***
Rintik hujan di balik tirai nampaknya sudah tak ingin singgah. Sekedar datang untuk menjadi perantara doa.
O iya, aku baru sadar. Rasanya, sudah lama aku tidak memikirkan seseorang. Atau mungkin karena belakangan ini aku terlalu pusing memikirkan masa depanku yang seharusnya tak usah ku cemaskan?
Yap, masa depan ada di tangan Allah. Daripada sibuk mencemaskannya, lebih baik fokus menatanya. Menata masa depan itu bukan di dalam khayalan, tapi dengan perwujudan. Dengan cara menjauhkan diri dari kerugian waktu di masa kini. Masa yang sedang kita jalani.
Terdengar derap langkah kaki dari luar kamar. "Sab.. Ada Joy tuh!" teriak ibu menyadarkanku dari lamunan. Ku tinggalkan kasur empuk yang dilapisi seprai hijau itu.
Joy? apa kabar dia ya? Selesai UNBK, kami jadi jarang berkomunikasi. Kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Apalagi, Joy lolos SNMPTN di fakultas kedokteran. Oleh karena itu, ia harus mulai banyak belajar.
Kalau aku..
Hm.. doakan saja.
Gagal di SNMPTN sempat membuat hatiku semakin cemas, tapi.. Beruntunglah aku yang punya sahabat seperti Joy ini. Ya, walaupun agak sengklek dikit sih.
Aku menuju ruang tamu, ku lihat sosok berpakaian hijab kasual itu sedang memandangi foto masa kecilku.
"Bu dokter, kemana aja nih baru nongol?! Kirain udah lupa ya sama sohibnya disini."
Isengku membuatnya seketika menoleh.
"Ampun deh, calon istri soleha nih! Belum jadi dokter.."
Tembal Joy dengan gaya yang sangat khasnya itu, bener deh kangen banget ama ni cewe.
"Eh Sab, rumah lo gak berubah ya? Foto itu juga masih ada aja. Jadi inget dulu deh."
"Ya gitu Joy.. Ibu ga terlalu suka ubah ubah dekorasi rumah. Katanya biar selalu teringat masa lalu."
"Ah elah.. Ada aja alesannya."
***
"Nih, diminum dulu.." ku taruh gelas bening berisi es teh manis dengan sedikit gula yang selalu menjadi jamuan khas untuk Joy.
"Thanks Sab! Masih inget aja ya kesukaan gue."
"Ya elah Joy, emang kita gak ketemu udah berapa taun? Sebulan juga kaga."
"Hehehe."
"Nyengiiir."
Joy mengubah posisi duduknya. "Jadi Sab, lo udah ada tujuan?"
Deg.
Ditanyai hal itu, rasanya kecemasan ini tumbuh lagi.
Astagfirullah..
"Em.. g-gue gak tau Joy." Jawabku seadanya yang menimbulkan raut bingung di wajah Joy. "Loh, bukannya lo udah semangat buat ikutan tes masuk perguruan tinggi negeri?"
"Entahlah Joy, hati gue bilang, gue harus yakin sama mimpi gue."
"Masuk Broadcast? Bukannya kalo lo mau masuk sana, lo harus ikut tes?"
"Bukan itu, Tapi.. Ah tau deh!" Rasanya sangat sulit menyampaikan apa tujuan yang ada di hati ini.
"Pasrah nunggu pengumuman Universitas islam? dan kalo lo gak masuk lo bakal nyerah gitu aja?" Tanya Joy dengan menampakan kekesalan di wajahnya.
Aku bingung bagaimana cara menjelaskannya. Dia mungkin tidak akan mengerti. "Ya, gak gitu juga. Tapi, sampai saat ini.. cuma itu rencana gue. gue yakin Allah pasti ngasih jalan, Joy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekedar Untaian Rindu
SpiritualMenurutmu rindu itu apa? Menahan rasa sakit karena menunggu atau.. Menjaga rasa ikhlas hingga tiba saatnya bersatu? Kisah ini bukan sekedar untaian rindu, bukan hanya soal menunggu. Tapi, bagaimana cara pikir kita terhadap waktu. Waktu yang membawa...