Annisa Zalfa Aisyah (Zalfa) POV:

Senja klasik, mentari mulai terbenam meninggalkan semburat orange di langit sana. Aku berjalan gontai keluar Masjid setelah selesai melakukan rapat remaja masjid yang di laksanakan ba'da Ashar dan akan selesai sekitar pukul 17.24. Ingin rasanya segera tiba di rumah, menyiram diri dengan air. Melepas penat, lalu beristirahat sejenak.
Tadi, karena sepulang sekolah dilanjutkan dengan mengikuti persiapan Ujian Nasional yang sekitar 2bulan akan ku jalani setelah itu aku langsung mampir ke Masjid membaca pesan dari Sindi tadi. Sindi, ya dia sahabat ku. Dia yang tahu semua tentang ku. Jika ingin lebih tahu tentangku, tanyakan saja padanya :v

"Zalfa! " panggilan itu menghentikan langkah ku saat akan menuju parkiran Masjid. "apasih nih orng, gak tau apa yah kalau aku capek" dumel ku dalam hati.

"nah gitu dong! Sekali panggil langsung nyaut. Eh tapi gak nyaut sih. Apa kabar? Ku harap kamu baik-baik aja yah, karena itu artinya do'aku selama ini terkabulkan" ucapnya panjang lebar.

"Kahfi jangan ngebacot!" tegurku. Ya, Kahfi Hidayat sebut saja dia juga sahabatku dari TK. Dia baru bergabung dengan remaja masjid lagi setelah 2tahun tak pulang-pulang dari pesantrennya. Dia seorang santri di sebuah pesantren ternama di Jawa entah apa namanya. Anaknya emang petakilan banget.

Aku berjalan mengabaikannya setelah berucap seperti itu, malas ngeladenin.

"Zalfa!" teriaknya lagi. Aku diam tak menjawab, moodku sedang hancur sore ini.

"Zalfa!" teriaknya lagi. Dan aku masih tak bergeming, memilih memperbaiki khimarku.

"Annisa Zalfa Aisyah" teriaknya lagi dan lagi.

"apa?" ucapku dengan volume suara tak kalah besar darinya.

"kamu gak kangen yah sama aku?" tuh kan, udah mulai petakilan dianya.

"subhanallah, kamu petakilan banget sih jadi cowok" gerutuku.

"Zafa, aku gini cumu sama kamu. Aku terbiasa gini cuma sama kamu. Gak tau kenapa." ucapnya sembari duduk di tangga Masjid.
Astaghfirullah laki-laki ini. Ini kan sedang menjelang maghrib, sudah pasti banyak orang. Dan see? Sekarang kami menjadi perhatian banyak orang karena Kahfi yang suaranya gede banget kek pake speaker.

"Jangan panggil aku dengan nama itu Fi! Hanya keluarga dan orang yang punya hubungan halal bagiku yang boleh memanggilku dengan nama itu" iya, nama itu khusus untuk orang-orang yang benar-benar menyayangiku karena allah.

"kode yah? Ya udah, tunggu aku yah" apa maksud Kahfi?

"kode apa? Nunggu apa coba Fi?" ucapku heran seraya duduk di jok motor, bersiap menstaternya.

"kode buat dihalalin, dan tunggu aku datang memintamu dengan terhormat." ucap Kahfi dengan muka serius, muka serius yang mungkin dibuat-buat. 'dasar petakilan'

"udh deh, aku cape mau pulang" ucapku tanpa menggubris ucapannya.

"Ya udh sana pulang, tapi bentar ba'da maghrib ke sini lagi" ucapnya dengan senyum terlukis di bibirnya 'manis. Ehh, apa sihh'

"In Syaa Allah, kalo ada jemputan" ucapku asal dan setengah berteriak karena motorku sudaj berada di gerbang meninggalkan Kahfi dengan senyumnya.

"iya, nanti aku jemput, ke pelaminan" ucapnya juga berteriak dan langsung masuk ke Masjid tanpa peduli ekspresiku yang hampit baper. Ingat yah, cuma hampir baper.

_____________
Nb: segini dulu, part percobaan. Kalo ada kesalahan tolong dikoreksi yah:)

Syukron. Jazakumullah khairan katsiran

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tsabaatul QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang