Dear readers,
Maaf karena terlalu lama update. Terima kasih yang sudah sabar menunggu. Di beberapa bab terakhir ini agak susah nentuin ceritanya. Karena aku merombak sedikit plotnya. Jadi cukup berbeda dengan yang udah aku buat di kerangka. Nggak tahu kenapa, agak susah buat menentukan ending antara Arjuna, Rinjani dan Pawitra. Di bab ini, siap-siap menemukan kepingan puzzle yang lain. Selebihnya, selamat membaca :)
*
*
*Karena yang terdalam itu bukan samudera
Melainkan hati manusia
Tra, coba cek email. Aku udah kirim videonya.Pesan singkat itu berhasil membuat jantung Pawitra berdetak lebih cepat. Segera tangannya beralih dari ponsel ke laptop. Perlahan tangannya menggerakkan kursor. Membuka tab email. Bukannya berangsur normal, detak jantungnya malah semakin tidak karuan begitu melihat nama Rinjani tertera di kotak masuk.
Sengaja dia menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya pelan-pelan.
"Keep calm, Tra. Apapun jawaban Rinjani, yang terpenting adalah kalian akan jadi sahabat seterusnya," nasihatnya pada diri sendiri.
Kemudian jarinya menekan tombol 'play'.
"Halo, Tra. Maaf ya harus nunggu lama. Jujur aja aku kurang pede bikin video semacam ini." Wajah Rinjani memenuhi layar laptop Pawitra. Kenakan kaus polos lengan panjang berwarna biru tua dan rambut dikucir kuda, ia selalu nampak sederhana tapi memesona, begitu pikir Pawitra.
"Kamu tahu kan aku bukan tipikal orang yang suka basa basi. Jadi maaf kalau pengantarku kurang bagus."
Gadis itu mengalihkan pandangan sejenak, nampak memikirkan sesuatu sebelum kembali menatap layar. "Hmm, hidup itu suka lucu ya. Di saat dulu aku suka banget sama kamu, rasanya nggak ada kesempatan untuk bilang apa yang kurasain."
Deg!
Mulut Pawitra sedikit terbuka. Dia terkejut bukan main dengan apa yang dikatakan Rinjani barusan. "Sial, kok bisa sih aku nggak peka?" rutuknya kemudian.
"Bukan salah kamu kalau saat itu nggak peka sama apa yang kurasain. Kita terlalu dekat."
Gadis itu kembali berhenti berbicara. Menundukkan kepala.
"Bahkan sebelum jadi bagian dari Cendrawasih kita udah dekat," tuturnya seolah dapat membaca apa yang akan diucapkan oleh Pawitra.
"Kamu ingat waktu kita pertama kali ketemu di taman dekat rektorat?" Kali ini ia sudah kembali menatap kamera.
"I've been falling for you since that time. Rasanya seperti menemukan apa yang kucari selama ini."
Pernyataan dadakan ini tak ayal membuat pikiran Pawitra semakin kacau.
"Kalau kamu nanya, apakah perasaanku sekarang masih sama?" Gadis itu menggelengkan kepala. "Entahlah. Aku juga bingung sama perasaanku."
Rinjani menengadahkan kepala. Menatap langit-langit kamar. Selama hampir satu menit tetap seperti itu.
Pawitra mengira video itu sudah berakhir.
Ternyata belum.
Rinjani kembali menatap kamera. "Dulu waktu Arjuna ngasih tau perasaannya, aku nggak sebingung ini. Waktu itu aku cuma minta waktu buat berpikir. Dan sekarang aku udah tahu jawabannya."
Jantung Pawitra kembali terpacu.
"Perasaanku buat Arjuna nggak lebih dari seorang sahabat. Beberapa bulan mencoba meyakinkan hati, akhirnya aku tahu perasaan nyaman ini hanya dalam lingkup persahabatan. Nggak lebih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bermain Cinta dengan Mapala
AventuraBerkisah tentang dua sosok yang bertolak belakang. Dipertemukan di lembah kasih, lembah Mandalawangi. Ketika senja menari bagai parade alam yang tak hentinya menghibur mata. Rinjani dengan pembawaannya yang tenang. Sementara Arjuna egois, keras kepa...