Masa Paling Rumit

47 5 2
                                    

Tak henti-hentinya aku mengutuk hidupku. Semakin aku beranjak dewasa semakin banyak hal-hal berat yang aku terima.Aku lebih sering terjadi perdebatan dengan ibu,tak jarang ibu memaki maki ku dengan kata penuh untaian kasar. Hatiku begitu pilu waktu itu.

Saat aku sedang duduk dibangku SMP, dimasa ini aku mulai meluapkan segala kekesalan yang aku dapat selama dirumah, dapat dikatakan dimasa ini aku menjadi orang yang paling liar-liarnya. Namun seliar-liarnya aku,aku tidak pernah mengabaikan hal belajar, dari kecil aku selalu bertekad harus selalu berprestasi disekolah biar bagaimanapun keadaanku . Tak jarang aku menangis jika terkadang nilaiku turun drastis, aku merasa menjadi orang yang paling bodoh dan tidak mempunyai kemampuan.

Bagaimana tidak,karna hanya itu caraku satu-satunya agar ibu bangga denganku,agar ibu bahagia melihat aku waktu itu.Sikap kasar yang sering ibu luapkan kepadaku memang membuatku begitu tertekan dan kacau, tapi disatu sisi hal itu mendorong aku untuk membuktikan kepada ibu bahwa aku tidak seperti apa yang dipikirkannya,aku ingin membuktikan bahwa aku mampu,aku mampu membuatnya bangga.

Selama SMP,aku tidak pernah absen dari 3 besar, jika tidak diperingkat 2 minimnya aku mendapat peringkat 3. Namun setiap penerimaan raport tiba,ibu tidak pernah mengatakan sepatah kata apapun dan bahkan memberikan hadiah seperti kebanyakan orangtua lainnya,dia hanya diam seolah olah tak memperdulikan semua yang kuperjuangkan. Aku tau,setiap orangtua memiliki karakter tersendiri untuk mengungkapkannya,tapi bagiku aku hanya ingin sedikit saja paling tidak sepatah kata pujian tidak lebih. Aku merasa usaha ku untuk belajar mati-matian tidak dihargai kala itu.

Hingga pada akhirnya aku meluapkan segalanya melalui sering kluyuran jika pulang sekolah,sering kesana kemari, yang jelas aku hanya ingin mencari kebahagiaanku sendiri, pulang kerumah menjadi hal yang paling sangat aku benci waktu itu.

Namun hal itu justru memperkeruh keadaanku, hal itu semakin membuat ibu meluap-luap kepadaku hingga semua orang ikut memarahiku, kakakku,nenekku, tak ada satupun yang membelaku.Waktuku hanya aku habiskan untuk menangis dikamar tanpa ada satu orangpun yang mempedulikan. Tak jarang banyak pikiran terlintas diotakku untuk mengakhiri semua, namun hati kecilku selalu menguatkan agar aku tidak boleh berhenti disini, aku harus mampu menghadapi masa yang paling rumit.

Hari demi hari berlalu, aku semakin merasa ibu semakin emosional terhadapku. Hampir setiap hari kita tak luput dari perdebatan,kata-kata kasar selalu saja muncul dari mulutnya. Aku seperti ditekan habis habisan diwaktu ini,apapun yang aku lakukan serasa tak pernah ada benarnya dihadapan ibuku, banyak kesalahan yang selalu ibu limpahkan kepadaku tanpa aku ketahui sebab pastinya.

Pikiranku benar benar kacau saat ini,hampir setiap hari aku hanya menangis tersedu-sedu dikamar sendirian, aku berharap disaat seperti ini aku bisa bertemu dengan ayah, setidaknya aku hanya ingin dia memelukku dalam mimpi, walau aku tahu itu hanya fatamorgana semata.

Rembulan Dimata FajriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang