04 • Jebakan

335 28 5
                                    

Tidak perlu bertaruh, dari awal pun hati ini hanya untukmu.

Tidak perlu bertaruh, dari awal pun hati ini hanya untukmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana sekolahmu?"

Itu adalah kalimat pertama yang didengar Aditya setelah melepas seragamnya. Pertanyaan yang berulang kali sering diucapkan ayahnya, Arga Pratama. Pertanyaan itu bukanlah bentuk kasih sayang Arga seperti orangtua lainnya, melainkan Arga ingin memastikan bahwa dirinya menjaga nama baik keluarga. Bukan, lebih tepatnya citra ayahnya.

"Baik," jawab Aditya seperti biasa. Ia sudah hapal betul balasan selanjutnya. Kalau dipikir-pikir, percakapan mereka selalu sama setiap harinya. Lantas, apa yang diharapkan Arga selama ini?

"Pastikan kalau kamu tidak menyebutkan itu. Saya akan mendatangimu jika seseorang tahu."

Ah, rupanya berbeda. Aditya baru ingat bahwa hari ini ia menjadi murid baru. Tentu saja balasan Arga berbeda dari biasanya—namun ini pertanyaan yang sama saat Aditya masuk sekolah di Inggris.

"Sebenarnya Ayah ingin melindungi keluarga kita atau Ayah tidak ingin orang lain tahu siapa ayah yang sebenarnya?"

Benar, Aditya muak dengan semua ini. Kalimat yang baru saja ia ucapkan itu adalah kali ke sepuluhnya ia berbicara demikian selama enam belas tahun ia hidup. Setidaknya Aditya selalu mengulang kalimat itu setiap tahun. Meski Aditya tahu respon Arga ke depannya seperti apa, tetapi setidaknya kali ini ia ingin mengungkapkan seluruh penasaran di benaknya selama ini.

"Kali ke sepuluh, ya? Apa yang kamu inginkan? Saya akan mengabulkan semua permintaanmu untuk tidak menjadikannya yang ke sebelas."

Mendengar itu Aditya makin geram. Enam belas tahun ia hidup, ayahnya tidak pernah memanggil namanya. Percakapan mereka selalu formal. Hubungan mereka terasa seperti atasan dan bawahan daripada ayah dan anak.

"Aku cuma pengen kita akrab, Yah," ujar Aditya dengan lirih. Ia sadar pemberontakannya ini sia-sia.

"Akrab katamu? Dalam hidup, tak ada yang benar-benar akrab. Kamu selalu hidup berdampingan dengan musuh. Mustahil ada yang akrab denganmu."

Aditya bergeming ketika mendengar kalimat yang selalu ia dengar selama ini. Dari kecil ia sudah mendengar kalimat itu, hingga tak asing lagi mendengarnya. Meski ia tak tahu arti yang dimaksudkan ayahnya, Aditya terkadang menganggap ucapan Arga benar. Bukan sepenuhnya benar, tapi setidaknya ada benarnya.

Aditya akui ia pernah mempunyai teman dekat yang ternyata musuhnya. Namanya Johan, anak presiden direktur perusahaan ternama. Hubungan pertemanan mereka awalnya baik-baik saja, tidak ada yang aneh dari Johan. Namun di suatu hari, semuanya berubah. Johan mencurangi dirinya dengan membeberkan fitnah kepada khalayak umum bahwa ayahnya bukanlah orang baik. Saat itu Johan mengatakan bahwa Arga adalah pelaku pelecehan seksual bertahun-tahun silam yang di mana korbannya meninggal dunia. Dikatakan bahwa Arga telah menghamili korban dan membunuh korban dua minggu setelah melahirkan. Tak hanya itu, disebutkan pula bahwa Arga adalah sosok yang membunuh ibunya. Dari situlah Arga akhirnya menanamkan kalimat 'jangan biarkan orang lain tahu tentang keluarga kita' kepada Aditya.

Get Away From You [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang