lebih tahu banyak hal tentangnya, lebih sering bersamanya, bahkan akupun mengetahui banyak hal darinya, tapi mengapa aku masih berusaha.
Aku iri dengannya, sangat iri. Karena dia bisa menggapainya semudah itu, berbanding denganku yang berusaha walau tau akan gagal akhirnya.
“Mungkin dingin itu akan tetap memilih angin walau hujan menetes dengan derasnya.”.......................
Terasa,.. dia sering sekali memperhatikanku, tapi untuk apa. Dan aku sekarang lebih sering bertemu dengannya. Apa dia ingin mengatakan sesuatu kepadaku, atau dia ingin memberitahu kalau dinda sudah berpasangan dengannya.Ya tentu saja itu pasti, dia kan hanya menganggapku sebagai sahabatnya jadi wajar saja jika dia ingin memberitahuku. Mungkin harapanku memang aneh, jadi takan pernah tercapai. Lagipula, masih ada Lintang yang selalu bersamaku.
.....................
“Li, lu mau jajan apa nih?”tanyaku yang beranjak duduk.Dikantin, sekarang aku sering menghabiskan waktu bersama Lintang. Dia sering bercerita banyak hal yang tak membosankan seperti biasanya. tapi, saat aku sedang tertawa mendengarkan cerita konyol Lintang. Aku menoleh kekiri tak sengaja dan sejenak mataku menemukan matanya, ya itu Davian. Aku langsung tersentak dan dingin itu langsung menyergapku. Dia sedang memperhatikanku, itu yang ku tahu.
“gua beli mie ayam rein,lu sih?jawab Lintang yang membuatku langsung mengalihkan pandangan kepada Lintang.
“rein, mau beli apa?”tanyanya lagi.
“eh iya Li, aku beli minum aja lagi gak mood makan bentar ya”ucapku sekenanya sambil beranjak pergi membeli minum.
..........................
Pulang sekolah ini, aku diantar Lintang walaupun rumah ku sangat berlawanan dengannya. Mungkin aku juga sempat berpikir, kenapa dia mau saja mengantarku.“Rein, lu mau makan dulu gak?”tanya Lintang yang memecah sepi.
“eh, iya deh boleh juga li gua kebetulan laper”jawabku sekenanya.
“yaudah, ke cafe dulu ya!”tuntasnya.
.....................
Hujan rintik rintik itu terulang lagi, bedanya sekrang aku dengan Lintang. Dia terlihat tenang sekali mengendarai motor. Sedangkan aku masih saja memikirkan sebenarnya kenapa.Kenapa tak pernah ku sadari Lintang itu selalu ada, dan aku malah memikirkan Davian. Lelaki yang jelas jelas sudah milik sahabatku sendiri, Dinda. Mengapa Lintang selalu ada saat aku menginginkan Davian.
Mengapa “hangat” itu selalu ada saat hujan menginginkan “dingin”. Lintang, si “hangat” yang selalu ada walau seharusnya hujan terasa dingin.
Bersambung...
Kritiknya boleh juga:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendung
Romance"hangat yang selalu bersama hujan, namun hujan selalu menginginkan dingin yang selalu bersama angin."