Diary Persahabatan : "Retak"

22 1 0
                                    


Dunia memang kejam. Kejam telah memperlakukan manusia sebagai budak. Dunia yang mengalami perubahan yang sangat drastis telah membuat manusia juga turut mengikutinya. Globalisasi yang arti positifnya yang mempersatukan umat manusia tak terkadang juga memecah belah manusia. Tak bisa dipungkiri, dunia sekarang telah menjadi ladang kejahatan. Seolah olah ladang berbuat kebaikan jarang kita temukan. Dunia memang panggung sandiwara. Sandiwara yang dimainkan manusia yang sebenarnya telah disutradarai oleh dunia yang fana.

Kutiskan cerpen ini tak lain tak bukan salah satu bentuk protesku kepada dunia yang telah mempermainkanku.

Diary Persahabatan : "Retak"

Dulu hidupku begitu berwarna. Berwarna seperti pelangi setelah hujan. Tapi sayangnya itu dulu. Dulu yang tak akan kembali lagi. Kalau memang benar doraemon punya mesin waktu pasti telah kutemui ia dan kupinjam mesin waktu itu untuk ke masu lalu. Tapi, doraemon hanya sebatas kartun hayalan yang tak bisa ditemui di dunia nyata ini. Astaga, begitu bodoh pikiranku.

Tuhan, bolehkan aku meminta padaMu "Kembalikan duniaku yang dulu". Ah , otakku lelah dengan semua ini. Terkadang aku melamun sendiri memikirkan ini. Kadang pula terbesit dibenakku "Akankah ini bisa kembali?". Pena ditanganku mulai menari diatas kertas putih ini menggambarkan keadaanku yang dulu sampai sekarang.

BEGINI CERITAKU DULU,

Sahabat adalah sosok malaikat nyata di dalam kehidupan. begitulah gambaranku terhadap sahabat. Karena memang begitulah yang kurasakan bersama sahabatku. Namanya Akbar dan Ana. Namaku sendiri adalah Wijaya. seperti layaknya sahabat, kami selalu bersama disemua keadaan. hitam putih hidupku selalu kucurhatan kepada mereka. Begitu sempurna hidupku bersama mereka.

"Bar...Ana lagi dimana? Kok enggak nongol dari tadi" kataku menyapa Akbar yang sedang duduk sendiri di halte sekolah.

" Iya nih, Aku juga belum liat si Ana. Tapi tadi sih kata teman-teman pulang bareng sama Aldi" Jawab Akbar. Hari itu aku dan Akbar Cuma pulang berdua. Tak biasanya Ana pulang duluan. Kalaupun dia pulang duluan pasti dia kasih tau sama kami. Mungkin dia lupa.

Aku pikir Ana memang lupa kasih tau pulang duluan kemarin. Tapi, hari ini Ana juga pulang tak bersama kami dan lagi- lagi Ana tidak memberitaukan pada kami. Besoknya Aku dan Akbar menyakan perihal ini kepada Ana. Tak disangka Ana yang kami kenal lembut malah menjawabnya seolah kami salah menanyakan hal itu. Mungkinkah Ana sudah berubah????

Hari-hari berikutnya tak sebatas itu Ana terlihat berubah. Jam istirahat yang biasanya kami bertiga, beberapa hari ini Ana juga tak ikut bersama kami. Argumenku tentang pertanyaanku kemarin mulai membuka jawabannya. Kusimpulkan Ana memang telah berubah setelah Ana menjauhi kami dan enggan berbicara dengan Aku dan Akbar.

"Jay...Kok Ana sekarang gitu yah, aku jadi ngak suka liat gaya Ana" kata Akbar menyapaku di pagi ini.

"Apaan sih Bar, mungkin Ana lagi ada masalah" kataku.

" Biasanya kan kalau salah satu diantara kita punya masalah pasti bicaranya sama kita juga. Kok ini Ana malah jauhin kita. Perlu kamu tau yah, kata teman-teman Ana berubah karna Aldi tuh." Kata Akbar.

" Maksud kamu?" tanyaku pada Akbar. Akbar pun menceritakan apa yang teman-teman ceritakan padanya.

Mungkin apa kata teman-teman memang benar, Ana berubah sejak berteman dengan Aldi. Apalagi Ana sama Aldi sekarang sudah pacaran. Aku dan Akbar mencoba bicara sama Ana. Tapi apa yang kami dapatkan . Ana malah tak menghiraukan kami. Mungkin ini sudah takdir, sayap malaikatku telah terbang jauh hilang ditelan bumi.

Suatu pagi, Aku dan Akbar beranjak dari kelas ke perpustakaan. Entah apa yang salah dari kami berdua, orang-orang menatap kami sinis.

"Jay...Aku salah pakai baju yah? Atau Penampilanku ada yang aneh? Kok mata orang-orang gitu amat liatin aku. " kata Akbar yang menyadari tatapan orang pada kami.

"Iya yah, aneh banget" tambahku.

"Jay, Bar. Kalian gitu amat sama Ana. Diakan perempuan, tega banget kalian lakuin hal sekeji itu sama Ana" kata Amar menghampiriku dan Akbar.

Aku dan Akbar bingung dengan perkataan Amar. Seusai dari perpustakaan Aku dan Akbar mencari tau tentang kata-kata Amar tadi. Astaga, tak kusangka Ana sekejam itu pada kami berdua. Entah apa yang mendorong Ana menyebar fitnah itu. Tak sampai disitu Ana juga membangun fitnah itu dengan melaporkan itu pada sekolah. Alhasil, aku dan akbar dipanggil ke kantor. Di kantor kami menemui Ana yang menangis merintih kesakitan dengan luka legam di sekujur tubuhnya.

Ana memang sudah sangat berubah, dia menuduh kami yang telah menganiayanya. Tak tahan dengan perlakuan Ana, kami membentak Ana untuk berbicara sejujurnya. Bukan malah pengakuan kejujuran yang ia katakan, malahan Ana memperparah dengan menambah fitnah terhadap kami. Drama kebohonganpun lancar Ana mainkan di depan guru. Mengingat Ana yang termasuk siswa berprestasi dan terkenal ramah dan jujur hampir semua guru percaya padanya. Keberuntungan memang sedang tak berpihak padaku dan Akbar. Akhirnya, masalah ini dibawa masuk keruang Kepala sekolah. Nasibku dan Akbar layaknya telur diujung tanduk yang sewaktu-waktu bisa jatuh dan pecah.

Aku dan Akbar keluar lemas dan pucat dari ruang kepala sekolah. Keputusan sekolah memutuskan untuk mengeluarkanku dan Akbar dari sekolah. Ingin rasanya menangis waktu itu tapi air mata ini seolah tak mau keluar sangkin sedihnya. Setega itu kah kau Ana?????. Kejam sekali permainanmu. Entah apa maksudmu membuatku dan Akbar seperti ini. Aku menyesal pernah mengenal kamu.

Mau tak mau Aku dan Akbar memutusan pindah sekolah. Kami berdua pindah ke sekolah yang sama. Memulai hari yang baru meninggalkan dan melupakan Ana. Ana hanyalah cerita pilu dalam hidup kami. Entah apa yang terjadi sama Ana kami tak perduli lagi padanya. Mungkin ia sudah puas telah bisa mengeluarkanku dan Akbar dari hidupnya.

Tapi, Aku dan Akbar bukanlah manusia penuh dendam. Aku dan Akbar tak menyimpan dendam sedikitpun pada Ana. Justru Aku dan Akbar kasihan melihat Ana yang sedang bentrok dengan kehidupan dunia yang fana ini sehingga dia tak bisa mengendalikan dirinya. Dunia memang kejam, tak memandang orang dan status bisa ia kuasai. Ana adalah salah satu korban dunia. Ana pasti akan menyesali semua yang ia lakukan sekarang. Sekejam apapun dunia kita pasti bisa melawannnya. Semua tergantung pada kita, bagaimana anda menghadapi dunia ini. Hanya ada dua pilihan "Dikendalikan dunia???" atau "Mengendalikan dunia???".

TAMAT

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 19, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Diary Persahabatan : "Retak"Where stories live. Discover now