03 # Espresso

914 197 22
                                    


Seperti hari-hari sebelumnya, Lucas masih saja susah mengakrabi Mark ketika di sekolah. Malahan, dia merasa kalau teman sekelasnya itu sengaja menghindarinya kali ini.

Masa sih gara-gara ditroll Lucas seminggu yang lalu?

Tapi, bukan Lucas Wybert Ignasius namanya kalau masalah sepele begitu dipikir berat-berat. Apalagi sekarang sudah hari Sabtu, yang mana adalah jadwal kunjungan Mark ke Dreamies Café.

Saatnya untuk beraksi.

Seperti biasa, Lucas sudah pasang badan di balik counter ketika dilihatnya Mark memasuki kafe. Si pemuda berdarah Kanada masih memakai seragam sekolah lengkap dengan ransel walau sekarang sudah pukul empat.

"Selamat sore," sapa Lucas sambil tersenyum seramah mungkin.

Mark hanya menatapnya datar.

"Espresso hangat, ukuran medium. Atas nama Mark."

"Ok─"

Kemudian dia pergi ke tempatnya yang biasa sebelum Lucas sempat angkat suara.

"Dih, mantep bener ngambeknya sampe seminggu," Lucas terkikik geli. "Kayak cewek aja."

"Gila lo ketawa sendiri." Lagi-lagi kepalanya jadi korban geplakan sensasional sang rekan, Johnny. "Ganti bikin kopi sono, Cas. Gue yang nyatet."

Melihat si pemuda yang lebih tua menawarkan diri menggantikan posisinya di balik counter, sebuah ide pun terlintas di benak Lucas.

"Nanti Kak Jungwoo dateng jam berapa?" Tanyanya.

"Jam lima-an lah kira-kira. Kenapa?"

"Gue break bentar boleh nggak?" Lucas nyengir polos. Kedua telapak tangannya ia tangkupkan di depan wajah. "Temen gue lagi di sini, Kak. Tuh tuh, dia duduk di pojok sana. Nggak kasian apa ngeliat dia sendirian gitu? Gue ijin bentar buat nemenin dia ya? Yaaa? Bentaaaar doang."

Awalnya Johnny memandangnya skeptis mengingat Lucas memang rada tidak benar anaknya. Takutnya kalau ketemu teman malah bercanda tidak jelas dan ngakak tanpa tahu tempat sehingga pelanggan lain pergi (percayalah, itu pernah terjadi).

Tapi karena Johnny juga punya hati, maka diijinkannya si pemuda jangkung untuk rehat sejenak.

"Tapi jangan rusuh."

"Siap Komandan," balas Lucas riang.

Setelah membuat espresso pesanan Mark dan minuman untuk dirinya sendiri, dia meninggalkan counter untuk menuju meja si teman sekelas.

Tatapan mereka bertemu di tengah perjalanan. Mark membelalakkan matanya di tempat, seakan-akan yang menghampirinya bukanlah seorang teman sekelas tapi dedemit berwajah seram.

Lucas nyengir.

"Yo whassup, man?" Dia mengangkat tangannya di depan wajah Mark setelah meletakkan minuman mereka.

Tidak ada respon.

"Diterima kek high-five gue, Mark. Kering nih ketek mulu gue diangkat mulu."

Mark membalas tosnya dengan setengah hati.

"Tumben banget pesen espresso," kata Lucas basa-basi. "Kalo ngeliat lo yang biasanya pesen Caramel, kayaknya lo nggak bisa minum yang pait."

"Bukan urusan lo 'kan?"

"Ya bukan sih."

"Yaudah."

Kemudian keduanya menyeruput minuman masing-masing dalam diam.

Sampai akhirnya keheningan itu dipecahkan oleh Mark yang tersedak.

Lucas meliriknya.

Mark sedang melototi espressonya dengan ekspresi aneh. Bibirnya menekuk ke bawah, hidung mengkerut, dan alisnya bertaut.

"Anjir," dia mendengar Mark menyumpah pelan. Tanpa aba-aba, Lucas pun tertawa.

Nah berarti bener dong perkiraan dia tadi. Mark tidak bisa minum-minuman yang pahit.

"Mau gue pesenin yang biasa nggak? Gue traktir deh," kata Lucas masih sambil memasang ekspresi gelinya. "Nggak usah maksa minum espresso kalo emang nggak suka."

Mark menyipitkan matanya. "Nggak usah sok tau lo."

"No sok tau no life, Mark."

"Serah, Sat."

"Yaaah marah. Gue perlu sujud minta maaf nggak nih?" Dengan kurang ajarnya Lucas malah menepuk-nepuk puncak kepala si teman sekelas. Reflek, Mark menampiknya.

Sambil berusaha menjaga volume suaranya tetap pelan sehingga tidak menarik perhatian pengunjung lain, Mark berujar, "Jangan ganggu gue."

"Lo mau gue berhenti ganggu lo?" Lucas menaikkan sebelah alisnya.

Mark tidak membalas. Dia hanya balik menatap Lucas dengan pandangan terbengis yang dia punya.

Sayangnya, Lucas justru senang. Reaksi si teman sekelas tadi bisa dikatakan adalah kemajuan dari Taktik Membuat Mark Kesalnya.

"Oke oke, gue bercanda. Gue minta maaf kalo candaan gue kelewat batas," si pemuda jangkung mengangkat kedua tangan di sisi kepala, tanda menyerah. "Gue juga nggak bakal ngeganggu lo lagi."

"Bagus."

"Tapi gue ada permintaan."

Ekspresi kesal Mark kembali mendominasi. "Paan?"

Kontras, Lucas menunjukkan cengirannya yang paling lebar.

"Be my friend. Waddya say, Mark?"








Imaimashí ─lucas, mark。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang