"Bersembunyi tak akan membuat diri berwarna. Keberanianlah yang mengenalkanmu aneka rupa kehidupan."
***
Jika ada satu kesempatan baginya untuk marah. Meluapkan segala kekesalan yang membuat batinnya menggelap. Ia akan melakukan itu pada dirinya sendiri.
Buku yang masih berserakan, di kembalikan pada posisi semula. Rak kecil miliknya. Tempat segudang pengetahuan. Bertengger di sudut ruang.
Tiara dengan posisi tengkurap di ranjang. Mulutnya terus mengunyah sncak.
"Kalau ada kamu di sini. Makananku habis," oceh Nana.
"Yaelah, sedekah sama temen sendiri. Seharusnya kamu tuh bersyukur," memasukan sejemuput makanan ke dalam mulut.
"Bersyukur gimana?"
"Gini aku kan jadi nambahin pahalamu. Iya nggak?" cengengesan.
Sangking kesel sudah memuncak. Kertas yang sudah tak berbentuk, di lempar ke arahnya.
"Au... Kebiasaan deh," mengusap halus kepala yang masih terbalut jilbab.
Nana tak menghiraukan. Tetap berdiri merapikan buku. Salah siapa.
Tapi, ada benarnya juga. Kedatangan Tiara yang sering berkunjung ke rumah, dapat membantunya mengusir kesunyian.
Belum lagi sikap konyol yang kerap mereka lakukan. Bosan dengan suasana keseriusan di dalam kelas.
Ia kembali menyelam jauh ke lubuk hati. Menyibakkan jaring-jaring ketidakberdayaan.
Nggak guna.
Mengapa tidak?
Saat diantara banyak orang bisa melakukan apa yang menjadi harapan. Nana masih saja terkungkung dalam satu ruang gelap nan sunyi. Bertemankan buku-buku yang menerbangkan imajinasinya setinggi mungkin. Lantas kenyataan menjatuhkannya begitu keras.
Mimpi yang masih tergantung di langit angan.
Harapan yang tak kunjung menjadi tindakan nyata. Padahal ia tahu, waktu tak akan pernah sudi menunggu seseorang yang hanya diam. Duduk manis menanti keajaiban yang tak kunjung menyapa.
"Ayo lakukan sesuatu!" hatinya memerintah lebih keras.
Sudah banyak rancangan tertulis, yang menghiasi tembok di kamarnya. Ketas berwarna tempat bertenggernya impian sederhana perempuan pengoleksi buku itu. Berjejer.
Impian yang di harapakan, akan mengantarkan hidupnya pada kondisi lebih baik.
Harapan-harapan tiada henti di rajutnya.
Setiap kali pikirannya terlintas satu keinginan. Dengan sigap, ia mengambil buku catatan kecil, dan menggoreskan keinginannya tanpa menunggu esok.
Tulis.
Dengan tujuan, akan ada yang mengingatkannya tentang impian. Meski serupa kata.
Setidaknya setiap kali ia terbangun. Akan ada hal yang bisa menamparnya, saat ia belum mampu melakukan apapun. Tepatnya, sesuatu yang berarti.
Di tulis bukan hanya sekadar menjadi bahan bacaan. Tapi kerjakan!
Ia terngiang, akan pernyataan yang terlontar dari salah satu pembicara kondang, yang di hadirkan pihak kampus untuk mengisi kuliah perdana bagi mahasiswa baru.
Wajahnya nampak berseri . Tak seperti biasanya.
Pembicara yang sepak terjangnya sebagai motivator tak hanya menyebarkan virus kebaikan di dalam negeri, melainkan hingga ke luar negeri. Satu prestasi yang membuat orang tak perlu meragukannya terkait apa yang di sampaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Kelulusan
RomanceSepertinya, tak ada yang mampu menghindar persoal cinta. Keindahannya bertebaran di mana-mana. Tak terkecuali di hati perempuan berlesung pipit. Saat di perjalanannya menyembuhkan luka. Juga mencari jalan yang bisa membawanya pada ketenangan. Ia di...