Salju pertama turun hari ini, membuat pikiranku ikut membeku dan tidak produktif. Seharian aku hanya menghabiskan waktu di dalam ruang latihan dengan sesekali mamainkan piano dengan lagu yang ingin aku mainkan. Lembaran bergaris di atas piano masih kosong karena aku belum tahu akan menuliskan apa di sana. Inspirasiku ikut membeku dengan naiknya suhu di luar Gedung.
"Himdeureodo kkumeul ilchi marayo. Himdeureodo kkumeul ilchi marayo. Himdeureodo kkumeul ilchi marayo." Aku mengulangi kalimat yang sama itu berulang kali. Aku sempat mendengar seorang sunbaenim beberapa waktu lalu mengatakan hal itu dan entah kenapa kalimat itu memotivasiku.
"Janganpernah menyerah pada mimpimu meski sulit untuk digapai" aku mengulangi lagi kalimat itu sampai masuk ke dalamotakku yang membeku.
"Bukan karena mimpi yang terlalu sulit, tapi aku saja yang tidak produktif," gerutuku pada diri sendiri.
"Song Joo-ya!"
"Kamcyaga! Aish... PD-nim, wae?" seorang produser musik yang biasanya melatihku di kelas lirik masuk tiba-tiba dan mengagetkanku.
Dia tertawa melihat responku, "CEO-nim meminta bertemu denganmu di ruangan,".
"Naega? Wae gure?"
Pertama kali aku bertemu dengan CEO-nim ketika dua bulan lalu aku baru diterima menjadi trainee di agensi ini. Lalu kemudian kali ini beliau memintaku untuk menemuinya lagi. Apakah aku akan dikeluarkan? Tapi aku tidak melakukan kesalahan apapun sepertinya.
YOU ARE READING
UNFORGETTABLE (coming soon)
أدب الهواةCha Song Joo: "Bukankah menjadi seorang penyanyi bukanlah mimpi yang terlalu tinggi? Aku ingin melakukan itu karena aku membenci itu. Hanya suaraku yang diingatnya, bahkan untuk dalam waktu yang lama" _______________________________________________...