Aku terengah-engah ketika berhenti di ujung jalan. Suasana jalanan ramai seperti biasanya, mungkin aku bisa berhenti di sini dan tidak terlalu paranoid bahwa Dane akan menyusulku.
Sebuah Range Rover hitam berhenti di hadapanku. Sang pemilik membuka kacanya dan di sanalah Gideon. Oh, astaga. Orang terakhir yang ingin kutemui di dunia ini adalah dia atau pun bosnya.
Aku kembali berlari untuk menjauhinya. Ia tidak akan menemukanku dengan mudah sambil mengemudi. Lalu tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku ke sebuah gang sempit. Sialan. Bagaimana bisa ada gang sempit seperti yang di film?
Lebih buruknya, bagaimana Robert ada di sini?
"Teala." Suara Robert terdengar begitu khawatir. "Teala, dengarkan aku."
"Aku punya telinga, Robert. Mau atau tidak, telingaku masih bisa mendengarmu."
Kemudian ia memelukku. Begitu saja. Aku membiarkannya memelukku, walaupun aku tidak ingin membalasnya. Aku tidak akan lupa bagaimana ia memilih flashdisk kosong tolol daripada aku.
Tiba-tiba ia melepaskan pelukannya dan menatap mataku dalam-dalam. Dapat kulihat matanya sedikit berair. Oh, Tuhan, aku tidak akan peduli apakah dia menangis!
"Kau berhasil keluar! Aku tidak percaya kau melawannya!"
Aku menatapnya untuk waktu yang sangat lama. Apakah dia terlihat senang? Dia sama sekali tidak peduli bagaimana aku bisa kabur dari Dane. Yang dia pedulikan adalah bahwa aku berhasil—tidak atau tanpa bantuannya.
Aku menamparnya.
"Teala—"
"Hanya itu reaksimu? Bahwa aku bisa keluar? Kau sama sekali tidak mengerti!" Teriakku. "Kau meninggalkanku, Robert. Kau tidak peduli denganku! Kau sama bajingannya dengan dia!"
"Aku sengaja melakukannya, Teala!" Balasnya berteriak. "Aku tahu apa yang ada di otaknya! Aku tahu semua ide murahannya! Aku bahkan tahu dia tidak akan menyakitimu!"
"Bajingan." Desisku.
"Teala," katanya lebih lembut. "Hey, baby, yang terpenting adalah kau selamat. Apakah kau juga mendapatkan barangnya yang asli?"
Aku menamparnya sekali lagi. Apakah yang dia pikirkan hanya proyek sialannya itu?
"Kau gila?!" Bentaknya.
"Kau gila!" Balasku. "Jadi, kau memiliki semua prediksi, huh? Bagaimana jika prediksimu tidak tepat? Bagaimana jika ia benar-benar berani menyakitiku? Aku tidak akan berdiri di sini dan berteriak di hadapanmu, bajingan!"
Aku mengeluarkan hard disk yang berisi data asli D-25 lalu melemparnya ke dada Robert.
"Mulai detik ini, Robert, kau kehilangan aku."
Aku berlari sekencang-kencangnya. Bisa kurasakan air mataku mengalir deras dan jantungku seperti dipompa ribuan kali. Rasa sakitnya tak tertandingi sehingga aku bermaksud untuk berhenti, tapi tidak kulakukan. Setelah kupikir aku cukup jauh dari Robert, aku melompat masuk ke taksi terdekat dan bergegas menuju rumah Robert.
Bersyukur karena aku tidak kehilangan tas serta isinya. Aku pun tidak butuh pakaianku. Setelah mengambil paspor dari koper, aku berlari menuju ruang kerja Robert dan menyalakan komputernya. Di sana aku membuka situs penerbangan dan memesan tiket ke Los Angeles. Aku tahu mereka akan memasang harga yang sangat tinggi mengingat ini sangat mendadak—tapi aku tidak peduli selama aku memiliki kartu kredit Robert. Setelah sampai di Los Angeles aku akan mengembalikan kartu kredit tersebut.
Setelah sampai di bandara aku segera berlari ke petugas check-in dan menunjukkan tiketku. Ketika aku berada di ruang tunggu keberangkatan, tubuhku lemas di kursi. Aku bernapas lega karena Robert tidak akan bisa menyusulku ke sini. Well, dia mungkin bisa. Oh, persetan. Dia tidak akan senekat itu.
Ketika suara merdu dari pengeras suara mengumumkan keberangkatanku, aku bangkit dengan semangat. Bisa dibilang aku berlari kecil menuju ke pesawat. Aku benar-benar tidak ingin mengambil risiko terkejar oleh Robert. Kalaupun dia ada di sini.
Saat duduk di kursi pesawat, aku menutup mata dan hilang di telan kegelapan.
Kurasakan sebuah tangan mengguncang pundakku.
"Selamat malam, Ms. Downey. Dalam 10 menit kita akan mendarat di Bandara Internasional Los Angeles. Anda dimohon bersiap."
"Well, terima kasih."
Aku mengumpulkan barang-barangku dan memastikan semuanya lengkap. Setibanya di darat aku harus segera membeli ponsel baru. Dane brengsek! Bisa-bisanya dia menghancurkan ponselku. Aku menghela napas lega saat kuketahui kunci mobilku masih aman di dalam tas.
Setelah mendarat dan melakukan semua proses pada umumnya, aku berjalan sambil menggigil menuju tempat parkir. Aku tidak tahu bisa menggigil di temperatur normal Los Angeles.
Aku sedang mengurus mobilku ketika seseorang menepuk pundakku.
"Mrs. Moltrey!" Sapaku terkejut mengetahui ibu dari teman kuliahku ada di sini. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu, dear," katanya sambil tertawa. "Aku baru saja mengantar suamiku. Ia ada pertemuan kerja di luar negeri."
"Ah, begitu." Balasku canggung. "Bagaimana keadaan Skylar?"
"Oh, dia baik-baik saja. Tahukah kau bahwa dia mendapat pekerjaan di London? Aku sangat bangga terhadapnya!"
Aku hanya tersenyum sebagai tanggapan. Aku benar-benar sedang tidak ingin beramah-tamah dengan orang lain.
"Well, Mrs. Moltrey, aku benci harus meninggalkanmu. Tapi ada sesuatu yang harus kulakukan."
"Tentu, dear." Tepat ketika Mrs. Moltrey hendak berbalik badan, ia melihat ke arah dahiku. "Apakah kau baik-baik saja, Teala? Kepalamu—"
"Well," selaku cepat. "Aku sangat baik-baik saja. Nah, selamat malam, Mrs. Moltrey!"
Aku tersenyum kepada petugas parkir kemudian berbalik badan dan masuk ke dalam mobil. Bisa kulihat tatapan Mrs. Moltrey terlihat khawatir. Sekarang aku ingin menangis. Aku merindukan Mom. Ia tahu apa yang harus kulakukan di saat-saat seperti ini. Terlepas dari semua fakta bahwa ia adalah ibu angkatku, aku sama sekali tidak peduli.
Selama di perjalanan aku membiarkan air mataku mengalir. Tidak dapat dipungkiri bahwa rasa sakit akibat perbuatan Robert masih sangat terasa. Hanya dia yang kupunya. Aku tidak peduli dengan hubungan kami. Apa pun hubungan kami, aku akan menerimanya asalkan bisa mendapatkan dia kembali. Tapi aku tahu bahwa aku terlalu tersakiti untuk menerimanya lagi.
Anggap aku egois. Anggap aku berlebihan. Tapi satu pertanyaan yang terus terngiang di kepalaku adalah, "Apa yang telah kulakukan kepada Robert sehingga dia melakukan ini?"
Well, hanya ada satu jawaban pasti: lupakan dia. Mulai hidup baru. Anggap dia sudah meninggal—atau apa pun itu. Anggap semua orang yang kusayang telah tiada. Dan dengan begitu semua akan kembali seperti sedia kala. Aku akan bekerja sangat keras untuk kehidupan baruku. Dan mungkin jika beruntung, semakin keras aku bekerja, semakin teralihkan pikiranku.
Setelah beberapa saat aku berhenti berpikir, dan sadar bahwa itu ide gila. Bagaimana bisa kau melupakan orang terpenting dalam hidupmu?
Selama sisa perjalanan aku hanya membiarkan air mata mengalir tanpa henti.
Aku merasakan ada lubang besar pada dadaku, membuatku rentan akan semua hal.
Aku butuh Robert.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holy Sin
Fanfiction[BAHASA INDONESIA] - [ROBERT DOWNEY JR.] • Dalam kedekatan seorang ayah dan putrinya, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Teala, seorang wanita muda menarik, masih menyimpan nasihat kedua orangtuanya untuk tidak memberikan...