04 # Momen Pertama di Kelas

903 208 16
                                    


Jujur saja, Lucas tidak berharap banyak bahwa Mark akan mengacuhkannya saat di sekolah, walaupun mereka sudah resmi menjadi teman setelah si pemuda jangkung memaksanya dua hari silam.

Tapi, yah, siapa tahu Tuhan merencanakan apa.

Siapa yang tahu juga perangai asli Mark itu bagaimana, karena Lucas tidak terlalu memerhatikan tindak-tanduk si pemuda berdarah Kanada meskipun keduanya sudah hampir dua tahun menjadi teman sekelas.


"Ho~i, Mark!"

Lucas pun mencoba keberuntungannya dengan menyapa pemuda tersebut ketika ia melihatnya duduk anteng di bangkunya─yang berada tepat di depan meja guru, sambil membaca buku tebal entah tentang apa.

Di tempat duduknya, Mark menghela napas. Matanya terpejam, dan salah satu ujung bibirnya berkedut. Kelihatan sekali bahwa dia terganggu dengan kedatangan si pemuda jangkung.

"Pagi, Lucas." Dia balik menyapa dengan singkat.

Lucas memasang wajah puas mengetahui Mark tidak mengabaikannya seperti biasa.

Melangkah lebar-lebar dengan kaki jenjangnya, Lucas menghampiri Mark lalu mendudukkan diri di sebelahnya. Sungguh suatu peristiwa yang spektakuler mengingat Lucas tidak pernah mau duduk di bangku paling depan sebelumnya.

"Baca apa?" Sekali itu Lucas bicara pada Mark dengan nada bertanya yang tulus, tanpa berniat membuat si pemuda panas sampai ke ubun-ubun.

Mark mengangkat bukunya sekilas sehingga Lucas bisa membaca judulnya. Si pemuda jangkung manggut-manggut. Judul buku itu ada kaitannya dengan menjadi seseorang yang bijaksana. Atau apalah.

Pokoknya cocok dengan image kaku Mark.

"Kalo udah selesai baca, ceritain isinya ke gue dong," ujar Lucas sambil mengubek-ubek tas untuk mencari earphone.

"Baca sendiri lah. Nggak usah manja."

"Yaudah siniin bukunya."

Mark menendang pelan tulang keringnya. "Masih gue baca, Semprul. Ntar kalo udah kelar baru gue pinjemin."

"Tapi gue maunya sekarang gimana dong?" Lucas malah menumpukan sikunya di meja dan membuat wajahnya berhadap-hadapan dengan Mark. Ekspresinya dibuat semenyebalkan mungkin.

"Gue ngijinin lo jadi temen bukan berarti lo bisa seenaknya ganggu waktu baca gue. Paham?" Mark malah membalasnya dengan nada dingin.

Lucas merengut. "Galak."

"Peduli setan."

"Emang setannya nggak dipeduli. Wlek."

Mark sudah terlihat hendak menyemprotnya dengan berbagai umpatan kreatif dari beberapa bahasa, namun Lucas mengabaikannya dengan menyumpalkan earphone ke telinganya.

"Sialan."

Ia sempat mendengar Mark menyumpah, sebelum akhirnya tenang kembali. Lalu mereka pun menghabiskan sepuluh menit ke depan dalam diam, sampai bel tanda masuk berbunyi.

Teman-teman sekelas Lucas mulai memakai atribut upacara mereka. Mark yang daritadi anteng pun akhirnya menutup buku (Lucas yakin sekali dilakukan Mark dengan berat hati), dan memakai topi lapangannya.

Tindakan tersebut menghantam ingatan Lucas.

Dia berkedip dengan ekspresi bodoh. "Lah iya, gue nggak bawa topi."

Mark yang sedang berusaha melewati kaki panjang Lucas (karena dia duduk di sisi dalam) langsung melotot kaget.

"Hah?! Kok bisa?"

"Ya bisa lah. Kelupaan."

Ekspresi Mark mengeruh, yang sepertinya menunjukkan antara rasa khawatir dan ingin menggampar Lucas. Si pemuda jangkung curiga, jangan-jangan pikiran Mark sedang condong ke opsi kedua.

"Nih, pake aja topi gue."

Sekarang, ganti Lucas yang terkaget-kaget. Apalagi ketika Mark malah tanpa kata memasangkan topi ke kepalanya, bahkan sampai menyesuaikan ukurannya hingga pas di kepala Lucas.

"L-lah lo gimana?" Lucas bahkan tidak menyangka dia bisa gagap begini di hadapan orang yang jadi target trollnya.

"Ada topi cadangan di ruang OSIS. Dah sono buruan ke lapangan. Gue nyusul," balas Mark.

Saking tercengangnya akibat tindakan baik barusan, bahkan sampai Mark menghilang dari pandangan pun Lucas masih membeku di tempat.





"wOOI JERAPAH HONGKONG. LO MAU DIKEPRET PAK EKO APA GIMANA?" Untunglah seruan oknum bergingsul─Woojin, menyadarkannya. "Buruan kumpul ke lapangan!"

Buru-buru Lucas menyambar almamater yang ia taruh di meja, kemudian menghampiri Woojin sambil membenahi topi yang dipinjamkan Mark.

"Topi lo hasil nyolong ya?" Tanya Woojin dengan kurang ajar ketika mereka menyusuri jalan berpaving menuju lapangan utama. "Tumben bawa."

"Sembarangan," Lucas menggeplak tengkuk si pemuda bergingsul. "Ini dipinjemin Mark."

Woojin mengernyit heran. "Beneran dipinjemin apa lo yang maksa?"

"Dipinjemin dong."

"... Cas, lo yakin itu Mark? Bukan lelembut yang nyamar?"

Lucas memutar bola matanya, kesal ditanya-tanya terus. "Iyelah. Lo kira di kelas kita ada demitnya."

"Y-ya kan aneh!"

"Lo yang aneh, Gingsul."

Selama perjalanannya menuju lapangan utama, mau tak mau sebuah pemikiran melewati benak Lucas;

Mungkin sebenarnya, Mark tidak semuram dan secuek kelihatannya.

Lucas berdecak kesal, "Sumpah ya Mark, payah banget lo jadi manusia."





Imaimashí ─lucas, mark。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang