Bab 17

1.9K 139 39
                                    

Aurel meminta Kesya untuk malam ini tidur di kamarnya, dirinya takut jika setan itu menyakiti Kesya. Mereka bertiga tidur sejajar samacam ikan asin yang dijemur. Setidaknya mereka aman dalam kamar.

Keesokan harinya..

Saat Welda dan Kesya sudah berangkat, seperti janji Rosalia sebelumnya untuk datang kerumah Aurel. Namun kali ini, dia datang dengan seorang pria yang berusia 50-60 an. Aurel mempersilahkan masuk, Rosalia memperkenalkan pria itu yang bernama Pak Roy. Entah apa maksud Rosalia mengajak pria itu.

Pak Roy adalah pria asli dari kota ini, dia lahir dan besar disini, dia juga tau seluk beluk kota ini, Rosalia mendapat info bahwa Pak Roy bisa membantunya, walaupun tidak banyak. Sebelum bercerita, ia menyeruput kopi hitam yang sudah disediakan oleh Aurel. Sekedar membasahi tenggorokannya.

Mata Roy memperhatikan sekitar ruangan. Ia tersenyum simpul.

"Masih sama seperti dulu." katanya tiba-tiba.
"Maksud anda?." tanya Aurel.

Roy mengangguk-angguk, membuat Aurel semakin tak paham. Aurel melirik Rosalia, memberi kode apa maksud pria itu. Rosalia mengangkat bahunya, tanda tidak tau. Roy pun mulai bercerita.

Dulu sekali, sekitar 21 tahun yang lalu, tinggallah sebuah keluarga yang bahagia, sepasang suami-istri itu bernama Erik dan Meriska, dan mereka memiliki anak bernama Anastasia.

Anastasia berusia 9 tahun, gadis itu sangat cantik dan anggun. Erik dan Meriska sangat menyayangi Anastasia, tentu saja karna Sia adalah anak semata wayangnya. Kehidupan mereka bisa dikatakan harmonis, Sia selalu bermain boneka kesayangannya.

Suatu malam, Sia mengalami demam ditengah malam. Seluruh tubuhnya panas dan wajahnya pucat pasi. Malam itu hujan lebat, Erik pergi menerjang hujan untuk memanggil dokter ditengah kota, dengan laju yang kencang mobil Erik terus membelah derasnya hujan. Tibalah ia disalah satu Rumah Sakit terdekat, Erik segera menemui dokter. Sudah larut malam, mana mungkin ada dokter yang masih bertugas. Rumah Sakit sudah sepi. Ia bertanya pada satpam yang bertugas malam.

"Maaf, Pak. Apa masih ada dokter yang bertugas?." tanya Erik gelisah, ia tak punya banyak waktu.
"Ini sudah tengah malam, Pak. Semua dokter sudah pulang, anda bisa kembali besok." jawab Satpam.
"Tapi anak saya butuh pertolongan secepatnya."

Beberapa kali satpam itu menjelaskan pada Erik, jika sudah tidak ada dokter di Rumah Sakit. Erik frustasi karna tak mendapat dokter untuk memeriksa anaknya. Erik pun pulang dengan kecewa.

Setibanya dirumah, Erik melihat Meriska yang masih menjaga Sia dikamar. Wajah Meriska sangat khawatir, tiba-tiba saja Sia muntah darah. Meriska menangis melihat kejadian itu.

"Mana dokternya?." tanya Meriska gusar.
"Mereka sudah pulang." jawab Erik kecewa.
"Keadaan Sia makin parah. Ayo kita pergi kerumah sakit lain." rengek Meriska, yang tak kuat melihat derita anaknya.
"Percuma. Ini sudah tengah malam, lebih baik besok kita bawa dia kerumah sakit." ujar Erik pasrah.

Keesokan harinya, ketika Meriska mengemas pakaian Sia, Erik datang dengan wajah masam dan memberi kabar buruk padanya. Meriska pun segera ke kamar Sia, menggoyahkan tubuh mungilnya.

"Anastasia! Bangun sayang." pekik Meriska dengan isak tangis.

Erik memeluk Meriska untuk menenangkannya. Meriska tidak bisa menerima kenyataan pahit ini, putri kesayangannya telah pergi meninggalkannya. Sia menghembuskan nafas terakhirnya tanpa mereka tau. Dalam dekapan Sia, boneka kesayangannya masih didekapnya. Boneka itu menjadi saksi bisu kepergian Sia.

Sia pun dimakamkan di pemakaman ditengah kota. Sudah hampir lima hari setelah kepergian anaknya, Meriska masih belum merelakannya. Sepanjang hari dia mengamati boneka kesayangan Sia dan duduk dibalik jendela. Erik merasa iba pada istrinya, ia mencari cara supaya istrinya tidak larut dalam kesedihan.

Info tentang kematian anaknya tlah menyebar dikantor, ia pusing memikirkan bagaimana cara untuk membuat istrinya merelakan kepergian Sia. Suatu hari, teman sekantornya memberi saran untuknya, yaitu melakukan ritual pemanggil arwah. Awalnya ia tak yakin, dan menolak tawaran itu. Disisi lain, ia tak tega melihat istrinya terus terpuruk.

Saat bulan purnama tepat tengah malam, Erik melaksanakan ritual itu, dia menyiapkan ruangan kosong untuk tempat ritualnya. Sesajen sudah siap, ia mengucapkan mantra yang ia dapatkan dari temannya itu. Lewat tengah malam, bayangan hitam datang tepat di hadapannya. Bulu kuduknya berdiri dan ia sangat kaget melihat makhluk di hadapannya. Makhluk itu tersenyum bengis.

"Hahaha! Ada perlu apa kau memanggilku?." tanyanya disertai tawa yang menggelegar.
"Sss-saya meminta satu hal padamu." jawab Erik gemetar.
"Katakan!."
"Hidupkan lagi anakku."
"Hanya itu?." tanya makhluk itu.

Erik mengangguk,

Makhluk itu membuat perjanjian dengan Erik, jika ia mengabulkan keinginan Erik, maka harga yang harus dibayar adalah nyawa. Makhluk itu meminta tumbal, setiap bulan purnama tepat tengah malam, Erik harus membawakan gadis kecil berusia kurang dari 10 tahun untuk tumbalnya. Syarat itu sangat berat untuk Etrik, namun apapun akan ia lakukan demi kebahagiaan istrinya. Erik pun setuju. Dan semenjak itu setiap bulan purnama tepat tengah malam Erik selalu menculik anak kecil dibawah 10 tahun untuk dijadikan tumbal.

Awalnya hidup mereka bahagia dengan kembalinya Sia, meski hanya sesosok roh, itu sudah cukup bagi Erik membuat Meriska bahagia.

Sudah hampir 1 tahun Erik menjalankan ritual itu, namun kini hidupnya makin sengsara, dua minggu yang lalu Meriska meninggal dan disemayamkan dekat pemakaman Sia. Erik menghentikan ritual itu, Erik merasa tertipu ia berpikir hidupnya akan sebahagia dulu, tapi itu semua salah. Erik membuang semua sesajen dan menutup rapat ruang kosong itu. Boneka Sia yang menjadi perantara roh itu pun ia buang ketempat sampah.

"Hanya membawa sial saja!." pekik Erik geram.

Malam itu bulan purnama, Erik tidak peduli lagi dengan ritual bodoh itu, tapi semua itu membuat makhluk itu murka, sangat murka. Makhluk itu meminta tumbal, dan akhirnya Erik pun yang menjadi tumbal.

Aurel dan Rosalia bergidik ngeri mendengarkan cerita dari Roy. Apa mungkin makhluk itu masih mengincar tumbal? Tapi Ali bukan anak berumur dibawah 10 tahun. Ali berumur 16 tahun. Ya, dia sudah remaja. Tapi Kesya? Dia masih 9 tahun. Ohh tidak, ini pertanda buruk.

"Apa yang harus aku lakukan?." tanya Aurel gelisah.
"Tenang Aurel. Kita akan menemukan jalan keluarnya." kata Rosalia merangkul Aurel.
"Saya punya kenalan ahli agama, dia sudah biasa menghadapi persoalan seperti ini. Nanti malam saya akan menyuruhnya datang kemari." Roy memberi solusi.

Rosalia juga setuju dengan Roy, karna ia tak mungkin bisa menyelesaikan persoalan seberat ini sendirian, ia juga akan ikut membantu dalam hal ini.

~0~0~0~

Tbc :))

Hai.. Hai..

Gimana ceritanya? Makin seru apa udh pada bosen?

Tapi jangan lupa kasih vomment ya guys😂😂

AnastasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang