Seminggu berlalu sejak pertemuanku dengan Jungkook di kedai es krim bibi Han. Sudah seminggu ini juga tidak ada lagi gangguan darinya. Dia tidak muncul dihadapanku maupun datang ke rumahku. Aku rasa perkataanku telah dipahami olehnya dengan baik. Di satu sisi aku merasa tenang karena tidak harus lagi bertemu dengannya. Namun di sisi lain aku tidak dapat menampik bahwa aku sedikit merindukannya. Sedikit? Benar hanya sedikit saja. Kalian tidak mempercayaiku?
Namun paling tidak dalam seminggu belakangan ini tidak ada lagi orang yang memancing emosiku. Appa dan eomma juga sudah mengetahui semuanya. Aku sudah menceritakan segala sesuatunya kepada mereka. Dan sesuai perkataan appa, bahwa appa tidak akan lagi ikut campur dalam keputusanku. Eomma sedikit sedih karena dia sangat berharap aku dapat menikah dengan Jungkook. Entah mengapa eomma sangat menyayangi Jungkook. Bahkan terkadang lebih dari rasa sayang kepada anak-anaknya. Sedangkan Jihoon, kalian pasti tahu bagaimana reaksinya. Dia sangat senang mendengar keputusanku karena memang itulah yang diharapkannya.
Aku berharap untuk kedepannya pun hari-hariku akan tetap seperti ini. Tidak ada gangguan. Tidak ada orang yang menyebalkan. Tidak ada lagi mimpi buruk akan masa lalu. Liburan cepatlah datang. Aku membutuhkan waktu untuk refreshing.
~~~~~
Hari Senin sudah kembali lagi menyapa. Hari yang paling tidak kusuka. Hari yang tidak membuatku bergairah dan aku rasa itu yang dirasakan oleh semua orang. Dan seperti biasa melakukan rutinitasku setiap Senin. Berangkat di pagi hari menuju sekolah untuk mengajar.
"Pagi Ji."
"Pagi Mina."
"Bagaimana hari-harimu? Masih tenang? Dia tidak pernah lagi menghubungimu?"
"Sangat tenang Mina dan aku menyukainya. Mengapa kau bertanya tentang dia? Apa kau merindukannya?"
"Eiii jangan cemburu begitu. Aku hanya bertanya saja karena aku sangat penasaran. Lagipula kurasa bukan aku yang merindukannya melainkan dirimu."
"Aku tidak cemburu dan aku tidak merindukannya. Aku malah sangat senang dia tidak mengangguku lagi. Hari-hari tenangku akhirnya kembali lagi."
"Yah semoga hal ini berlanjut seterusnya. Lalu bagaimana dengan guru Yoon? Apa kau sudah mempertimbangkannya?"
"Guru Yoon? Astaga! Aku lupa soal itu. Aku tidak memikirkannya sama sekali. Apa yang harus aku lakukan Mina?"
"Melihatmu sekarang aku benar-benar percaya kalau hari-harimu begitu tenang sampai kau melupakan masalah guru Yoon. Pikirkanlah Ji. Tidak mungkin kan kau terus menggantungkannya? Kalau suka, terima. Kalau tidak, tolak. Tapi mencoba tidak ada salahnya juga Ji."
"Nantilah aku pikirkan kembali. Mina apa kau ada rencana pulang sekolah nanti?"
"Tidak ada. Memang ada apa Ji?"
"Temani aku ke mall ya? Aku ingin membeli sesuatu. Hehe"
"Baiklah tapi tidak gratis. Kau harus mentraktirku makan. Arasseo?"
"Iya aku mengerti. Jangan kuatir aku akan mentraktir apa pun yang kau minta."
"Aku pegang ucapanmu Ji."
"Ye. Sudah ayo cepat."
Kami pun mempercepat langkah kami menuju gedung sekolah. Tidak ingin terlambat di hari pertama dalam minggu ini. Tentu juga tidak ingin mendengar ocehan kepala sekolah jika tahu ada gurunya yang terlambat. Saat diriku tiba di dalam ruangan kantor guru, segera kulangkahkan kaki menuju meja kerjaku. Betapa herannya diriku ketika menemukan sebuket bunga lily di atas mejaku. Sebuket bunga tanpa kartu ucapan maupun nama pengirimnya. Aku pun bertanya dalam hati siapa kira-kira pengirim bunga ini?