III. SURYA

74 9 33
                                    

Kami naik sebuah kereta perang yang ditarik oleh 2 ekor ular, apabila aku memegang hp saat itu niscaya aku sudah selfie berulang kali. Kereta ini berjalan dengan cepat diiringi lagu Padi tempat terakhir tetapi semuanya dikalahkan oleh Lia yang menjerit-jerit sambil menarik kaosku yang membuatku kehabisan nafas.

"Tante bisa pelan-pehkkk," sebelum aku menyelesaikan perkataanku Lia menarikku semakin keras hingga aku mau muntah—kumohon jangan tertawai aku kawan cobalah untuk naik roller coaster sambil dicekik dari belakang—"kami ingin bicara."

Wanita itu nyengir kepada kami dan melepaskan tali kekang kemudian duduk dengan santainya, dan kedua ular besar pun berjalan dengan kecepatan normal.

"Jadi apa yang mau kalian tanyakan?" ujarnya. "Karena kakak cantik yang baik hati ini akan menjawab semuanya." Lanjutnya sambil mengibas-ngibaskan rambutnya.

"Yang benar saja tante!" jawabku spontan. "Dan apa anda punya kantong muntah?"

"Ada dua hal yang perlu kamu tahu," ia berhenti dan menarik nafas panjang. "JANGAN PANGGIL AKU TANTE DAN JANGAN MUNTAH DISINI!"

Tanpa menunggu restunya aku muntah-muntah ke jalanan.

"Iuh... Menjijikkan," sahut Lia. "Maaf Nyi, ehm bolehkan aku memanggilmu Nyi?"

Ia hanya mengganguk.

"Perasaanku saja atau kereta ular ini mirip limosin?" tanya Lia. "Karena yah... Tempat duduk di belakang dan kendaraan ini cukup panjang." Jelasnya

"Dasar anak bego kau pikir darimana inspirasi menciptakan limosin berasal?" jawab Nyi Blorong dengan menaikkan satu alisnya. "Rupanya kamu bertemu dengannya cepat sekali yah!" ia menunjuk kami secara bergantian.

"Ehh..." Lia berdiri dan menunjuk ke arah Nyi Blorong. "Anda monster limbah toilet itu!"

Nyi Blorong hanya tertawa. Kalau aku pribadi tidak akan terlalu bangga dipanggil seperti itu.

"Hei apa maksudmu Lia?" tanyaku. "Dan kenapa orang-orang tak ada yang terkejut melihat dua ekor ular melewati jalan tol?"

Lia langsung salah tingkah. "Ceritanya panjang Surya," jawabnya. "Oh iya, kenapa kok gak ada yang teriak atau minimal berfoto selfie atau apalah?"

"Hei, jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Mata batin," sahut Nyi Blorong. "Mata manusia rendahan seperti mereka tidak memilikinya, pandangan mereka terhalang oleh sebuah sekat dan menggangap kereta kencanaku sebagai limosin mewah atau semacamnya agar lebih mudah diterima nalar."

"Jadi kami orang yang gak normal gitu?" balasku.

"Bukan dungu," ia menyentakku. "Kalian spesial, kalian ini pahlawan, anak dari seorang tokoh."

"Wah aku berharap jadi anak Bill Gates." jawabku.

"Aku tidak tahu kenapa ratu bisa tertarik padamu," jawab Nyi Blorong bingung sekaligus kesal. "Kalian tahu legenda pewayangan? Mereka semua nyata!"

"Wow aku terkejut." jawabku berbohong, karena yah setelah menaiki kereta ular dengan kecepatan gila-gilaan kurasa aku sudah tidak kaget.

"Jadi uhmm," Lia akhirnya bersuara. "Kenapa Ratu yang kau bilang tadi mengginginkan kami?"

"Dunia di ambang kehancuran. Rahwana bangkit kembali dan ia ingin menenggelamkan pulau Yavadwipa." terangnya singkat.

Entah kenapa Lia hanya terdiam aku tahu ia pasti merenung. 'Waw menyenangkan sekali!, kita bakal bunuh diri nih!'

"Tapi Nyi, Yavadwi–apalah, kukira aku sendiri gak pernah dengar pulau itu?," tanyaku penasaran. "Dan siapa Ratu yang anda maksud."

"Yavadwipa, itu pulau Jawa, Surya," jawab Lia sebelum Nyi Blorong menjawab dengan makian yang tentu tidak bijak bila ditulis di dalam kisah ini. "Dan kalo ia Nyi Blorong itu artinya Ratu yang ia maksud adalah Ratu Pantai Selatan."

"Ohh aku paham," aku menjentikkan jari. "Anda bekerja untuk Poseidon!"

"Gadis muda kenapa temanmu begitu dungu," aku yakin sebentar lagi Nyi Blorong mengeluarkan kekuatannya dan menjadikanku Lele Surya, tapi ia menarik nafas panjang. "Kalo aku bekerja untuk Poseidon kenapa aku menyebut Ratu?" ia bertanya balik.

"Maksudnya ia bekerja untuk—," sebelum Lia menyelesaikan kata-katanya kami sudah berhenti di tepi pantai.

Oke ralat, haruskah aku mengatakan kami berhenti di tepi tebing batu karang tinggi, yang jika kau jatuh kau akan mati tertusuk oleh ombak laut? Oke aku mengatakannya.

"Jadi apa kita akan terjun dari tebing untuk masuk ke kerajaan?" tanya Lia.

"Kau mau bunuh diri yah?" sahutku.

"Surya diam!" bentak mereka berdua secara serempak.

¢=]=======>¢=]=========>¢=]=========>

Setelah kami turun kereta kencana Nyi Blorong melebur menjadi satu dengan tubuhnya menjadikan bagian atas seorang perempuan muda nan cantik tetapi bagian bawahnya berupa sisik ular nan panjang, aku tergoda untuk bertanya seperti 'hei, bagaimana caramu buang air besar?' tapi aku yakin Nyi Blorong tak akan suka.

Tanpa diduga Lia memekik, "Anda Medusa?"

"Gak lah dungu!" jawabnya. "Lebih cantik akulah, dari Medusa, dan sisik Medusa tidak terbuat dari emas."

Ia menghampiri sebuah karang dan menempelkan jarinya—hei apa itu finger print?—dan kemudian terdengar suara Nyi Blorong, sidik jari cocok, retina cocok, silahkan masuk. Karang terbuka dan menampakkan ruang kecil yang tampaknya adalah lift.

Masuklah anak-anak. Kami bertiga masuk dan ajaibnya kami tak menginjak sisik Nyi Blorong dan itu membuatku lega. Kami turun ke bawah diiringi lagu 'Bring Me To Life' yang membuatku paham kenapa laut selatan begitu ganas.

"Jadi ini alasan kenapa kerajaan Ratu selatan gak pernah ditemukan?." tanya Lia.

"He eh benar sekali," jawab Nyi Blorong. "Andaikan mereka menyelam cukup dalam toh mereka tak punya mata batin."

"Jadi kita akan ke Atlantis nih?," ujar Lia. "Kukira itu cuma mitos."

"Bukankah Paddle Pop udah ngeluarin dvd nya?," jawabku.

"Bukan yang itu..." Lia merenggut kepadaku. Kurasa dia ingin mengumpat, tapi jelas sekali kalau dia menahan diri.

"Mitos, bukankah aku juga mitos," jawabnya. "Terkadang Manusia tidak menerimanya karena bertolak belakang dengan akal sehat tapi sejatinya di hati mereka, mereka percaya, Itulah mitos."

"Wah anda bijak juga yah!," sahutku.

Sebelum ia marah pintu lift terbuka menampakkan sebuah kota dibawah laut dengan beberapa hewan-hewan laut yang indah nan eksotik, ular laut, gurita raksasa dan hei!, sepertinya aku melihat Yos Sudarso.

"Jangan kaget Ratu menyelamatkannya waktu ia tenggelam. Karena keberaniannya ia menjadi penjaga tempat ini, dan siapkan diri kalian karena tempat yang disana itu adalah kerajaannya." ia menunjuk ke arah istana berwarna hijau terang dengan berbagai keindahan yang pasti akan menjemukan kalo kujelaskan semuanya.

"Hei apa ia mirip Aquaman dari DC Universe?," bisikku pada Lia. Kurasa aku kembali membuat Lia menahan diri, lagi. Sebelum dia kehabisan kesabaran, kurasa aku akan diam.

Ow, lupakan saja. Mulutku tidak bisa berhenti menganga melihat pemandangan ini...

Surya : The South Sea Queen TridentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang