Seseorang baru saja menerobos pintu ruang kelas. Melewati beberapa murid yang saling berceloteh sebelum bel berbunyi.
Dia segera menghempaskan tubuh di meja sembari mengatur napasnya yang masih tersengal.
Bermaksud menyapa seorang teman yang sudah memutar tubuh dari tempat duduk di depannya, namun suaranya hanya berhenti di tenggorokan.
Sehingga temannya duluanlah yang bersuara.“Ohayou.”
Dia hanya mengangkat tangan tanda membalas sapaan anak yang dikucir dua dibawah daun telinganya.
Anak itu mengerutkan dahi dengan tatapan penasaran.
“Apa yang terjadi padamu, Ame? Habis dikejar anjing?”
Tangan orang yang bernama Ame itu bergerak untuk menjitak kening temannya.
“Tidak.”
“Dikejar malaikat maut?”
“Bukan.”
“Dikejar Yamashita senpai?”
“Mustahil.”
“Dikejar Ibu kantin?”
“Untuk apa? Eh —“ Ame berjingkat sesaat.
Sedetik kemudian dia menepuk keningnya sendiri, melupakan suatu hal yang seharusnya tak diingatkan.“Aku belum membayar hutang roti melon kemarin, Moa.”
Moa, temannya itu hanya mendesis. Kebiasaan Ame yang selalu lupa membawa uang jajan dan berakhir mengutang makanan dari kantin. Hanya dia yang melakukan hal itu. Tak terhitung berapa kali dia melakukannya sejak hari pertama masuk Sekolah.
Ibu kantin, Mocchan begitu panggilannya. Dia sosok penjual garang yang ditakuti oleh semua murid sekolah. Meski sudah memasuki usia lanjut, kedua matanya sangat awas. Dia tidak akan membiarkan seseorang mencuri dagangannya. Dan di suatu waktu jam istirahat yang ramai, Ame berniat untuk membayar rotinya tapi ternyata dia lupa membawa uang saku. Dan selanjutnya apa yang dilakukan Ame berhasil mengelabuhi Mocchan untuk memberi hutang roti kepadanya.
Saat itu Moa hanya geleng-geleng kepala melihat cengiran tersembunyi dari wajah Ame ketika berhasil mendapatkan Roti dari Mocchan.
“Akan kupastikan nanti kubayar,” imbuh Ame sembari mengeluarkan beberapa buku catatan dari dalam tasnya.
“Kembali ke pertanyaan awal. Apa yang terjadi?” ulang Moa, kembali mendesak jawaban Ame.
Ame baru akan mengambil kotak pensilnya, mendadak teringat kembali dengan kejadian tadi, sebuah jawaban yang diharapkan Moa. Tapi mengingatnya saja sudah membuatnya malu bukan kepalang apalagi mengatakannya nanti, bisa terkelakar di lantai Moa jika mendengar ceritanya.
Ame hanya mengibaskan tangannya.
“Tidak,”ujar Ame lalu menggelengkan kepala dengan gamang. "Tidak. Lupakan-lupakan. "
"Ish."
“Oh, iya, kudengar hari ini ada anak pindahan dari Prefektur Shizuoka.”
Moa mengalihkan pembicaraan tiba-tiba. Dia memperhatikan Ame yang mulai mencoret-coret buku dengan pensil. Ame masih saja menggambar manga untuk mengasah kemampuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'Aimer
Fanfiction. . Jika dua diantara kita Bertemu dalam kesempatan Seperti apa jalan yang harus dilalui . .