"Jika fajar mengantarmu pergi. Kuharap senja membawamu kembali. "
____________________________________
Sore ini Ticha dan Agatha segera menuju ke apartemen milik keluarganya yang ada di Jakarta. Setelah tau tadi ia men–screen shoot layarnya ketika video call itu berlangsung dan mengirimkannya pada Agatha.
Agatha juga kaget. Bahkan sekarang ia menyetir mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Agatha ingin memastikan dengan secepatnya bahwa orang tuanya tidak kenapa-napa dan sudah ada di Jakarta.
"lo yakin? " tanya Ticha ditengah kegugupan nya. Agatha hanya mengangguk.
"pelan pelan Agatha! " teriak Ticha ketika menyadari Agatha hampir menyerempet orang yang berkendara lainnya.
Agatha tak peduli. sifatnya sangat berubah drastis menurut Ticha sekarang. Biasanya anak itu selalu peduli dengan siapa saja. Tapi untuk waktu ini satu kata yang cocok untuk ditujukan ke Agatha. Cuek. Iya, kata itu sudah cukup untuk mewakili.
Sampai di halaman apartemen yang luas ini, Agatha segera menarik lengan kakaknya dan membimbingnya jalan memasuki apartemen milik keluarganya.
"pelan pelan" ucap Ticha karena kewalahan dengan langkah Agatha yang lebar menurutnya.
Sampai di depan pintu.
Kedunya mematung sambil saling tatap. Ticha mengangguk menyakinkan Agatha. Agatha memegang knop pintu. Ia mendorong pelan. Pintunya tidak dikunci.
Dugaan Agatha semakin kuat ketika ia menyadari yang memiliki kunci apartemen ini hanyalah papanya—Farhan.
Agatha semakin membuka pintu tersebut semakin lebar dan keduanya langsung masuk secara bersamaan.
Berantakan.
Kata itu yang didapat Ticha saat ini. Ia mendekat ke arah sofa. Bantal sofa itu berserakan tak karuan. Sedangkan Agatha berjalan kearah ruangan yang ada didalam guna memastikan siapa yang ada disana.
Ada handphone tergeletak di atas laci samping sofa. Ticha sebelumnya tak pernah tau handphone itu. Kemudian sebuah ide terlintas dipikirannya.
Ia mengeluarkan ponselnya dan menyambungkan panggilan kepada si 'unknown number '.
Matanya melebar seketika. Ketika handphone yang ada didepannya ini berdering. Dan yang lebih membuatnya kaget, namanya tertera di ponsel tersebut.
Brak
Ticha menoleh ke arah dimana Agath tadi disana.
"suara apa itu? " tanyanya pelan dan ketakutan.
Dia berjalan seberani mungkin memasuki ke dalam.
Ia melihat Agatha menangis dan menunduk. Ia segera mendekati adiknya tersebut."tadi suara apa? "
"suara mainan ini jatuh kak." jawab Agatha dengan polosnya. Dilihatnya mainan itu milik masa kecil Agatha berserakan di bawah kakinya.
"trus mainan ini berasal dari mana?"
"ya dari gudang. Aku ambil".
"hah? Mau lo apain? " tanya Ticha bingung.
"gue bawa pulang lah. Kangen sama mainan kaya gini".
Ticha memegang kepalanya. rasanya sangat pusing.
"lo kenapa jadi anak kecil sih?! Kita itu lagi pastiin bunda sama ayah! Bukan mainan masa kecil lo! ". Ticha sangat kesal terhadap apa yang dilakukan oleh Agatha. Bisa bisanya Agatha memikirkan mainan robot robotan dia daripada kabar bunda dan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
360 Derajat [Completed] ✔️
Roman pour Adolescents"Percayalah, berhentinya putaran itu karena elo." Kata orang, cinta itu seperti matahari. Tenggelam di satu tempat, terbit ditempat yang lain. Tapi bagi Rivan Aditya Putra, kalimat itu sama sekali tidak berlaku buat mantan satu-satunya yang bernama...