prologue

908 55 15
                                    

Rasa itu, terkadang menyenangkan, dan tak jarang pula menyakitkan. Namun, hanya kecewa yang dirasakan gadis yang memiliki mata indah berbentuk double lids itu. Gadis yang sedang menatap langit malam yang di terangi oleh sang bulan dan di lengkapi oleh taburan bintang yang seakan memperebutkan bulan. Dia duduk di balkon kamarnya sambil bertopang dagu, lalu menghela nafas terdengar seperti sangat lelah.

"Gue capek Ka, lo ngga pernah hargai perjuangan gue." Angin malam berhembus meniup rambut gadis itu yang terurai, dia memejamkan mata. Seolah angin hendak membawa pergi rasa lelah yang selama ini menghampiri hatinya. Gadis itu kemudian membuka matanya dan ada penampakan seseorang di sebrang sana, di sebuah balkon rumah yang bersebelahan dengan rumahnya. "Ngagetin aja lo! Gue kira setan." Pekik gadis itu.

"Anjir cowok setampan gue di bilang setan? coba lo liat bener-bener Na, perhatikan ketampanan sahabatmu ini." Dia menaik turunkan alisnya membuat Lubna ingin tertawa melihatnya.

"Iya, tampan" baru saja cowok itu hendak memuji dirinya lagi karena Lubna mengakui salah satu kebesaran Tuhan, Lubna langsung melanjutkan kalimatnya yang sengaja dia beri jeda "diliat dari lubang sedotan tapi, hahaha" lawan bicaranya yang mendengar hal itu langsung mengumpat 'sial'.

"Bercanda kok, jangan marah dong Bryan-ku" Lubna mengedipkan sebelah matanya berusaha membujuk Bryan agar tidak tersinggung. Oya, sejak kapan seorang Bryan bisa marah karena tersinggung omongan seseorang? Tidak pernah Lubna rasa.

"Iya iyaaa." Bryan mengibaskan tanganya di udara lalu membungkuk seperti sedang mengambil sesuatu. Lubna memperhatikan dari balkon kamarnya. Tak lama setelahnya, Bryan kembali duduk santai dengan satu kaki yang dia angkat dan di taruh di atas kaki yang lain sebagai tumpuan benda kesayangan nya. "Nyanyi yuk, Na!"

Lubna yang melihat benda yang membuatnya tergila-gila itu langsung menggangguk semangat, "iya ayok!" Bryan mulai memetik satu demi satu senar yang kemudian menciptakan sebuah nada yang merdu di telinga. Dia mulai melontarkan nada indah dan lirik yang maknanya sesuai dengan suasana hati Lubna.

Feeling like I'm breathing my last breath
/aku merasa seperti bernapas di napas terakhirku/

Ini bukan tentang nafas, tapi perjuangan yang sudah aku lakukan untukmu. Perjuangan yang aku harap nantinya tidak akan mengecewakan diri ini, aku hanya bisa berharap hatimu luluh suatu saat dan tidak beku seperti sekarang ini.

Feeling like I'm walking my last steps
/aku merasa seperti berjalan di langkah terakhirku/

Aku ingin mundur sekarang juga! Namun.. jika ingat tentang perjuangan yang tidak sebentar itu membuatku enggan untuk menyerah begitu saja tanpa menunjukkan hasil sedikitpun.

Look at all of these tears I've wept
/lihat semua air mata ini, aku menangis/

Bukan yang pertama kalinya, ini yang ke sekian kalinya air mata jatuh membasahi pipi-ku. Aku tidak lemah sampai menangis jika hanya terjatuh kala bermain sepeda, atau saat diganggu oleh Leon --kakak Lubna--, lalu mengapa sekarang aku dengan mudahnya menangis hanya karena kamu, Arka?

Look at all the promises that I've kept
/lihatlah semua janji yang telah kujaga/

Janji manis yang ku buat dengan diriku sendiri. Aku tidak bisa mengingkari itu, mengkhianati hati yang meronta lelah akan semua yang terjadi. Aku berjanji untuk membuatmu perduli kepadaku dan tak bisa jauh dariku. Suatu saat, itu semua akan terjadi, pasti.

*

*

*





[HOLAA.. baru prolog, baca sampe epilog yaae :) jangan lupa Vment^^]

Lubna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang