...
Author's POV
Mina menyisir rambut pendeknya, lalu menariknya ke belakang. Ia mengikat tinggi rambutnya dengan gaya cepol ala ballerina, gaya rambut favoritnya.
"I'm ready!", ucapnya sambil menatap dirinya di cermin dengan percaya diri.
Dari luar memang terlihat ia sangat siap untuk hari pertamanya bersekolah.
Bukan...bukan sekolah di SOPA.
Melainkan SMA Yongdae, sekolah yang katanya termasuk sekolah unggulan di Seoul.
Entah dari segi apa. Bagi Mina semua sekolah sama saja:(
Mina terlalu setres jika memikirkan tentang itu. Impiannya untuk bisa melanjutkan bersekolah di sekolah seni pupus begitu saja saat tahu ia akan tinggal bersama pamannya di Seoul. Mina merasa semakin jauh dari mimpinya. Belum lagi restu sang ayah yang tidak kunjung ia dapatkan.
Mina menggeleng-gelengkan kepalanya dan menepuk kedua pipinya. "Gak, gak boleh, Mina! Kamu harus semangat! Saat ini...cuma kamu yang bisa ngasih kekuatan ke dirimu sendiri!", gumam Mina, entah sudah keberapa kalinya ia mengatakan itu pada dirinya sendiri.
KRINGGG
Mina lantas mengangkat ponselnya. Yup, video call dari ibunya. Hal yang paling Mina butuhkan saat ini: kekuatan dari sang ibu.
"Minaaa! Ohayouu (bahasa Jepang: Selamat pagi)!"
"Okaasan (bahasa Jepang: Ibu), ohayou!"
"Kenapa dengan senyummu itu?"
"Hmm?"
"Senyummu gak seperti biasanya. Hayoo...ceritakan pada ibu. Kamu ada masalah apa?"
Mina menghela nafas. Seorang ibu pasti tau perasaan anaknya yang sebenarnya.
"Gapapa kok bu. Semangatin aku aja deh"
"Tentu saja ibu akan selalu nyemangatin kamu! Everything's going to be just fine, sweetie"
Yeah, right. I hope so, batin Mina
"Ayahmu disini juga sangat merindukanmu loh. Sejak kemarin ayah khawatir, kamu belum juga menelpon ayah"
Mina menggigit bibir, mau gak mau merasa bersalah juga. Tapi ia masih kesal dengan ayahnya. Apalagi kalau mengingat hari ini ia akan bersekolah di sekolah biasa. Bukan sekolah seni seperti yang ia harapkan.
Mina gak mau membebani orang tuanya untuk menyekolahkannya di sekolah seni. Mina bisa kok mencari beasiswa sendiri, pokoknya melakukan apapun supaya bisa sekolah di sekolah seni dari hasil jerih payahnya sendiri. Sayangnya....ayahnya gak pernah sependapat dengannya masalah itu.
"Mina...ibu tau kenapa kamu masih ngambek dengan ayahmu. Tapi, ayahmu hanya ingin yang terbaik buatmu. Ia ingin kamu mendapatkan pendidikan yang maksimal, karena kamu masih sangat muda. Perjalananmu masih panjang"
"Darimana ayah tau kalau sekolah seni bukan yang terbaik buatku?", tanya Mina bersikeras.
"Mina...ibu yakin maksud ayahmu bukan seperti itu. Ayahmu merasa belum waktunya kamu menekuni bidang itu"
Mina memutar bola matanya. "Tentu saja ayah berpikir begitu. Ayah benci kan dengan impianku? Ayah jelas tau cita-citaku apa, tapi ayah gak akan setuju kan? Ayah ingin aku bisa jadi dokter seperti dia kan?"
"Mina! Ayahmu gak mungkin benci sama impianmu! Dia hanya--"
"Udahlah bu. Aku sedang tidak ingin berdebat sekarang. Aku mau berangkat sekolah dulu", Mina memijat keningnya frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love Story
RomansaMina si anak baru pindahan dari Jepang naksir sama guru matematika sekaligus wali kelasnya, Kim Jisoo. Di tengah usahanya dalam menarik perhatian Jisoo, muncul Ten -teman sekelasnya yang super dingin- ternyata diam-diam naksir sama Min