"Seharusnya aku tidak pernah melahirkanmu!"
Tangan kurus itu mencekik leher Rei yang tengah terlelap. Gadis itu megap-megap mencari udara, nihil hanya ada umpatan demi umpatan yang masuk dalam mulutnya.
Wajah samar pemilik tangan keriput tenggelam dalam derai air mata. Meski lupa dengan kehangatannya, meski tak lagi ingat senyumnya, Rei tahu betul siapa ini.
'Maafkan aku... Ibu.'
Srak!
Selimut tersibak tiba-tiba, bersama dengan sang empu mimpi yang langsung terduduk. Memegangi lehernya yang terasa kaku, seolah mimpi itu nyata adanya.
Ah, itu memang nyata.
Kilas balik masa lalu yang tidak ingin diingat Rei seringkali menolak bersembunyi, alih-alih muncul di siang hari, mereka bermetamorfosis menjadi kupu-kupu malam yang hinggap dalam mimpi.
Berapa kalipun, tetap saja terasa nyata. Tetap saja, tiap kali Rei memimpikannya keringat dingin membanjiri. Membuat dadanya berdentum-dentum layaknya dibom, serta kepala yang pening tiada tara. Segala yang mengekori sang mimpi adalah ketidak enakan.
Matanya beralih melirik jam digital di atas buffet. Pukul 05.17, terlalu pagi bahkan untuk Ichi dan Hasebe yang paling rajin. Bukan hal aneh jika ia terbangun gara-gara mimpi buruk, lagipula ini adalah kutukannya.
Saniwa itu bangkit, memperbaiki yukata tidurnya yang berantakan lalu turun ke dapur. Otaknya sudah lelah berkutat dengan dokumen hingga jam satu malam, dan sekarang Rei tidak selera melakukan apapun.
Mungkin secangkir cappuccino akan meringankan kepala, pikirnya.
Daripada meminum teh seperti biasa, kali ini lidahnya memihak kopi. Shokudaikiri bukanlah penikmat kopi, jadi satu-satunya yang hobi menyeduh kopi adalah Rei. Aromanya yang harum membuat Rei terlena, begitu pula dengan busa creamy dan choco granule yang menggelitik bibir.
Gadis itu berbalik menuju kamar dengan langkah senyap, takut membangunkan touken danshi yang masih mendengkur bermain di alam mimpi.
Yah semoga tidak ada yang bermimpi buruk lagi. Onimaru belum ada tanda-tanda penemuannya jadi tidak akan ada yang menebas mimpi buruk secara gratis disini.
"Jadi, apa yang harus kulakukan?" Rei mengecek jadwalnya seharian ini, bebas.
Gadis itu menyeringai kecil, tidak peduli dengan anemia yang kemungkinan kambuh akibat kurang tidur. Saatnya bermain game!
Alhasil, sepanjang pagi, gadis puber itu hanya menggoler di futon seraya mengemil dan memencet konsol game. Mengalihkan kegelisahan atas mimpi buruk yang bergelayut.
***
Lagi.Mimpi itu datang lagi. Sudah seminggu mimpi itu datang terus tiap malam, mengekor Rei disepanjang hari. Kopi tak lagi mempan, kondisi tubuhnya semakin memburuk karena kurang tidur demi menghindari cakaran mimpi. Kantung matanya membengkak disertai lingkaran hitam panda, kepalanya kerap pening, obat herbal racikan Kasen+Hasebe+Yagen yang biasa Rei minum tak mempan sama sekali. Bahkan sebagian besar pekerjaannya dibantu oleh ksatria lain.
Rei benar-benar membutuhkan istirahat total, namun tiap kali memejam, tangan kurus itu menggapai lehernya. Menekan pita suara dan saluran pernafasan. Walau tahu betul hanya mimpi, tapi sakitnya berimbas pada kenyataan.
Apakah sang Ibu sedang berusaha membunuhnya lagi lewat mimpi? Barangkali sang Ibu sadar bahwa Rei masih hidup dan berupaya melenyapkan dirinya.
Berhari-hari sudah, kemarin saat gadis itu tak sengaja jatuh tertidur dan terjadi lagi, saniwa muda tersebut panik. Berlari turun ditengah malam buta, kalap mencari pelarian dari tangan-tangan yang semakin nyata terasa. Tubuh ringkih Rei berakhir di bawah guyuran shower hingga fajar menyingsing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saniwa to Honmaru no Monogatari
FanfictionJangan lupa vote ya! X3 Ini adalah kisah sang saniwa yang harus merelakan masa remajanya untuk mengurusi lelaki-lelaki pengangguran dan menggali tanah mencari harta karun demi membayar pajak serta memenuhi kebutuhan tidak penting para toudan :'3