11- Apa dibalik ini semua?

45 13 3
                                    

Jam yang melingkar pada tangan kanan Deefnie sudah menunjukan pukul tujuh malam.

Karena keasyikan ngobrol, Deefnie jadi lupa waktu. Amar hanya mengantarnya sampai batas jalan, Deefnie meneruskan perjalanan naik angkutan umum. Terpaksa ia harus berjalan cukup jauh dari gerbang kompleks.

Deefnie POV

Aku berjalan sendiri, menyusuri lorong jalan. Cuaca malam ini agak dingin, karena baru saja diguyur hujan. Lorong jalan juga sepi.

Bulan purnama nampak cantik dalam balutan sang malam. Setia menerangi langit. Hadirnya, menggantikan bintang yang lagi asben. Lampu jalanan juga tidak menyala semua, derap langkahku terdengar cukup nyaring dan bergema mungkin karena tak ada lagi yang berjalan selain aku, ahh cuaca malam ini benar-benar dingin.

Seharusnya aku dengarkan ucapan mama yang menyuruhku membawa jaket. Hingga pada persimpangan jalan, aku berhenti sejenak untuk mengikat tali sepatuku yang kendur. Kemudian aku beranjak lagi, hendak menyebrang jalan. Namun, aku merasakan hawa dingin yang berbeda, sudut mataku menangkap sesorang sedang berdiri dibelakangku.

Perlahan aku menengok kebelakang, ada bayangan hitam! sekilas seperti sosok seorang wanita yang sedang berdiri di dalam lorong gelap itu. Aku memutuskan untuk memasukinya kembali, berjalan perlahan melihat dari dekat... lebih dekat... lebih dekat... Ehh kemana perginya?

Bayangan hitam itu seperti memudar, hilang ditelan kegelapan. Ahh entahlah, aku mengusap belakang leherku, hawa di sekitar mulai tidak enak.

Ketika aku berbalik...
wajahku... wajahku...
bertemu dengan wajah makhluk lain.

Matanya hitam, setengah wajahnya rata, bibir dan hidungnya sama sekali tak berbentuk seperti bekas berhataman keras dengan sesuatu.

Dadaku sesak, lututku lemas, kaki ku seakan terpaku. Bau nya, benar- benar busuk! Aku tidak berani membuka mataku. Lalu terduduk di aspal jalan, dengan mata yang masih terpejam. Hingga, aku mencium aroma lavender yang sangat menyengat.

"D-dirga?" Hening beberapa saat. Tapi... persekian detik kemudian, dia angkat bicara.

"I-iya Deef ini Dirga" mendengar suara tak berwujud itu, entah mengapa aku jadi tenang.

Perlahan aku membuka mata, dan melanjutkan langkah menuju rumah ditemani aroma lavender yang mulai ku sukai.

"Heran, doyan banget lesehan di jalan" sebelum aku respon, Dirga kembali bersuara.

"Elo Kemana aja si?, niat bantuin gak?" Ucap Dirga dengan nada agak tinggi.

"Eum- maaf Ga, seharian tadi aku ada urusan" aku merasa tidak enak juga sih sama si arwah transparan, seharusnya kan hari ini aku sudah mulai membantunya tapi Amar tiba-tiba mengajakku pergi.

Dirga tidak menanggapi penjelasanku barusan, dia diam. Tapi aroma nya... masih kuat tercium, di sampingku.

"Maaf ya Ga, besok aku bantuin kamu deh" lagi-lagi Dirga tidak bersuara, membuat aku jadi semakin merasa bersalah.

"Ga, maaf"

"Jangan melakukan sesuatu yang pada akhirnya membuat elo harus minta maaf"

"Aku janji deh besok nggak akan gini lagi, jangan marah dong-- ambekan ahh"

"Awas aja kalau lo mengingkari janji itu, semudah lo membuatnya"

"I-iya, tapi udahan dong marah nya"

Untung saja jalanan kompleks sepi, jadi tidak ada yang melihat aku berbicara sendiri, yah menurut pandangan mata manusia normal.

"Noh udah sampe rumah" ucap Dirga lagi, dia tidak menanggapi perkataan ku sebelumnya.

"Ehh- iya, thanks udah nganter"

"Idih- ge er, kita cuma jalan bareng ke arah yang sama. Gua gak nganter!"

Bodo amat lah dengan sanggahannya itu, yang penting Dirga nggak marah.

"Sampai besok" bisiknya, bersamaan dengan lenyapnya semerbak lavender.

*****
Mama menungguku sampai tertidur di sofa, Linda juga pasti sudah tidur. Sepertinya papa lembur, dan bang Wira masih belum pulang. Soal nya rumah sepi

Mendengar suara pintu terbuka, Mama terbangun.

"Deef? Dari mana aja kamu?"

"Abis ketemu temen Ma, maaf membuat Mama gak bisa tidur" ucapku sambil cengengesan. Mama mengangguk, tapi raut wajah khawatir masih jelas terlihat darinya.

"Udah makan belum? Mama udah siapkan air hangat untuk kamu mandi terus itu--"

"Udah makan kok, thanks air hangatnya" aku mengecup kening mama, untuk menghentikan kebawelannya yang keluar karena mama sayang aku. Kemudian beranjak ke kamar mandi ehh--- ralat ke kamar tidur deng hmehehe.

Author POV

Deefnie membaringkan badannya di atas ranjang, tidak berniat untuk ganti baju apalagi mandi dengan air hangat yang sudah disiapkan mama nya.

Potongan kejadian yang ia alami di persimpangan jalan tadi masih segar dalam ingatannya. Gambaran mahluk hitam menakutkan itu terus-terusan membayangi Deefnie.

Mengapa banyak sekali hal aneh yang Deefnie alami akhir-akhir ini? Apa karena batas waktu ritual pencucian sudah semakin dekat? Atau karena sesuatu yang lain?

Sixth Sense (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang