.

159 14 2
                                    

Malam yg dingin dengan badai salju di luar jendela. Cuaca buruk.

Hanya suara gemericik air dari bathtub yg penuh oleh air dingin dan tubuhku.

Air yg terus mengalir menuju saluran pembuangan disebelah pisau lipat yg jatuh dari tanganku.

Balutan jaket denim ditubuhku semakin menarikku tenggelam.

Tubuhku yang bergetar lemah dan rasa panas di pergelangan tanganku. 

Beginilah kondisiku.

Terasa semakin lemah hingga pandanganku menjadi buram.

_BRAK_

seseorang mendobrak pintu kamar mandiku dan berteriak.
"HYUNG!!!"

sial, aku gagal lagi.

...

Aku terbangun di sebuah ruangan serba putih. Rumah sakit.

Nyeri. hanya itu yg kurasakan.
Tepatnya pada hasil karya ku semalam.

Aku tidak sendirian diruangan ini. Dia masih saja memandangiku. Mungkin sejak Dia membawaku.

"Hyung. Kumohon berhentilah."

Aku akan berhenti jika Dia tidak 'menolong'ku, dasar bodoh.

Aku cukup lelah dengan jalan kehidupan ini. Persetan dengan semua itu.

Kalian terlalu banyak membaca dongeng. Terbuai dengan akhir bahagia yang palsu.

"Ceritakan padaku, Aku akan membantumu, Hyung."

Kurasa Dia benar-benar tidak mengerti. Kenapa Dia begitu bodoh. Yang Dia lakukan sangat sia-sia.

Aku yang memutuskan arah hidupku.

Apa pun yang akan terjadi padaku, itu adalah pilihanku. Dan resiko sudah termasuk didalamnya.

Pilihanku, biarkan aku mewujudkannya.

...

Badai salju kembali.

Kurasa Dia telah kembali ke apartemennya.

Kini aku sendiri.

Kukelilingi ruangan ini. Mencari celah.

Hanya kutemui sebuah toples kecil. Ada butir-butir kapsul hitam didalamnya. 'Antidepressant', batinku.

Aku berjalan menuju wastafel.
Kulihat pantulan wajahku dicermin.
Kukosongkan toples kecil itu.

Aku sudah tidak butuh monster hitam ini.

Ku sandarkan tubuhku pada tembok. Mengingat kembali masa lalu.

Awal dari semua ini.

...

Para dewasa yang membawaku kesini 7 tahun lalu. Mereka tidak memahamiku. Dan juga aku.

Ku kunjungi tempat ini setiap pekan. Dengan dijatuhi puluhan pertanyaan. Kujawab apa adanya.

Kujalani hidup dengan normal, dalam versiku.

Gangguan kecemasan ini mulai mengontrolku.

Kulawan, hingga menjadi kawan. Aku kehilangan diriku.

...

00.00 a.m

Berlari mengendap, menghindari si baju putih yang terjaga.

Larut malam, bus terakhir sudah jauh terlewati. Aku kembali berlari

Langkah kakiku membawaku menuju flat lama milikku.

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur berdebu. Tak ada yg berubah.
Semua sama seperti ketika aku dan orang itu meninggalkan kamar ini.

Semua barang ini memiliki kenangan tentang nya.

Aku berjalan menuju piano. Kumainkan sebentar. Dan muncul kilas mu.

Kulihat gitar bertuliskan ~M.Y~ di tepi kasur. Dapat kulihat juga, pematik api milikku yang sengaja kau gantungkan disitu.

Rasa sedih dan sakit ini menyiksaku. Membuatku semakin frustasi.

Entah bagaimana, aku telah membanjiri ruangan ini dengan bensin.

Kunikmati bau menyengat ini sembari memainkan gitar diatas kasur.

Tanganku basah, Kasur ini juga. Ah, sepertinya tadi aku terlalu banyak menuangkannya.

Kuambil pematik apiku lalu kunyalakan. Masih berfungsi.

Aku melemparnya sembarangan dan kembali merebahkan tubuhku. Dan aku mulai terpejam.

"Maafkan aku. Aku benar-benar lelah, aku ingin tidur. Tidur yang sangat panjang. Jimin terus saja mengganggu tidurku. Kau tau, ini tidak sia-sia. Setidaknya aku akan bersamamu lagi. Dengan tenang."

The things I've imaged about turns into reality

-Min Yoon Gi, The Last-

Min Yoon Gi - The LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang