WALAU TAK SEJALAN KAU TETAP DALAM DOA KU

19 1 0
                                    

Kupandangi rumah itu dari jauh, cat temboknya mulai berjamur, rumput halamannya tinggi, seperti tak berpenghuni. Tapi setiap sudutnya masih sama, sangat melekat di ingatan, begitu pun kenangannya tak pernah pudar. Di sanalah aku dilahirkan dan bermain kala kecil. Tak mungkin aku bisa melupakan masa itu. Masa yang sangat bahagia, yang membuat dewasaku  menjadi matang seperti sekarang.

Benar, rindu itu berat....

"Kok telat bi pulangnya?" Seperti biasa istriku selalu menyambutku pulang dengan senyum termanisnya , aku selalu bersyukur dipertemukan dengan jalan ini, lewatnya juga aku mengenal dan akhirnya menikah dengan istriku.
"Abi kangen jadi tadi abi mampir".
-----

Di tempat berbeda...

"Prang...." Bunyi piring dibuang. Entah ini piring ke berapa yang pecah.

"Ibu harus makan, nanti ibu tambah sakit...." wanita berumur dua puluh tahunan itu membersihkan pecahan piring, ia memiliki segudang kesabaran, melewati masa-masa remaja tak sama seperti kebanyakan teman-temannya sampai sekarang merawat perempuan tua yang sangat dicintainya.

Tanpa mempedulikan seperti biasa sang ibu berlalu, berdiam diri di kamar.
Dalam sunyi ia memandang foto itu dengan derai air mata.

Yah, rindu itu memang berat.
-----

"Bu....pagi ini jadwal terapi, saya sudah buat janji dengan dokter jam 10".
Tetap bergeming, tatapan kosong itu jauh memandang keluar jendela.
-----

"Abi....kalau boleh umi saran, abi coba ke sana lihat keadaan beliau".
"Abi takut mi....luka ini semakin dalam kalau abi diusir, abi belum siap".

Pagi ini aku berangkat kerja lebih semangat dari biasanya, setelah perjuangan cukup panjang dan melelahkan akhirnya mutasi pindahku disetujui. Aku harus menunjukkan dedikasiku di tempat baru ini.

Memasuki lorong-lorong ini seperti memutar kembali memori itu, sesak bila mengingatnya.
Ku tahan bulir-bulir bening ini agar tak jatuh, tapi yang ku rasa bertambah sesak.
-----

"Bu...kita sudah sampai, ayo turun nanti setelah terapi kita mampir ke makam bapak".
Ruang tunggu ini masih sepi, sengaja mereka tiba lebih awal agar bisa lebih leluasa mendaftar, antrian juga tak ramai, hal yang paling menyebalkan bahkan bagi semua orang adalah mengantri.
"Bu... dokter Wahyu hari ini gak datang karena ada acara mendadak di luar kota, tapi kata petugas ada dokter pengganti, gak papa ya Bu? mudah-mudahan dokternya sebaik dokter Wahyu".
-----

Tempat kerja yang nyaman, tak sulit bagiku menyesuaikan diri, walau ada beberapa peralatan yang kurang, yah namanya saja rumah sakit di kota kecil tak seperti tempat kerjaku dulu.

"Suster silahkan panggil pasien selanjutnya"

“Antrian ke lima, Ibu Marta"

Nama itu....sepertinya sangat tidak asing bagiku.
Dan sosok itu...iya benar, dunia seperti berhenti berputar, dan perempuan muda di sampingnya langsung berlari memelukku.

"Abang...ke mana saja abang selama ini".... Dadanya berguncang sangat kuat.....air matanya membasahi jas putihku.

Aku memandang lekat sosok tua di depan ku, wajah itu sekarang keriput, tubuh rentanya ditopang kursi roda. Tapi sinar matanya sama sekali tak berubah, masih ku temukan cinta yang luas di sana.

"Dek....kamu apa kabar? Kamu sudah dewasa sekarang" sambil mengacak-acak rambut ikalnya.

"Bang ke sanalah ibu sangat rindu"

Aku membungkuk, ku cium kaki itu, kurasakan rambutku basah, tangan lemahnya mencoba menggapai kepalaku. Tak ku biarkan ia bersusah payah, langsung ku peluk erat dan merasakan debaran jantungnya yang berirama kencang.

"Ibu....aku sangat rindu...aku sengaja pindah dari Surabaya ke sini agar aku bisa melihat wajah ibu walau ibu tetap tak menerimaku sebagai anak, tapi bu...maaf aku akan tetap dengan keyakinanku".

"Ibu sudah tidak lagi mempermasalahkan hal itu bang, semenjak kematian bapak, dan abang diusir pergi dari rumah, ibu sering sakit-sakitan, hampir setiap malam ibu mengingau dan memanggil nama abang, paginya aku ceritakan ibu marah dan bilang aku mengada-ngada. Selalu berulang seperti itu dan akhirnya ibu tidak kuat lagi, 2 tahun yang lalu ibu terkena stroke, tangan dan kakinya lumpuh dan ia tidak bisa bicara. Aku tahu ibu sangat merindukan abang, aku mencoba mencari abang, menanyakan ke teman-teman abang tapi tak satu pun yang tahu keberadaan abang."

"Hari itu, ketika abang dilarang melihat jasad bapak di rumah sakit ini, rasanya perih dek....apalagi setelah ibu mengusir abang karena tahu abang berpindah keyakinan. Alhamdulillah abang bertemu dengan seorang ustad yang sangat baik, beliau yang menjadi jalan sampai abang bisa menjadi dokter seperti sekarang".

"Pulanglah ke rumah bang, kamar abang tak sedikit pun berubah, sebelum sakit setiap hari ibu diam-diam membersihkannya, seprei selalu ibu ganti berharap abang akan pulang".

"Ibu....aku sangat sayang ibu, bahkan melebihi nyawaku, tapi soal keyakinan aku lebih cinta Rabb ku. Aku mohon biarkan aku merawat ibu seperti ibu merawat aku kecil dulu".

...dan Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan lah kamu mengikuti keduanya....(QS. Al-Ankabut : ayat 8).


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WALAU TAK SEJALAN KAU TETAP DALAM DOA KUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang